Taruhan Nyawa, Ternyata Ini Alasan Jasad Pendaki di Gunung Everest Dibiarkan & Tak akan Dievakuasi!

TERNYATA Ini Alasan Jasad Pendaki di Gunung Everest Dibiarkan & Tak akan Dievakuasi, Taruhan Nyawa!

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata

Taruhan Nyawa, Ternyata Ini Alasan Jasad Pendaki di Gunung Everest Dibiarkan & Tak akan Dievakuasi!

SRIPOKU.COM - Para pecinta hiking dan memiliki hobi mendaki gunung pasti tahu bahwa puncak tertinggi di dunia adalah Puncak Gunung Everest.

Benar saja tempat ini kerap disebut sebagai titik tertinggi yang paling dekat dengan langit.

Suhunya yang sangat dingin dengan persediaan oksigen yang terbatas disertai cuaca yang ekstrim juga telah merenggut nyawa ratusan orang yang berusaha menaklukkannya.

Bak meminta tumbal, kematian hampir setiap tahun terjadi di lokasi gunung ini.

Bagi mereka yang mengalah pada kekuatan Everest dan wafat di tempat ini tidak akan ada tim SAR yang akan menyelamatkan dan membantu proses evakuasi.

Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor dan alasan berikut ini.

Berikut ulasan selengkapnya dilansir Sripoku.com melalui kanal Youtube Top Time.

Peti Jenazah Dimasukan ke Kuburan, Pelayat Temukan Benda Aneh, Ini Penampakannya, Bikin Merinding!

1. Biaya mahal pengambilan jenazah

Gunung Everest.
Gunung Everest. (YouTube)

Dalam sejarah pendaki Indonesia, hanya terdapat lima orang saja yang berhasil menaklukkan puncak tertinggi dunia tersebut.

Dua diantaranya adalah Fransiska Dimitri Inkirawang (Didi) dan Matilda Dwilestari yang sampai di puncak pada 17 Mei 2018 lalu.

Keduanya merupakan mahasiswa dari Universitas Kristen Parahiyangan Bandung.

Menurut Didi dan Matilda, mereka juga sempat menjumpai jasad abadi yang sudah menjadi es ditengah perjalanan mereka.

Salah satu alasan mengapa jasad tersebut tidak diambil adalah biaya pengambilan yang sama mahalnya dengan biaya naik gunung yaitu sekitar Rp 1 Miliar.

Dengan begitu, pihak keluarga hanya bisa merelakan orang yang disayangi membeku selamanya di puncak Everest.

Inilah Satu-satunya Manusia yang Pernah Terhantam Meteorit, Awalnya Lebam Hingga Alami Hal Mematikan

2. Menyelamatkan sama saja dengan bunuh diri secara perlahan

Helikopter mendarat di puncak Everest untuk menjemput pendaki yang terjebak di puncak gunung tertinggi sedunia itu.
Helikopter mendarat di puncak Everest untuk menjemput pendaki yang terjebak di puncak gunung tertinggi sedunia itu. (asiaone.com/AFP)

Ada banyak penyebab yang membuat para pendaki tewas di tempat tentunya.

Medan yang licin dan juga sulit, faktor kelelahan serta yang paling banyak adalah tidak kuat menghadapi cuaca yang super dingin atau Hipotermia.

Puncak Everest berada pada ketinggian 8.848 Mdpl, sedangkan pada ketinggian 8 ribu meter saja zona tersebut sudah dinamakan dead zone atau zona kematian.

Hal ini dikarenakan minimnya pasokan oksigen dan para pendaki sendiri harus membawa dua tabung demi mmebantu mereka untuk bernafas.

Tidah hanya itu saja, Didi dam Matilda mengatakan bahwa pakaian berlapis yang digunakan oleh para pendaki sangat berat , sehingga memberikan pertolongan pada orang lain adalah hal yang sangat mustahil, kecuali jika memang pasrah dan berniat mengantar nyawa bersama di Everest.

Panduan Cara Sholat Jamak dan Qashar, Niat Bahasa Arab, Latin & Arti, Serta Alasan Diperbolehkan

3. Pendaki akan dibiarkan sekarat dan meninggal dengan mengenaskan

Jasad Pendaki di Gunung Everest.
Jasad Pendaki di Gunung Everest. (http://travel.tribunnews.com/)

Pendaki yang datang ke Everest bisa disebut sebagai manusia yang punya nyali sangat besar dan sudah siap dengan menghadapi resiko kematian.

Bisa saja mereka datang dengan rombongan, namun saat sudah tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan maka rekan-rekan satu rombongan harus meninggalkan orang tersebut.

Ini bukan masalah tega atau tidak berprikemanusiaan, tetapi selain beresiko pada si penolong, orang yang sudah lemah jua akan lebih tersiksa jika harus dipaksa bergerak.

Jika mereka mengalami insiden yang tidak diinginkan, maka di tempat yang sangat dingin organ tubuh tidak akan mampu bekerja secara normal kembali.

Dengan demikian, hampir dapat dipastikan mereka akan kian melemah hingga akhirnya meninggal dunia.

