Indikator Ekonomi

Indikator Globalisasi Ekonomi Sumsel

Sistem perekonomian terbuka yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari aktivitas perdagangan in­ternasional.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Indikator Globalisasi Ekonomi Sumsel
ist
Anugrahani Prasetyowati

Oleh : Anugrahani Prasetyowati 

Kasi Neraca Konsumsi BPS Provinsi Sumatera Selatan

Sistem perekonomian terbuka yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari aktivitas perdagangan in­ternasional.

Salah satu yang dapat dinilai dari aktivitas ini adalah kegiatan ekspor dan impor ne­ga­ra.

Adanya keterbukaan perdagangan ini akan dapat memberikan kesempatan bagi masya­ra­kat untuk berinteraksi dalam bidang ekonomi dengan negara lain baik itu perseorangan, swasta a­tau­pun pemerintahan.

Aktivitas tersebut bisa dalam bentuk perdagangan produk barang dan jasa, per­­tukaran teknologi, dan sebagainya.

Dalam hal kegiatan ekspor dan impor ke luar negeri, dapat ki­­ta hitung RPI (Rasio Perdagangan Internasional) menurut wilayah.

RPI merupakan indikator atau patokan keterbukaan suatu negara terhadap perdagangan internasional.

Rasio ini juga bisa di­ se­­butsebagai rasio keterbukaan perdagangan dan dapat dipandang sebagai indika­to­rglo­ba­li­sa­siekonomi sebuah negara (https://id.wikipedia.org).

Menurut data Bank Dunia tahun 2019, RasioPerdagangan Indonesiaterhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2018 berada di urutan terakhir di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), ya­itu sebesar 43,02% dari PDB.

 Posisi tersebut berada di bawah Myanmar (47,5%) maupun Laos (75­,83%).

 Sementara itu, Singapura merupakan negara dengan rasio perdagangan terbesar di ASEAN, yaitu lebih dari tiga kali lipat PDB.

Tertinggalnya rasio perdagangan Indonesia diban­di­ng­kan dengan negara ASEAN lainnya mengindikasikan tingkat keterbukaan ekonomi kita yang masih rendah. Ini juga menjadi salah satu indikator bahwa produk barang nasional masih bero­ri­en­tasi domestik karena belum mampu bersaing di pasar internasional.

Rendahnya ekspor mem­bu­­at penerimaan devisa juga rendah. Padahal, permintaan dolar Amerika Serikat (AS) di dalam ne­geri cukup tinggi.

Secara regional, kita juga dapat melihat aktivitas ekspor dan impor luar negeri (LN) yang terjadi di tiap provinsi di Indonesia, misalnya saja di Sumatera Selatan (Sumsel).

Penghitungan nilai RPI adalah de­ngan cara menghitung selisih antara ekspor LN dan impor LN dibagi dengan jum­lah ekspor LN dan impor LN.

Rasio ini menunjukkan perbandingan aktivitas perdagangan in­ter­nasional dari su­atu wilayah apakah didominasi oleh ekspor atau impor luar negeri (LN).

Koe­fi­sien RPI berkisar antara -1 dan +1 (-1 < RPI < +1).

Nilai RPI berkisar antara minus 1 berarti bahwa per­da­ga­ngan internasional didominasi oleh impor sebaliknya apabila berkisar positif 1 ber­­arti per­da­gangan internasional didominasi oleh transaksi ekspor.

Di triwulan pertama tahun 2020, ekspor barang dan jasa Sumsel yang ke luar negeri mencapai 14 trilyun rupiah, dan nilai im­­por provinsi ini hanya mencapai 3,88 trilyun rupiah.

 Dengan penghitungan rasio seperti diatas ma­­ka nilai RPI di triwulan pertama tahun 2020 mencapai 57%. Ini berarti bahwa perdagangan in­­ternasional di wilayah sumatera selatan didominasi oleh aktivitas ekspor.

Di wilayah SUMATERA, Nilai RPI masing masing provinsi pada triwulan pertama tahun 2020 ber­­dasarkan olah data BPS Provinsi Sumsel dapat dilihat pada grafik berikut ini.

grafis

                                                                                                                                                                                            (ist)

Nilai RPI tertinggi di Pulau Sumatera terjadi di Provinsi Bengkulu, disusul provinsi Bangka Be­li­tung dan Jambi.

 Nilai RPI tertinggi di Pulau Sumatera terjadi di Provinsi Bengkulu, disusul provinsi Bangka Be­li­tung dan Jambi.

 Walaupun wilayah yang tidak seluas dan nilai ekspor yang tidak sebanyak pro­vin­­si ini, 3 (tiga) provinsi yang dulunya pernah tergabung dalam wilayah Sumatera Selatan ini mem­­punyai nilai RPI yang mendekati + 1, artinya rasio perdagangan di 3 provinsi ini lebih dido­mi­­­nasi oleh aktivitas ekspor dibandingkan aktivitas impornya.

 Hal ini berarti indika­torglo­ba­li­sa­siekonomi ketiga wilayah ini lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi Sumsel.

