Berita Palembang
Dipicu Faktor Ekonomi, Kekerasan Terhadap Anak di Sumsel Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Pandemi virus corona atau COVID-19 di Sumsel membuat kasus kekerasan terhadap anak di Sumsel sepanjang tahun 2020 mengalami peningkatan.
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Tarso
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pandemi virus corona atau COVID-19 di Sumsel membuat kasus kekerasan terhadap anak di Sumsel sepanjang tahun 2020 mengalami peningkatan.
Dari catatan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Sumsel, setidaknya ada 127 kasus kekerasan, masing-masing dialami 87 orang anak perempuan dan 40 kasus oleh anak laki-laki.
Kepala Dinas DP3A Sumsel, Fitriana menjelaskan kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak-anak di Sumsel meliputi bermacam-macam kasus mulai dari kekerasan fisik, seksual, psikis, eksploitasi dan traficking.
Kekerasan fisik, psikis, dan penelantaran terbanyak di tahun ini terjadi di Kota Palembang, kasus pemerkosaan di Muratara dan kasus traficking terjadi di Ogan Ilir.
"Untuk di Palembang sepanjang 2020 ada 71 kasus. Dimana kasus kekerasan fisik berjumlah 18 kasus, psikis 23 kasus, seksual 8 kasus, penelantaran 13 kasus dan lain-lain sembilan kasus," katanya, Senin (27/7/2020).
Menurutnya, kasus kekerasan anak pada tahun ini kemungkinan masih bisa terus bertambah bila melihat kondisi ekonomi yang terus merosot di tengah pandemi COVID-19.
Faktor ekonomi menjadi catatan kasus terbesar yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap anak. Dengan kondisi ini potensi kekerasan meningkat sehingga anak menjadi pelampiasan. Mereka yang terlibat kekerasan rata-rata memiliki ekonomi menengah ke bawah.
• Mayoritas Belajar di PALI Menerapkan Sistem Luring, Arga Harus Berjalan 3 Km untuk Kumpulkan Tugas
• Bupati Ogan Ilir Positif Corona tapi Gelar Konferensi Pers , Prof Yuwono Tidak Boleh Kontak
• BSB Cabang Muaraenim Bidik UMKM Produktif untuk Disalurkan KUR dengan Bunga Rendah
" Ekonomi terbatas, tanggungan orangtua ke anak saat pandemikdan kasus PHK yang meningkat memperparah kondisi di rumah. Inilah jadi pemicu kekerasan terhadap anak terjadi," ungkapnya.
Kendati demikian, diakuinya kasus kekerasan seksual dalam tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada 2018 lalu, kasus kekerasan anak mencapai 329 kasus yang didominasi terhadap kekerasan pada anak perempuan. Lalu pada 2019, kasus kekerasan mulai menurun, tercatat ada 193 kasus kekerasan.
"Pada tahun ini kasus kekerasan terhadap anak mulai kembali menjadi sorotan dengan terjadinya peningkatan kekerasan. Kasus kekerasan ini banyak dilakukan oleh orang terdekat, jelas Fitriana.
Direktur Eksekutif Women Crisis Center (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi menambahkan selama masa pandemi COVID-19 yang terjadi di wilayah Sumsel pada semester pertama 2020, pihaknya mencatat kasus kekerasan seksual meningkat 50 persen lebih dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kasus kekerasan seksual periode ini didominasi oleh kekerasan yang dilakukan secara online. Hal ini terjadi karena penggunaan gadget berbasis online meningkat.
"Persoalan kekerasan seksual seperti fenomena gunung es, karena yang tidak melapor lebih banyak. Mereka takut dicap stigma negatif, tidak dipercaya, takut dikira memancing, dan masyarakat juga suka mem-framing korban," beber Yeni. (Oca)