Obat Covid-19 yang Perlu Ditertibkan, Ada 3 Mekanisme Kerja Antipasi Virus dan Begini Penjelasannya
Secara farmatologi, obat-obatan pada kategori terakhir ini tidak termasuk antivirus secara langsung karena tidak menyasar pada virusnya,
SRIPOKU.COM-Dengan tema: Polemik Beragamnya Klaim Temuan Obat dan Jamu Herbal Penangkal Covid-19, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menggelar Webinar Minggu (28/6/2020), dengan tujuan mencari solusi obat untuk Virus Corona tersebut.
Sorotan dari Webiner ini berkaitan dengan obat-obat Covid-19 yang diklaim dapat menyembuhkan dan dapat digunakan oleh masyarakat.
Meski kemudian perlu dibuktikan, karena klaim ini juga masih perlu diteliti lebih lanjut dan diakui oleh para pakar dan terbukti bisa menyembuhkan Covid-19.
Sebab, dengan tengah pandemi Covid-19, klaim obat-obatan ini dan itu sebenarnya justru membuat bingung dan masalah baru bagi masyarakat.
Maka itulah menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, perlu solusi dan titik temu agar masyarakat tidak resah dan terlalu berharap.
Sebab, sejauh ini berita tentang obat Covid-19 sangat lah positif, di tengah ketakutan akan tertular, warga di Indonesia memang berharap ada solusi agar bisa mengatasi dan mengobati Covid tersebut.
"Bagaimana konteksnya, regulasinya dan jalan keluarnya,sehingga jangan sampai kita terjebak pada upaya mengatasi masalah Covid ini dengan masalah mengenai obat," tutur Tulus saat Webinar, Minggu (28/6/2020).
1. Penggunaan Obat Covid-19 Harus Dipantau
Sebenarnya sudah ada obat-obatan untuk Covid-19 yang selama ini beredar. Namun, penggunaan obat itu perlu diawasi secara ketat oleh Kementerian Kesehatan.
Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kemenkes, Agusdini Banun Saptaningsih menyebut bahwa obat-obatan yang sampai ke fasilitas perawatan pasien Covid-19 diperhatikan dengan protokol yang ketat.
"Kita ketahui bahwa pemilihan obat itu melalui perundingan. Kita juga melihat bahwa obat Covid-19 harus ada izin edar dari Badan POM. Dari pembiayaan, pengadaan sampai penggunaan di layanan rumah sakit di monitoring dan kami pantau terus," ungkap Dini.
2. Perlu Izin Edar Jika Benar ada Obat Covid-19
Obat-obat yang ditemukan dan diklaim dapat digunakan untuk perawatan pasien Covid-19 harus memiliki ijin edar agar aman digunakan masyarakat.
Lalu, obat-obat yang diproduksi harus dilakukan oleh profesi yang berkompeten, memenuhi persyaratan tertentu dan kemudian mendapatkan ijin edar.
Kemudian, inti dari semua proses registrasi yang dilakukan ialah agar obat yang mendapatkan izin edar dapat melindungi masyarakat dari obat yang beresiko terhadap kesehatan dan menjamin obat yang beredar di Indonesia aman bermanfaat dan bermutu.
"Kriteria umum penilaian obat adalah dasar yang diberikan ketika Badan POM akan memberikan suatu izin edar. Pertama-tama adalah khasiat dan keamanannya harus konfirmasi dulu."
" Dari mana data khasiat dan keamanan itu diperoleh, dari jalan panjang yang telah kami tentukan, seperti dari data nonklinik dan data klinik," terang Direktur Registrasi Obat BPOM, Lucia Rizka Andalusia.
Sebelum obat hidup diedarkan harus mempunyai data klinik atau yang kita kenal dengan istilah uji klinik.
3. Perlu Uji Klinis
Selain itu, Uji klinik tersebut adalah dasar di mana Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan memberikan perizinan pada sebuah obat dengan klaim-klaim yang telah didaftarkan industri farmasi, yang telah didaftarkan dari data klinik yang diperoleh dari uji klinik shahih.
