Paradigma Baru Penyelesaian Konflik Agraria

Secara umum masyarakat dan hukum merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan Ubi societas ibi ius, dimana ada masyarakat dan di situ ada hukum.

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
ist
Albar S Subari SH.MH, Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan 

SRIPOKU.COM -- Otonomi Daerah dan Masyarakat Adat identik dengan dua sisi koin mata uang.

Secara umum masyarakat dan hukum merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan  Ubi societas ibi ius, dimana ada masyarakat dan di situ ada hukum.

Hal ini kemudian menjadi komponen penting dalam daerah otonomi itu sendiri.

Karena otonomi menurut  Albar S Subari SH.MH,  Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan (Sumsel) , merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan.

Tidak terkecuali mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berkaitan dengan agraria bahwa problem serius bagi Indonesia ke depan meski sudah 75 tahun usia kemerdekaan.

Keberhasilan penataan agraria akan turut menentukan keberhasilan pembangunan Indonesia sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan Tahun 1945.

Disadari tampak jelas ruang agraria Indonesia nyaris tidak memberikan peluang kepada rakyat, termasuk masyarakat adat untuk menguasai dan mengelolanya demi kemakmuran rakyat.

Yang terjadi, konflik agraria masih terbuka, yang umumnya menghadapkan rakyat dengan negara dan atau pemilik modal.

Berbagai kasus penggusuran, masalah sengketa tanah dan menempatkan petani pada posisi yang berhadap hadapan dengan negara.

Oleh karena itu, memahami persoalan agraria tidak bisa hanya dilihat semata mata dengan perspektif ekonomi saja, tetapi juga harus memahami nya dalam berbagai situasi sosial dan kultural.

Sehingga perlu formulasi tentang model penataan kembali (reforma)  agraria yang tepat untuk kondisi Indonesia.

Selama ini sudah ada kekeliruan karena tidak meletakkan masalah pertanahan sebagai basis pembangunan.

Oleh karena itu sudah harus merubah paradigma pembangunan, khususnya pembangunan bidang agraria.

Baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat tumbuh sikap kemendirian dan kemampuan mengorganisasikan diri agar mempunyai posisi tawar yang kuat.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved