Peradi Palembang Soroti Penanganan Kasus KDRT yang Kerap Kali Diabaikan, Padahal Bukan Kasus Biasa
KDRT bukan lagi persoalan pribadi tapi persoalan publik sehingga membutuhkan kepedulian berbagai pihak.
Penulis: Jati Purwanti | Editor: Refly Permana
Laporan wartawan Sripoku.com, Jati Purwanti
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kekerasan terhadap perempuan, terutama Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih terus terjadi.
Seringkali, karena berbagai faktor, seperti ketergantungan ekonomi pada suami, pertimbangan anak dan lainnya perempuan korban KDRT enggan melaporkan kekerasan yang diterima.
Ketua DPC Peradi Palembang, Nurmala, mengatakan KDRT bukan lagi persoalan pribadi tapi persoalan publik sehingga membutuhkan kepedulian berbagai pihak agar kasus serupa tak terus berulang.
• Ratusan Ribu Smartphone & Laptop Mainan Anak Rata Dengan Tanah, Diselundupkan ke Palembang dari Cina
"Kadang saya menawarkan diri untuk menangani kasus. Harapannya penanganan KDRT tidak hanya kepada aparat penegak hukum, tapi kepada semua pihak, negara terutama, seperti ada rumah tinggal.
UU soal KDRT sudah bagus tapi harus ada sarana lain, penegakan hukum, dan negara sejauh mana perannya," katanya pada diskusi publik bertema Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Hukum yang digelar di Hotel Harper Palembang, Kamis (6/8/2020).
Menurut Nurmala, laporan KDRT yang diajukan oleh perempuan terkadang tak mendapat tanggapan. Proses hukum bagi kasus KDRT pun kerap kali tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya.
• Inilah 5 Zodiak Pura-pura Peduli Orang Lain: Gemini Merupakan Zodiak yang Senang Bersosialisasi
Terlebih, saat korban kekerasan tidak dirawat di rumah sakit pun hanya dianggap pidana ringan.
Padahal, tidak dirawat karena keterbatasan tidak ada orang lain di rumah.
"Paling tidak, prioritaskan laporan pertama. Saya ajak lembaga yang terkait agar bisa bekerja sama. Untuk KDRT hanya perlu salah satu alat bukti, tidak perlu keterangan saksi.
Keterangan korban sudah cukup. Apalagi, ditambah visum. Tapi ini kadang-kadang implementasi di lapangan kadang penyidik masih menganggap seperti pidana biasa," terang dia.
Nurmala menambahkan, sebenarnya dengan adanya kekerasan fisik ada indikasi pula kekerasan psikis. Korban kekerasan fisik pun kerap kali mengalami trauma berat.
• Sengaja Senggol Kekeyi hingga Jatuh ke Kolam dan Kaki Terbentur, Ulah Ria Ricis jadi Perbincangan
"Imbauan saya kepada perempuan, ayo bangkit dan jadi perempuan mandiri agar tidak gampang ditindas.
Perempuan mau berada dalam rumah tangga yang tidak nyaman karena berbagai faktor terutama faktor ketergantungan ekonomi, perempuan tidak kerja," ujarnya.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Sumatra Selatan, Anita Noeringhati, menilai KDRT bukan urusan domestik tapi sudah menjadi ranah publik.
Dia menilai, KDRT adalah fenomena gunung es, di mana kasus yang dilaporkan hanya dari beberapa kasus yang terjadi saja.
"Penanganan KDRT belum berpihak kepada perempuan. Kami ingin ada satu persepsi tentang penegakan hukum sama.
Jangan malah ketika perempuan sebagai pelapor kekerasan akhirnya jadi tersangka," jelas Anita.
Menurut Anita, karena termasuk kalangan rentan kekerasan seharusnya jika memang perempuan yang bersalah harus di cari tahu kebenaran materiilnya.
• Siaran Langsung Liga Champions Malam Ini, Live Streaming SCTV, Manchester City vs Real Madrid
"Kalau di dalam pelaksanaan proses hukumnya pelapor sudah jadi tersangka bagaimana cari kebenaran.
Ini karena penanganan KDRT berbeda, bahwa kriteria di dalam penganiayaan saja bukan hanya fisik, harga diri saja sudah disebut KDRT," kata Anita.
Anita menegaskan, pihaknya akan mengajak berbagai pihak dari berbagai elemen yakni Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumsel dan segera lakukan audiensi dengan Kapolda dan Kejati serta pihak terkait untuk penyamaan persepsi penanganan kasus KDRT.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Women Crisis Center (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi, selama masa pandemi Covid-19 pun tidak ada peningkatan laporan kekerasan terhadap perempuan yang signifikan karena memang masalah rumah tangga masih dianggap sebagai masalah pribadi.
Hanya saja, menurut Yeni, dari laporan kelompok perempuan akar rumput yang menjadi mitra WCC hanya diketahui adanya kejadian kekerasan dan tidak dilaporkan.
• Pemkab Lahat Siapkan Kartu Pengendali, Cegah Orang Kaya Beli Elpiji 3 Kilogram, Ini Respon Pangkalan
Biasanya laporan kekerasan yang diterima WCC Palembang yakni 15-20 kasus seluruh kekerasan terhadap perempuan yakni kekerasan seksual, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Dalam Berpacaran (KDRP).