UU Cipta Kerja

Presiden Teken Omnibus Law UU Cipta Kerja, Sah Berlaku sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020

PRESIDEN Joko Widodo akhirnya memberlakukan Undang-undang omnibus law (UU) Cipta Kerja, setelah menanda-tanganinya.

Editor: Sutrisman Dinah
SRIPOKU.COM/Nadyia Tahzani
Ilustrasi : OMNIBUS LAW 

SRIPOKU.COM -- Presiden Joko Widodo akhirnya menanda-tangani Undang-undang omnibus law Cipta Kerja untuk diberlakukan secara normatif sebagai undang-undang, Senin (2/11).

Undang-undang tersebut diberi nomor untuk diumumkan kepada publik keberlakuannya dan dicantumkan dalam dokumen Lembaran Negara RI dan dinomori menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dengan ditanda-tanganinya UU Cipta Kerja ini, maka undang-undang tersebut dinyatakan berlaku sebagai landasan hukum.

Segala bentuk keberatan dan penolakan terhadap pasal maupun bagian tertentu dari UU No 11 tahun 2020 tersebut, tetap ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Substansi pasal-pasal undang-undang ini dapat diajukan pengujian materiel atau judicial review bahwa pengaturan dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut, bertentangan dengan konstitusi atau Unda-undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Sekretariat Negara sempat membagikan naskah lengkap UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja kepada sejumlah wartawan di Istana Kepresidenan. Salinan UU Cipta Kerja yang memuat 1.187 halam tersebut dapat diakses melalui situs www.setneg.go.id.

Pengesahan Undang-undang Cipta Kerja ini ditunggu banyak pihak, apalagi sejak Rancangan UU Cipta Kerja diajukan pemerintah kepada DPR RI, sejak Februari 2020. Sejak awal naskah RUU Cipta Kerja menjadi kontroversial, dan menjadi isu pro-kontra di masyarakat; terutama di kalangan buruh.

Hingga Senin (2/11) siang, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menyatakan, masih menunggu naskah UU Cipta Kerja yang telah ditanda-tangani dan disahkan presiden.

KSPSI menyatakan, apabila UU Cipta Kerja disahkan dan diumumkan melalui Lembaran Negara RI, maka KSPI  akan mendaftar gugatatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Dalam 1x24 jam, jika UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Jokowi, besoknya buruh pasti akan langsung menyampaikan gugatan ke MK," kata Andi di Jakarta, Senin (12/10).

MK memiliki kewenangan untuk menguji UU secara formil (proses pembuatan undang-undang), maupun kewenangan menguji materiel menyangkut substansi pasal-pasal demi pasal terhadap UUD 1945.

Kewenangan itu dtercantum dalam pasal 57 ayat(1) dan (2) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kemudian, MK akan memutuskan terkait UU Cipta Kerja dibatalkan secara keseluruhan, atau pembatalan pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

Sebenarnya tidak ada alasan bagi Presiden untuk tidak menanda-tangani pengesahan UU Cipta Kerja. Selain RUU diajukan oleh pemerintah dan dibahas di DPR RI, RUU Cipta Kerja tersebut telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020.

Selanjutnya, naskah RUU yang disahkan tersebut diserahkan kepada Sekretariat Negara untuk disahkan dan ditanda-tangani presiden. Kemudian, UU yang telah ditanda-tangani itu secara normative berlaku, dan selanjutnya diumumkan dalam Lembaran Negara RI agar diketahui oleh publik.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menyatakan, apabila Presiden tidak meneken UU yang telah disahkan DPR RI  dalam rentangn waktu 30 hari, maka UU Cipta Kerja tetap sah dan mewajibkan pemerintah untuk mengundangkannya melalui Lembaran Negara RI. 

Dengan demikian seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja mulai berlaku sejak 2 November 2020.

Sumber:
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved