Korupsi

Jaksa Pinangki Dijerat Korupsi, Uang Djoko Tjandra Digunakan Operasi Hidung

Jaksa Pinangki Sirna Malasari mulai diadili dengan tuduhan korupsi terkait terpidana korupsi Djoko Tjandra. Pinangki menerima suap lebih Rp7 Miliar

Editor: Sutrisman Dinah
Tribunnews.com
Jaksa Pinangki Sirna Malasari (39) menjalani sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (23/9). Ia dituduh menerima suap Rp7 Miliar lebih. 

SRIPOKU.COM -- Jaksa Pinangki Sirna Malasari (39), Rabu (23/9), mulai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dituduh menerima suap terkait urusan di Mahkamah Agung perkara terpidana korupsi Djoko Soegiarto Tjandra alias Tjan Kok Hui (69) yang sempat buron selama 11 tahun.

Pada sidang perdana ini, Pinangki tampil mengenakan busana baju gamis plus kerudung merah muda. Ia juga mengenakan masker lengkap dengan face-shieldnya. Ia tiba di gedung pengadilan sekitar pukul 10.00 WIB. “Sidang atas nama terdakwa Pinangki Sirna Malasari dibuka dan terbuka untuk umum,” kata Hakim Ketua Ig Eko Purwanto membuka persidangan.

Dalam dakwaan itu, jaksa penuntut umum menjerat Pinangki dengan tiga dakwaan, yakni menerima suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

Tuduhan suap, Pinangki didakwa menerima US$ 500 ribu atau setara Rp 7,4 miliar dari commitment fee senilai USD 1 juta atau setara Rp 14,8 miliar. Dugaan suap itu berasal dari terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Pinangki mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu diperlukan agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali.

“Supaya terdakwa (Pinangki Sirna Malasari) selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara mengutus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Soegiarto Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 1 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan.

Awal keterlibatan Pinangki dalam kasus ini, ketika ia secara aktif meminta dikenalkan kepada Djoko Tjandra. Sekitar bulan September 2019, Pinangki bertemu Rahmat dan Anita Kolopaking di Restoran Jepang Hotel Grand Mahakam, Jakarta. Rahmat diyakini bisa menjadi penghubung ke Djoko Tjandra.

Saat itu, Pinangki mengenalkan Anita kepada Rahmat. Lalu ia meminta dikenalkan kepada Djoko Tjandra. Padahal, saat itu Djoko Tjandra berstatus buronan Kejaksaan Agung. Ia diburu karena kabur menghindari eksekusi 2 tahun penjara terkait kasus Bank Bali.

“Atas permintaan terdakwa tersebut Rahmat menyanggupinya dan mengatakan akan mencari informasi terlebih dahulu soal itu,” kata jaksa dalam dakwaannya.

Rahmat menghubungi Djoko Tjandra dan mengirimkan foto Pinangki berseragam jaksa. Djoko Tjandra pun menyanggupi pertemuan tersebut. Pada 11 November, Djoko Tjandra menghubungi Rahmat dan meminta dipertemukan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Keesokan harinya, Pinangki dan Rahmat menemui Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Djoko Tjandra.

“Terdakwa memperkenalkan diri sebagai jaksa dan mengenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Joko Soegiarto Tjandra,” kata jaksa.

Akan tetapi, Djoko Tjandra tak langsung percaya. Pembahasan soal perkara pun beralih ke arah pengajuan fatwa bebas ke Mahkamah Agung. Fatwa itu bertujuan agar Djoko Tjandra tak bisa dieksekusi jaksa. JPU mengatakan, dalam proses tersebut Pinangki mengaku bisa mengurus fatwa tersebut dengan catatan Djoko Tjandra terlebih dahulu kembali ke Indonesia dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Pinangki lantas membahas mekanisme memperoleh Fatwa MA. Rencananya, fatwa tersebut akan diusahakan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 dengan argumen bahwa putusan PK nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 kepada Djoko Tjandra tak bisa dieksekusi. Sebab, yang berhak mengajukan PK hanya terpidana atau keluarga, bukan jaksa.

“Djoko Soegiarto Tjandra sendiri tak langsung percaya karena merasa telah banyak pengacara hebat yang dicoba, tapi tidak bisa memasukkan kembali Djoko Tjandra ke Indonesia,” kata JPU. “Namun atas usul terdakwa untuk memperoleh Fatwa MA tersebut, Djoko Soegiarto Tjandra menyetujui termasuk biaya-biaya yang diusulkan oleh terdakwa untuk memperoleh Fatwa MA,” kata JPU.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved