Berita Palembang

Bahas Raperda Pajak Restoran, Pengusaha Rumah Makan di Palembang Was-was, Ngaku Omset Turun

Selain itu, akibat penerapan pajak tersebut restoran kecil mengalami penurunan omset paling tidak 30 persen.

Penulis: maya citra rosa | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM/Yandi Triansyah
pemasangan e tax di restoran pempek di Palembang setelah sebelumnya dikenakan SP 2 oleh BPPD, Selasa (23/7) 

"Jika kita menilik definisi usaha mikro berdasarkan UU nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM disana didapatkan bahwa usaha mikro adalah usaha yang memiliki omset sampai dengan Rp 300 juta per tahun atau sama dengan Rp 25 juta per bulan," kata dia.

Maka kata HIbbani jika pemerintah kota memiliki tekad untuk melindungi UMKM khususnya usaha mikro maka limit yang paling pas untuk dijadikan patokan pengenaan pajak restoran adalah omset sebesar Rp 25 juta per bulan bukan Rp 6 juta per bulan.

"PAD Palembangdi di tahun 2020 adalah sebesar Rp 1,8 T dimana 81 persennya atau sekitar Rp 1,5 T berasal dari pajak daerah. Sedangkan 3,44 persen atau sebesar 63 miliar berasal dari ekkayaan yang dipisahkan atau BUMD," kata dia.

Menurut dia dominannya pajak daerah sebetulnya masih wajar.

Namun yang perlu sama-sama pihaknya perhatikan bahwa porsi BUMD yang sangat kecil.

Jangan sampai pemerintah kota jago memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya untuk mengumpulkan pundi-pundi penerimaan dari masyarakat tapi tidak jago menjalankan bisnis atau usaha.

Kisah Seorang Driver Ojol saat Ditanyai Anaknya Mengapa tak Punya Mobil, Jawabannya Sangat Bijak!

 

Evakuasi Truk Peti Kemas Memakan Separuh Jalan, Lalu Lintas di Depan SPBU Poligon Padat

Sebelumnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2018 tentang pajak daerah yang mengatur rumah makan atau restoran dengan beromset 3 juta per bulan.

Kanera limit batas pengenakan terlalu kecil sehingga pemerintah bersama pihak legislatif sepakat untuk melakukan revisi.

Menurut Nora, Kasubbid Pengkajian Potensi Pajak Daerah mengatakan, saat ini revisi perda masih dalam tahap rapat, karena masih ada beberapa poin revisi yang belum final.

"Ada beberapa poin, tapi karena belum final, jadi tidak mengekspos hal tersebut, setelah dari sana baru dilihat lagi, karena sampai menjadi perda perlu melalui beberapa tahapan," ujarnya.

Mengenai poin jumlah besar pajak yang dikenakan belum dapat dijabarkan karena masih proses revisi, sedangkan proses revisi tersebut dapat berlangsung tanpa dapat diprediksi berapa lama waktunya.

"Mungkin bisa sampai akhir tahun, kita maunya juga cepat tapi karena harus teliti jadi kita hati-hati," ujarnya.

Tahapan setelah evaluasi DPRD akan ada evaluasi dari Kementeriannya Dalam Negeri dan kementerian Keuangan, setelah itu kembali ke pemerintah provinsi dan kota.

Selain itu pertimbangan revisi tersebut berdasarkan kondisi ekonomi masyarakat dan masukan dari beberapa elemen masyarakat untuk melihat data dan potensi Perda ini dapat dijalankan.

Kemungkinan ada revisi, angkanya belum final, pertimbangan berdasarkan kondisi ekonomi dan keadaan masyarakat saat ini, data dan potensi perda ini

"Kita tetap berkoordinasi dengan pihak terkait," ujarnya.

 (Penulis : Wartawan Sripoku.com Maya Citra Rosa)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved