Iuran PBJS Kesehatan Naik
Naik Turun Iuran BPJS Kesehatan Bikin Bingung Masyarakat, Ini Kata Pengamat Sosial dan Politik
"Rakyat harus menghadapi ketidakpastian ekonomi dan ditambah pula dengan kenaikan iuran BPJS. Banyak sektor usaha terdampak, gulung tikar"
Penulis: Jati Purwanti | Editor: adi kurniawan
Laporan Wartawan Sripoku.com, Jati Purwanti
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS.
Kenaikan iuran diberlakukan bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, kenaikan iuran ini efektif berlaku pada Juli mendatang.
Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Sriwijaya, Andries Lionardo mengatakan kebijakan menaikkan kembali tarif iuran BPJS Kesehatan ini membingungkan masyarakat.
Andries menilai, seharusnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di masa pandemi Covid-19 haruslah kebijakan yang pro rakyat.
"Rakyat harus menghadapi ketidakpastian ekonomi dan ditambah pula dengan kenaikan iuran BPJS. Banyak sektor usaha terdampak, gulung tikar, bahkan hotel besar pun harus tutup."
"Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membingungkan, dimensi waktu kebijakannya belum pas," kata Andries, Rabu (13/5/2020).
• Pedagang, Sopir Travel Hingga Warga Dilakukan Rapid Test, Demi Jaga PALI Zona Hijau Zero Corona
• PSBB Palembang dan PSBB Prabumulih Setelah Lebaran
• BREAKING NEWS: Presiden Jokowi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Menurut Andries, momen menaikkan tarif iuran akan lebih bijak dilakukan setahun pemulihan ekonomi atau pada tahun 2022.
"Saat ini saja pemulihan (recovery) ekonomi akibat pandemi Covid-19 belum terjadi. Sebaiknya jika ingin menaikkan iuran BPJS nanti, setahun selesai recovery," ujarnya.
Andries meyakini, meskipun menurut pemerintah adanya kebijakan pengklasteran kenaikan iuran dan pemberian subsidi bagi kelas tertentu sudah baik namun kebijakan ini tidak tepat momentum. Pembuat kebijakan juga harus memperhatikan dimensi waktu kebijakan dibuat dan dikeluarkan.
"Tapi substansi tidak dihilangkan, pemerintah pro dengan rakyat lewat kelas tiga, tidak dinaikkan sudah benar. Persoalannya momentum yang tidak tepat," jelasnya.
Bagi Andries, saat ini rakyat bisa menuntut peran anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membatalkan kebijakan kenaikan tarif iuran baru yang telah ditetapkan oleh presiden.
"Di sinilah rakyat bisa menuntut peran DPR untuk menyuarakan, DPR harus proaktif karena DPR adalah lembaga perwakilan masyarakat." ujar Andries.