Untuk kajian lebih lanjut, bisa dilihat lebih dalam tentang komoditi andalan dari aktivitas ekspor, dan juga beberapa komoditi yang diimpor oleh wilayah ini, dengan melihat data yang setiap bu­lan dirilis oleh Badan Pusat Statistik.

Dari data ekspor, kita dapat mengetahui bahwa komoditi an­dalan dari Sumsel yang dapat bersaing di pasar internasional antara lain karet, bahan ba­kar mi­ne­ral, dan bubur kayu (pulp).

Pada triwulan pertama tahun 2020, ekspor seluruh barang non mi­gas termasuk ketiga komoditi andalan tersebut yang keluar negeri mencapai 12,8 trilyun ru­piah, sedangkan ekspor migas berkisar lebih dari 850 milyar rupiah.

Dengan melihat data ini, seharusnya Pemerintah Provinsi Sumsel dapat lebih meng­gi­atkan akti­vi­tas ekspor dengan cara memberikan beberapa stimulus atau rangsangan kepada para eksportir baik dari usaha rumah tangga maupun usaha korporasi dengan melakukan berbagai pem­binaan mu­lai dari produksi hingga ke distribusi atau pengemasan penjualan agar dapat me­ningkatkan ku­alitas dan kuantitas komoditi andalan ekspor.

Salah satu contoh konkret adalah ni­lai ekspor dari perkebunan kopi yang belum maksimal di Provinsi Sumsel ini, se­mentara pro­duk­si kopi ini ter­­banyak dibandingkan provinsi lainnya yang ada di wilayah Su­ma­tera.

 Selain itu, komoditas ka­ret yang merupakan andalan pertama di provinsi ini semestinya juga dapat diolah menjadi ka­ret yang lebih matang dibandingkan dengan hanya mengekspor karet men­tah yang berupa lem­bar­an lembaran lateks yang dibekukan.

Pembinaan atau teknologi peng­olahan karet sederhana se­perti karet gelang yang banyak dibutuhkan oleh industri di Sumsel ini mungkin bisa diadop da­ri studi ke wilayah lain yang mempunyai teknologi tersebut.

Sementara itu, beberapa komoditas yang masih dibutuhkan oleh provinsi Sumsel dari luar negeri atau dari aktivitas impor dapat dibagi dalam beberapa jenis kelompok kebutuhan di­an­taranya un­tuk kebutuhan barang konsumsi, bahan baku dan barang modal.

Dari impor barang yang ber­as­al dari luar negeri, ternyata untuk kebutuhan barang konsumsi tidak sampai mencapai 1 (satu) per­sen, bahan baku dan penolong sekitar 64 persen, dan barang modal sekitar 35 persen.

Hal ini ber­arti bahwa pada triwulan pertama tahun 2020 masyarakat sumatera selatan tidak ter­lalu banyak meng­konsumsi barang impor atau barang dari luar negeri.

Sebaliknya, barang impor digunakan se­ba­gai bahan baku atau bahan penolong bagi industri-industri dan barang modal bagi pem­ba­ng­unan investasi di Provinsi Sumsel.

Langkah pemerintah untuk mengurangi impor bahan baku dan impor barang modal mungkin da­pat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan para investor baik lokal maupun dari luar untuk mem­bangun industry atau usaha-usaha yang dapat memproduksi bahan-bahan baku dan ba­han pe­nolong serta barang modal.

Beberapa komoditi impor yang nilainya tinggi diantaranya adalah mesin-mesin, barang dari besi dan baja, dan pupuk.

Untuk Mesin, mungkin kita harus meng­im­por karena keterbatasan teknologi yang ada di provinsi Sumsel.

Tetapi untuk barang ba­­rang dari be­si dan baja yang kecil-kecil mungkin kita bisa melakukan studi banding ke wilayah la­in menge­nai teknologi atau cara yang digunakan agar dapat diproduksi sendiri di provinsi ini.

A­pa­la­gi pupuk, untuk pupuk anorganik yang selalu kita impor, mungkin dapat digantikan dengan me­­mproduksi pupuk organik yang bahan bakunya sebenarnya melimpah disekitar alam di wila­yah ini.

 Menciptakan ketahanan ekonomi yang tangguh dan meningkatkan globalisasi ekonomi wilayah Su­msel di tengah tantangan ekonomi global sangat diperlukan adanya dukungan se­lu­ruh lapisan pe­laku kegiatan ekonomi, dengan cara memacu aktivitas ekspor dan menekan impor.

Un­tuk itu, Pe­ran Pemerintah Daerah Provinsi Sumsel sangat diperlukan terutama da­lam memberikan ke­bi­jak­an di bidang perindustrian, pertanian, pertambangan serta perdagangan un­tuk terus men­dukung eksportir Indonesia, khususnya di wilayah Sumsel.

Kebijakan da­ri pemerintah pusat se­perti mempermudah dan menyederhanakan perijinan melalui One Single sub­mission (OSS) dan perbaikan layanan kepabeanan untuk menunjang daya saing dunia usaha dan ekspor harus didukung sepenuhnya secara konsisten oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan.

Sumber:
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved