GURU yang Banting Stir Jadi Tentara, Pangkat Kopral hingga Jenderal Bintang 5, Ini Kisah AH Nasution
Namun karena menjadi guru tidak cocok, saat itulah Abdul Haris Nasution banting stir dan kemudian menjadi seorang tentara.
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
Dan akhirnya Pak Nas menjadi salah satu dari tiga tokoh militer Indonesia yang menyandang 5 bintang emas di pundaknya sebagai Jenderal Besar Tentara Nasional Indonesia
Melansir wikipedia, Nasution dilahirkan di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara,[4] dari keluarga Batak Muslim.
Ia adalah anak kedua dan juga merupakan putra tertua dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang menjual tekstil, karet dan kopi, dan merupakan anggota dari organisasi Sarekat Islam.
Ayahnya, yang sangat religius, ingin anaknya untuk belajar di sekolah agama, sementara ibunya ingin dia belajar kedokteran di Batavia.
Namun, setelah lulus dari sekolah pada tahun 1932, Nasution menerima beasiswa untuk belajar mengajar di Bukit Tinggi.
Pada tahun 1935 Nasution pindah ke Bandung untuk melanjutkan studi, di sana ia tinggal selama tiga tahun.

• Kisah Dibalik Nama Desa Tunggul Bute Lahat, Berawal dari Misteri Butanya Mata Tentara Belanda
Keinginannya untuk menjadi guru secara bertahap memudar saat minatnya dalam politik tumbuh.
Dia diam-diam membeli buku yang ditulis oleh Soekarno dan membacanya dengan teman-temannya.
Setelah lulus pada tahun 1937, Nasution kembali ke Sumatra dan mengajar di Bengkulu, ia tinggal di dekat rumah pengasingan Soekarno.
Dia kadang-kadang berbicara dengan Soekarno, dan mendengarnya berpidato.
Setahun kemudian Nasution pindah ke Tanjung Raja, dekat Palembang, di mana ia melanjutkan mengajar, tetapi ia menjadi lebih dan lebih tertarik pada politik dan militer.
Pada tahun 1940, Jerman Nazi menduduki Belanda dan pemerintah kolonial Belanda membentuk korps perwira cadangan yang menerima orang Indonesia.
Nasution kemudian bergabung, karena ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pelatihan militer.
Seiring dengan beberapa orang Indonesia lainnya, ia dikirim ke Akademi Militer Bandung untuk pelatihan.
Pada bulan September 1940 ia dipromosikan menjadi kopral, tiga bulan kemudian menjadi sersan.