10 Foto Ini Buktikan Ganasnya Tantangan Mendaki Gunung Everest, Berani Coba?

4. Menjadi penunjuk jalan dan ukuran ketinggian untuk pendaki lain

Para korban tewas di Gunung Everest.
Para korban tewas di Gunung Everest. (imgur)

Hingga saat ini terdapat ratusan nyawa yang gugu di Everest dan salah satu yang cukup tersohor adalah yang dikenal dengan The Green Boots.

Ini adalah sebutan untuk seorang pendaki yang wafat di dead zone dan diketahui menggunakan sepatu boots berwarna hijau.

Meski menyedihkan, namun ternyata ada gunanya juga jasad yang dibiarkan begitu saja, mereka bisa menjadi penunjuk jalan untuk para pendaki di masa depan.

Karena kebanyakkan pendaki wafat pada zona kematian, maka green boots menjadi penanda bahwa sebentar lagi para pendaki akan mencapai puncak gunung.

Setiap pendaki pada umumnya membawa catatan sebagai bukti dokumentasi perjalanan mereka.

Jadi, jika mereka tewas di tengah perjalanan, maka catatan yang mereka buat yang mungkin saja bisa merupakan pesan kepada keluarga akan dibawa oleh para sahabat dan disampaikan kepada keluarga.

BEREDAR Foto Saf Sholat di Masjid Kementerian BUMN Sesuai Jabatan, Ini Tanggapannya Setelah Viral!

Mengapa Gunung Everest Sangat Mematikan?

Puncak Everest merupakan impian bagi hampir semua pendaki.

Tapi bukan hal yang mudah untuk menakhlukkan puncak tertinggi di dunia ini.

Sejak musim pendakian resmi dibuka April lalu, Puncak Everest sudah memakan korban pertamanya.

Empat orang pendaki dan seorang porter tewas dalam ekpedisi menuju puncak setinggi 8.850 meter dari permukaan laut.

Diantara banyak sebab kematian, seperti longsor dan bencana lain, penyakit ketinggian diduga menjadi sebab kematian utama para pendaki Everest.

Di Everest, penyakit tersebut bisa muncul ketika seseorang mencapai ketinggian sekitar 2.440 meter.

Jika pendaki tetap berada di bawah ketinggian 3.600 meter, biasanya penyakit ketinggian tak berkembang lebih buruk.

Menurut Badan Kesehatan Nasional Inggris, seseorang yang terkena penyakit ketinggian akan menunjukkan beberapa gejala antara lain sakit kepala, kelelahan dan pusing seperti dikutip pada Kompas.com.

Jika tidak segera mendapat bantuan medis, penyakit ini bisa jadi lebih parah dan mengakibatkan seseorang kesulitan berjalan, sesak napas, batuk cair berwarna merah mudah dan berbusa, kebingungan, hingga kehilangan kesadaran.

Eric Weiss, profesor bidang kesehatan darurat Univeritas Stanford menggambarkan, saat berada di Base Camp Khumbu Glacier di ketinggian 5400 meter, kadar oksigen hanya sekitar 50 persen dari kondisi normal.

Oksigen akan terus menurun hingga sepertiganya saat berada di puncak Everest yang memiliki ketinggian 8.850 meter di atas permukaan laut.

Semakin tinggi, tekanan udara semakin rendah. Tekanan udara yang rendah tersebut membuat oksigen lebih menyebar sehingga lebih sedikit.

"Pengurangan tekanan udara dan oksigen yang berarti punya efek merugikan pada otak dan tubuh," jelas Weiss seperti dikutip Foxnews, Rabu (1/6/2016) lalu.

Penurunan tekanan udara dan oksigen yang memicu penyakit ketinggian akan menyebabkan terjadinya penumpukan cairan di otak atau paru-paru atau keduanya sekaligus.

Penumpukan cairan di otak akan mengakibatkan seseorang kehilangan koordinasi. Hal ini akan menyebabkan koma bahkan kematian.

Sementara itu, penumpukan cairan pada paru-paru yang akan mengakibatkan seseorang kesulitan bernapas, efeknya sama seperti tenggelam. Akhirnya, seseorang bisa meninggal dunia.

Pada para calon pendaki, Weiss menyarankan, bila sudah mengalami penyakit ketinggian ringan pada ketinggian sekitar 2.400 meter, pendaki menunda dahulu perjalanan, bertahan selama 24-48 jam.

Jika kondisi tak menjadi lebih baik, Badan Kesehatan Inggris menyarankan pada pendaki untuk turun hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.

Saat kondisi sudah tak memungkinan untuk melanjutkan perjalanan, yang sering terjadi, orang justru menolak untuk turun ke bawah karena mereka berpikir puncak sudah cukup dekat dan mereka harus melanjutkannya. Nyatanya justru berujung kematian.

Jasad Pendaki di Gunung Everest Dibiarkan dan Tidak akan Dievakuasi, Ternyata Ini Alasannya!

Yuk follow Instagram Sriwijaya Post

Serta sukai fanspage Sriwijaya Post

Jangan lupa juga subscribe Youtube Channel SripokuTV

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved