Hakim Kena Sanksi
Langgar Disiplin, 97 Hakim Kenas Sanksi oleh Mahkamah Agung
Sebanyak 97 hakim dijatuhi sanksi disiplin, dan satu diantaranya dilarang menangani perkara selama dua tahun.
Kemudian pada pengadilan tingkat pertama beban perkara pada 2020 sebanyak 3.893.107. Syarifuddin menyebut jumlah itu terdiri dari perkara masuk sebanyak 3.805.229 dan sisa perkara tahun 2019 sebanyak 87.878.
Terkait perkara yang ditangani sepanjang 2020, MA juga telah memutus denda pidana mencapai Rp 58,4 triliun. Denda itu berasal dari putusan yang berkekuatan hukum tetap pada perkara pelanggaran lalu lintas, perkara tindak pidana korupsi, perkara narkotika, perkara kehutanan, perkara perlindungan anak, perkara perikanan, perkara pencucian uang, dan perkara-perkara tindak pidana lainnya.
Syarifuddin menyatakan, total Rp 58,4 triliun terdiri dari denda dan uang pengganti yang dihasilkan dari putusan MA serta putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. "Jumlah denda dan uang pengganti berdasarkan putusan Mahkamah Agung adalah sebesar Rp 5.648.296.731.748. Sedangkan jumlah denda dan uang pengganti berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama yang berkekuatan hukum tetap di lingkungan peradilan umum dan peradilan militer adalah sebesar 52.858.725.679.787," lanjutnya.
Selain itu, kata Syarifuddin, kontribusi dari penarikan PNBP berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di MA dan Badan Peradilan sepanjang 2020 sebesar Rp 71.710.015.121.
Terkait capaian yang sudah diraih MA sepanjang tahun 2020 itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan MA soal reformasi peradilan. Salah satu yang disorotinya ialah soal disparitas dalam hal pemidanaan. "Upaya-upaya untuk melakukan reformasi peradilan melalui penerapan sistem peradilan yang modern adalah keharusan," kata Jokowi.
Jokowi meminta MA untuk lebih memperhatikan disparitas dalam setiap putusan hakim. Sebab, hal itu sebagai wujud kepastian hukum MA. "Sebagai benteng keadilan, MA dapat wujudkan kepastian hukum pada masyarakat, pelaku usaha dan investor pada keputusan yang kurangi disparitas pemidanaan," tambahnya.
Nantinya, dengan sejumlah perbaikan yang dilakukan keputusan yang dihasilkan MA bisa lebih adil lagi. Masyarakat pun diharapkan akan bisa lebih mempercayai institusi peradilan.
"Dengan kinerja dan reputasi makin baik MA dapat menciptakan keputusan landmark decision yang menggali nilai-nilai dan keadilan masyarakat sehingga lembaga peradilan menjadi makin tepercaya," kata Jokowi.
Jokowi sempat memuji langkah yang dilakukan MA terkait persidangan online. Akselerasi penggunaan teknologi di MA seperti e-Court dan e-Litigation selaras dengan cara penerapan protokol kesehatan. Namun hal itu tidak meninggalkan pelayanan kepada masyarakat.
"Pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan tidak terganggu. dan kualitas keputusan-keputusan juga tetap terjaga," ujar Jokowi. "Saya mencatat, sebelum pandemi, MA sudah memiliki rencana besar menggunakan teknologi informasi di lingkungan peradilan. Datangnya pandemi justru mempercepat terwujudnya rencana besar tersebut," kata presiden.
Presiden mengingatkan, terobosan MA bukan menjadi tahapan akhir. Namun menjadi awal untuk lebih mengembangkan diri ke depan. Sehingga tercipta sistem peradilan yang mumpuni.
"Percepatan penggunaan teknologi adalah pintu masuk untuk transformasi yang lebih luas. Transformasi lebih besar dalam penyelenggaraan peradilan untuk mempercepat terwujudnya peradilan yang modern," katanya. ****
(tribun network/fik/ham/dod)
