Polemik Pilkada Serentak 2024, Perludem: Perlu Ada Normalisasi Jadwal Pilkada, Ini Alasanya
Perludem: Jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dijadwalkan dilaksanakan serentak 2024 perlu dilakukan revisi ulang.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Khoirunnisa Nur Agustyati mengungkapkan, jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dijadwalkan dilaksanakan serentak 2024 perlu dilakukan revisi ulang.
Menurutnya, hal ni terkait kesiapan dari penyelenggara pemilu, yang akan melaksanakannya Pilkada itu berbarengan dengan Pemilu legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres).
"Menurut kami (Perludem), memang sebaiknya perlu ada normalisasi jadwal Pilkada. Jadi tetap perlu ada Pilkada di tahun 2022 dan 2023," katanya, Jumat (29/1/2021).
Khoirunnisa berasalasan, jika di tahun 2024 ada agenda pemilu nasional, lalu jika Pilkada seluruh daerah juga diselenggarakan di tahun 2024, maka akan berimplikasi pada kompleksitas penyelenggarannya.
"Walaupun penyelenggaraan pemilu nasional dan Pilkada tidak diselenggarakan di hari yang sama, tetapi pasti tahapannya akan berhimpitan," jelasnya.
Alasan kedua dijelaskannya, jika didraft RUU Pemilu saat ini ada wacana untuk mengubah desain keserentakan pemilu menjadi pemilu nasional (Presiden, DPR DPD) dan pemilu daerah (kepala daerah dan DPRD).
"Sehigga perlu ada penyesuaian jadwal Pilkada kita, sehingga perlu ada normalisasi jadwal Pilkada, dengan demikian bisa ada penyesuaian jadwal Pilkada dan serentak di 2027," terangnya.
Hal senada diungkapkan pegiat pemilu Titi Anggraini, jika dari sisi teknis dan beban serta isu, Pilkada tidak feasible (tidak memungkinkan) untuk digelar pada 2024.
"Pilkada bukan tidak bisa diselenggarakan pada 2024, pada tahun yang sama dengan Pileg dan Pilpres. Namun sangat berisiko dan besar kemungkinan akan mempengaruhi kualitas dan integritas pemilihan, serta potensial memicu terjadinya kekacauan teknis manajemen kepemiluan," tandasnya.
Selain itu, ditambahkan Titi Pilkada pada tahun yang sama dengan Pileg dam Pilpres, bisa berdampak makin menjauhkan pemilih dengan partai politik, dan berkontribusi pada krisis party id (tingkat identifikasi partai), karena partai makin menjauh dari masyarakat,dan cenderung hadir hanya ketika tahapan pemilu berlangsung.
Padahal berdasar data LSI, diungkapkan mantan Direktur Eksekutif Perludem ini, selama lebih dari satu dekade terakhir menunjukkan bahwa party id hanya di kisaran kurang dari 15 persen.
"Sehingga, mestinya Pilkada tetap terselenggara pada 2022 dan 2023, serta Pilkada serentak nasional pada tahun 2027," tukasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri) Bahtiar mengatakan, seharusnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) tetap dilaksanakan pada tahun 2024.
Hal ini ia katakan merespon polemik revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilu yang di dalamnya mengganti jadwal pelaksanaan pilkada menjadi 2022 dan 2024.
"Sesuai dengan UU yang masih berlaku tersebut, maka jadwal Pilkada berikutnya adalah 2024. Jadi, jika Pilkada dilaksanakan sesuai jadwal, maka jadwalnya adalah 2024," kata Bahtiar pada wartawan, Jumat (29/1/2021).
Menurut dia, seharusnya UU Pilkada yang saat ini berlaku dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian direvisi.
Ia juga mengingatkan agar semua pihak fokus terlebih dahulu untuk menangani pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.
"Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi. Mestinya, dilaksanakan dulu, kemudian dievaluasi, baru kemudian direvisi jika diperlukan," pungkasnya. (Rif/TS)