Pembelajaran dari Rahim Sungai Musi, Mulai dari Tiga Dunia Hingga Perda Perlindungan Sungai Musi
Beranjak dari proses pengkaryan tersebut, hasil diskusi Sonia Anisah Utami dengan tim diskusi serta masyarakat, tampaknya dibutuhkan peraturan daerah
Artinya, sebagai makhluk Tuhan, semua makhluk untuk saling menjaga.
Dengan fakta tersebut, maka proses pengkaryaan ini menjadi kolaborasi tiga dunia; yakni seni, maya, dan spiritual.
Perempuan lebih peduli
Proses pengkaryan ini ternyata menujulkan jika kaum perempuan—contohnya kaum perempuan di kampung 15 Ulu—ternyata lebih antusias dan peduli mendiskusikan tentang persoalan pencemaran sungai.
Mereka lebih terbuka mengatakan jika masyarakat di tepian sungai pada saat ini terpaksa membuang sampah ke sungai.
Sebab banyak kampung tidak memiliki tempat pembuangan sampah.
Jika pun sampah rumah tangga dikumpulkan pada satu tempat, mereka membutuhkan biaya membawanya ke lokasi TPA [Tempat Pembuangan Akhir] sampah.
Setelah beberapa kali berdiskusi, akhirnya 13 perempuan kampung 15 Ulu yang terlibat pengkaryaan Rahim Sungai Musi, sepakat membentuk kelompok perempuan peduli Sungai Musi.
Baca juga: Teater Potlot Selalu Bersikap Terbuka dan Melibatkan Para Ahli dalam Setiap Proyek yang Dikerjakan
Mereka akan mengembangkan bank sampah, yang bertujuan agar sampah rumah tangga tidak dibuang ke sungai, lalu dipilah sampah organik dan nonorganik, sebelumnya akhirnya dibawa ke TPA.
Sampah organik dijadikan pupuk, sementara sampah nonorganik dipilah menjadi sampah yang dapat dijual [menghasilkan] sebagai bahan daur ulang, dan yang tidak.
Mereka pun akan melakukan kerja bersih sungai setiap bulan.
Selain peduli sampah, kelompok perempuan ini juga akan menghidupkan tradisi atau seni yang mulai terhilang.
Bagaimana 30 perempuan yang mewakili delapan anak Sungai Musi, yang sebagian tercatat sebagai mahasiswa Universitas PGRI Palembang dan UIN Raden Fatah Palembang.
Pada pertemuan awal, mereka sepakat tidak akan menggunakan bahan, seperti air minum dan makanan, yang menghasilkan sampah plastik.
Selanjutnya, mereka sepakat untuk membawa isu pelestarian sungai ke dusun atau kampung.