"Apa khasiat yang akan di klaim dari obat itu. Apakah dia bisa menyembuhkan, apakah dia dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Itu berdasarkan dari data uji klinik yang dilakukan," jelas Lucia.
Lewat uji klinik juga untuk mengetahui keamanannya bagaimana, berapa persen efek samping obat atau toksisitas yang mungkin terjadi, apakah masih dapat ditoleransi.
Badan POM melakukan uji tertentu sehingga obat tersebut dapat mendapat persetujuan dan mendapat ijin edar.
Memudian mutu obat terkait proses produksi sampai obat jadi, semua harus memenuhi kaidah yang ditentukan, apakah itu obat herbal atau modern semua harus memenuhi kriteria tertentu.
"Yang terakhir adalah informasi produk, bahwa informasi produk atau iklan itu harus sesuai dengan apa yang disetujui oleh Badan POM."
"Harus lengkap, objektif dan jelas untuk menjamin bahwa penggunaan obat tersebut digunakan secara rasional artinya tidak boleh ada over," ujar Lucia.
Obat untuk Corona ada 3 Jenis
Seperti dilansir dari Kompas.com, Pakar Sains dari AIM Biologicals Groups, Dr Fadhil Ahsan, 20 Mei lalu mengatakan, kalau ditanya soal obat apa, maka tidak semua obat memiliki fungsi dan target sasaran yang sama terkait Covid-19.
Namun dia hanya mengungkapkan ada strategi atau mekanisme kerja obat antivirus untuk Covid-19 yang perlu anda ketahui secara detil.
1. Obat Penghambat Masuknya Virus
Istilah penghambat atau lebih tepat dikatakan sebagai pencegahan.
Artinya obat yang menjadi penangkal masuknya virus ke dalam tubuh.
Seperti sistem terapi plasma konvalesen, yang difungsikan untuk memblokir virus-virus SARS-CoV-2 sehingga tidak masuk ke sel-sel paru," kata Fadhil dalam diskusi daring bertajuk Riset dalam Menemukan Vaksin dan Obat Anti Covid-19, Jumat (15/5/2020).
Contoh obat kategori ini adalah cocktail antibodi yang dipilah dari plasma konvalesen dan kemudian diperbanyak. Jadi, target sasaran pengobatannya lebih spesifik lagi, utamanya adalah spike protein dari virus tersebut.
Selain cocktail antibodi, frontiler obat antivirus lainnya yang berfungsi untuk menghambat masuknya virus ke dalam sel adalah APNO1 (rekombinan ACE-2) dan DAS181 (rekombinan sialidase atau nebulized).
2. Menghambat replikasi virus
Obat-obatan pada kategori ini bekerja ketika virus SARS-CoV-2 sudah masuk ke dalam sel paru-paru.
Mereka menghambat replikasi atau beberapa langkah dari virus tersebut dengan cara seperti uncounting dan pengeluaran virus dari sel itu.
Sebagian besar obat-obatan antivirus spektrum luas berada dalam kategori menghambat replikasi virus.
Dari 80 obat antivirus spektrum luas, beberapa contoh obat yang masih dikembangkan pada fase 3 untuk penanganan Covid-19 adalah Remdesivir, Arbidol, Tamiflu, Avigan, Kaletra/Aluva, ASC09, Truvada dan BTL-tml.
3. Meredam peradangan akibat infeksi
Secara farmatologi, obat-obatan pada kategori terakhir ini tidak termasuk antivirus secara langsung karena tidak menyasar pada virusnya, tetapi lebih ke arah meredam peradangan atau mengurangi inflamasi yang diakibatkan oleh infeksi virus.
Fadhil menjelaskan, pada pasien yang memiliki kasus berat dari infeksi Covid-19 di paru, seperti badai sitokin; obat dalam kategori ini mencoba meredamnya agar kerusakan tidak berlanjut.
Beberapa contoh obat kategori meredam peradangan yang disebutkan oleh Fadhil antara lain Anti interleukin 6, Aztemra atau tocilizumab, Sylvant dan Lenzilumab.
Hai man teman berita ini terbit di