Kekerasan Dalam Beragama Menjadi Gumpalan Rigid
Keanekaragaman ummat beragama termasuk didalamnya umat Islam dalam memahami dan menginterpretasi sumber-sumber ajarannya dari kitab sucinya
Padahal tidak demikian, Qur’an mengajarkan dan mengajak kepada manusia dengan sikap bi al-hikmah dan al-mauizati al-hasanah (nasehat yang arif, bak dan bijak).
Dalam melakukan aksinya, komunitas sebagian umat Islam tersebut selalu menggunakan simbol sebagai perjuangan jihad di jalan Allah.
Semangat inilah yang kemudian menguatkan mereka untuk melakukan tindakan kekerasan. Arogansi tidak mau mengikuti aturan pemerintah seperti terjadi baru-baru ini.
Dan mereka berkeinginan untuk meninggal dalam keadaan demikian (jihad).
Sementara mereka lupa untuk memperhatikan kehidupan/nafkah keluarga.
Padahal perhatian mereka terhadap keluarga juga merupakan jihad.
Wajah agama akhir-akhir ini seperti bergerak turun drastis, dari yang awalnya sebagai “perekat bangsa”, turun ke arah “pemecah bangsa”.
Ke-agamaan yang di awal-awal kemerdekaan menjadi lem (perekat) berubah menjadi pedang.
Agama, sebagai kumpulan doktrin yang mendamaikan berubah menjadi ajaran kekerasan.
Agama, sebuah kupulan teks yang membebaskan bermetamorfosis menjadi gumpalan yang rigid.
Lebih jauh pada tataran praksis mereka yang berbeda agama selalu dianggap kafir, sesat, dan harus diperangi.
Mengapa sebagaian dari kaum agamawan selalu terjebak dalam peraşaan benar, terutama dalam perilaku bergama.
Salah satu jawabannya karena mereka merasa agama berasal dari Tuhan.
Satu wilayah yang sakral.
Wilayah yang tidak berdosa yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia.