Gulo Puan, Makanan Bangsawan yang Sering Dilupakan

Umumnya pelanggan panganan manis yang berbahan dasar susu kerbau dan gula merah (aren) ini adalah anak-anak yang membeli dalam porsi kecil sendokan

Editor: aminuddin
SRIPOKU.COM/YULIANI
Ilustrasi. Salah satu kelompok tani menunjukkan produk gulo puan dalam kontes kerbau Pampangan, Rabu (28/9/2016). 

Diolah dari susu kerbau rawa di pedesaan di kawasan rawa-rawa Sumatera Selatan, keberadaan makanan pelengkap ini sekarang terbilang langka.

Puan berarti ’susu’ dalam bahasa daerah Sumatera Selatan (Sumsel).

Gula Puan bisa diartikan ’gula susu’ sesuai bahan dasarnya, yaitu gula dan susu yang dibuat menjadi sejenis karamel.

Teksturnya lembut sedikit berpasir dengan warna cokelat.

Gula Puan yang rasanya mirip keju manis itu sangat sedap untuk campuran minum kopi atau olesan roti dan pisang goreng.

Pembuatan Gula Puan ini bergantung pada peternakan kerbau rawa di Pulo Layang.

Saat musim hujan, produksi susu tinggi, setiap kerbau rawa yang menyusui menghasilkan 1,5-2 liter susu.

Kondisi ini didorong oleh melimpahnya pakan saat rawa-rawa kembali tergenang.

Namun, di musim kemarau, hasil susu justru turun karena rawa menyusut sehingga pakan juga berkurang.

Akibatnya, harga Gula Puan lebih mahal saat kemarau.

Peternak kerbau rawa di Desa Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Kartubi mengatakan, menurut cerita para orang tua, Gula Puan digemari keluarga bangsawan dan para haji di Palembang.

Susu kerbau rawa Pampangan juga bisa diolah menjadi minyak samin, sagon puan, dan tape puan.

Minyak samin ini dibuat dengan cara mengendapkan susu sehingga lapisan dadih terpisah.

Minyak samin berupa endapan putih dengan aroma dan rasa mirip mentega.

Menurut Kartubi, nama samin berasal dari saman atau sebutan bagi komunitas Arab yang ada di Palembang.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved