Kekerasan Dalam Beragama Menjadi Gumpalan Rigid
Keanekaragaman ummat beragama termasuk didalamnya umat Islam dalam memahami dan menginterpretasi sumber-sumber ajarannya dari kitab sucinya
Hal ini dapat dilihat dari tafsir Al Qur’an tematik oleh Departemen Agama.
Umpamnya: larangan menghina keyakinan dan simbol agama lain.
Islam melarang umatnya untuk menghina simbol dan Tuhan Agama lain (Al An’an 108). Larangan memaksa keyakinan dalam menganut Agama.
Karena Allah menghendaki setiap orang merasakan kedamaian.
Sedangkan paksaan adalah tindakan yang salah (Al Baqoroh: 256).
Kemudian penghormatan Islam terhadap agama lain.
Agama selain Islam, juga harus mendapatkan penghormatan yang sama dari komunitas muslim.
Karena toleransi beragama akan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat manakala ada saling menghormati khususnya terhadap keyakinan agama (Al Haj:40).
Akan tetapi ayat-ayat tersebut bisa saja menjadi eksklusif, tertutup dan bahkan kaku karena dipengaruhi oleh subjektifitas penafsir.
Apalagi kemudian berkembang menjadi sebuah konsumsi komunitas dan gerakan kelompok tertentu.
Pemaknaan yang kaku dan rigid tersebut justru menambah deratan kekeringan atas makna dan hikmah dari sebuah teks yang bersangkutan.
Salah satu konsep ajaran Islam yang sering digunakan terutama oleh sebagian komunitas umat Islam adalah persoalan “amar ma’ruf nahi munkar”.
Ini yang merupakan salah satu perintah Allah --menjadi trend ketika sebagai komunitas umtat Islam tersebut melakukan berbagai kritik terhadap kebijakan pemerintah, dan terhadap penyakit masyarakat seperti halnya kemaksiatan dalam berbagai bentuknya, yang mereka anggap sudah keluar dari ketentuan agama.
Dengan melihat sepak terjang sebagian komunitas umat beragama tersebut selama ini, dalam menyuarakan “nahi munkar” nampaknya sedikit berlebihan.
Sehingga, memunculkan stigma bahwa Islam didakwahkan dengan “kekerasan”.