Qassem Soleimani, Jenderal Iran Jadi Target Rudal AS, Iran Siapkan 13 Skenario 'Balas Dendam' ke AS

Qassem Soleimani, Jenderal Iran Jadi Target Rudal AS, Iran Siapkan 13 Skenario 'Balas Dendam' ke AS

Editor: Fadhila Rahma

Qassem Soleimani, Jenderal Iran Jadi Target Rudal AS, Iran Pertimbangkan 13 Skenario 'Balas Dendam'

SRIPOKU.COM - Serangan udara Amerika Serikat di Bandara Internasional Baghdad pada Jumat (3/1/2019) dini hari waktu setempat mendapat sorotan dunia.

Pasalnya, target serangan rudal atas arahan langsung dari Presiden AS Donald Trump tersebut adalah jenderal ternama Iran, Qasem Soleimani.

Serangan ini pun banyak mendapat reaksi dunia, tak terkecuali warganet Indonesia.

Untuk menggambarkan ketegangan antara AS-Iran setelah serangan itu, kata " World War 3" dan tagar WWIII menggema di media sosial Twitter.

Hingga saat ini, kata "World War 3" telah diperbincangkan sebanyak 95,5 ribu kali twit dan 442 ribu twit untuk kata tagar WWIII.

Lantas, siapa sebenarnya Jenderal Qasem Soleimani ini?

Dilansir dari Aljazeera, Qasem dilahirkan di Kota Qom pada tahun 1957.

Qasem diketahui dari keluarga petani yang miskin.

Tak memiliki bekal pendidikan tinggi, Qasem bekerja sebagai tukang bangunan untuk membantu kebutuhan keluarganya.

Setelah Revolusi Islam 1979 yang berhasil menjatuhkan rezim Reza Pahlevi, Qasem masuk ke dalam Pasukan Garda Revolusi Iran pada awal 1980.

Perang Teluk I (1980-1988) melawan Irak menjadi debut Qasem di Pasukan Garda Revolusi.

Dalam pertempuran itu, Qasem berperan sebagai salah satu komandan divisi pasukan yang bermarkas di Provinsi Kerman, Iran.

Setelah perang usai, ia mendapat tugas untuk memberantas peredaran narkoba di wilayah perbatasan Iran-Afganistan.

Sukses mengemban tanggung jawab itu, nama Qasem mulai disegani di kalangan pasukan.

Aksi Revolusi

Foto yang dirilis situs kantor Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada 4 Juni 2019 memperlihatkan Mayor Jenderal Qasem Soleimani (tengah), komandan Pasukan Quds, cabang Garda Revolusi Iran, ketika hadir dalam peringatan 30 tahun kematian pendiri negara itu, Ayatollah Rohullah Khomeini.(AFP/IRANIAN SUPREME LEADERS WEBSITE/HO)
Foto yang dirilis situs kantor Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada 4 Juni 2019 memperlihatkan Mayor Jenderal Qasem Soleimani (tengah), komandan Pasukan Quds, cabang Garda Revolusi Iran, ketika hadir dalam peringatan 30 tahun kematian pendiri negara itu, Ayatollah Rohullah Khomeini.(AFP/IRANIAN SUPREME LEADERS WEBSITE/HO) 

Pada 1998, ia ditunjuk menjadi komandan pasukan al-Quds, salah satu divisi di Pasukan Garda Revolusi yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial Iran.

Karena posisi itu, ia banyak terjun dalam urusan intelijen Iran.

Qasem sukses menghentikan pertempuran antara pasukan Irak dan Jaisy al-Mahdi, milisi Syiah yang dibentuk oleh Imam Muqtada al-Sadr pada tahun 2008.

Pada tahun 2011, pamor Qasem semakin kuat di tubuh Pasukan Garda Revolusi Iran hingga diangkat sebagai jenderal.

Berada di belakang Bashar al-Assad, Qasem berperan penting dalam membantunya untuk mencegah aksi revolusi di Suriah semakin meluas.

Ia juga turut serta dalam menghalau para milisi pemberontak di Aleppo dan ISIS pada 2014 hingga akhir 2016.

Peran besar Qasem Solaemani dalam Garda Revolusi Iran menempatkan posisinya sebagai salah satu orang kepercayaan Ayatollah Ali Khamenei.

Bahkan, surat kabar ar-Ra'yu menyebutnya sebagai "James Bond Iran" karena kepiawaiannya dalam meracik strategi militer.

Karier militernya yang dimulai di Irak kini harus berakhir di tempat sama, setelah menjadi target serangan militer AS.

Serangan itu terjadi tiga hari setelah massa pendukung Hashed menyerbu Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Iran Bersumpah Balas Dendam

Sejumlah pejabat Iran, termasuk pemimpin tertingginya, bersumpah balas dendam setelah jenderal top mereka tewas diserang AS.

Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang merupakan sayap Garda Revolusi, terbunuh di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Dia tewas bersama wakil kepala organisasi paramiliter Irak Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, dalam rentetan serangan rudal.

Pentagon menyatakan, jenderal top Iran itu tewas dalam serangan berdasarkan "arahan" dari Presiden Donald Trump.

Dalam kicauan di akun Twitter, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mengumumkan tiga hari berkabung atas kematian Qasem Soleimani.

"Dia mati syahid setelah upayanya yang tidak kenal lelah selama bertahun-tahun," ucap Khamenei dilansir AFP Jumat (3/1/2020).

Khamenei menyatakan, dengan kehendak Tuhan, segala pekerjaan maupun langkah komandan 62 tahun itu tidak akan sia-sia.

" Balas dendam yang sangat menyakitkan menunggu para kriminal yang telah menumpahkan darah para martir itu di tangan mereka," ancamnya.

Khamenei menyatakan Soleimani adalah "wajah perlawanan dunia", dan dibunuh oleh negara "paling kejam yang ada di Bumi".

Pemimpin tertinggi itu mengklaim, segala pihak yang berseberangan dengan AS bakal siap untuk membalaskan kematian Soleimani.

"Kehilangan jenderal kami memang pahit. Namun meneruskan perjuangannya dan mencapai kemenangan bakal membuat para penjahat getir," janjinya.

Senada dengan Khamenei, Presiden Hassan Rouhani menyatakan, kematian Soleimani yang disebutnya "syahid" telah menghancurkan negara di Timur Tengah.

"Tidak diragukan lagi Bangsa Iran yang besar dan negara bebas lain bakal balas dendam atas kejahatan ini," tegasnya.

Sementara Menteri Pertahanan Amir Hatami, yang juga komandan Pasukan Quds, berjanji pembalasan yang datang bakal "mengerikan".

"Kami akan menuntut pembalasan dari mereka yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pembunuhannya," janjinya dikutip Sky News.

Soleimani dan Muhandis tewas bersama enam orang lainnya, ketika konvoi kendaraan mereka diserang oleh rentetan rudal.

Pentagon mengumumkan, mereka memang menggelar serangan yang membunuh Soleimani "atas arahan" dari Presiden Donald Trump.

"Atas arahan presiden, militer AS menggunakan tindakan penting dengan membunuh Qasem Soleimani, Kepala Pasukan Quds," ujar Pentagon.

Pentagon menyatakan, perwira berpangkat Mayor Jenderal itu secara aktif merencanakan serangan terhadap diplomat maupun militer AS di Timur Tengah.

"Jenderal Soleimani dan Pasukan Quds bertanggung jawab atas kematian ratusan warga AS maupun koalisi, serta ribuan orang yang terluka," jelas Pentagon.

Washington menjelaskan, perwira tinggi berusia 62 tahun itu mendalangi serangan terhadap markas mereka di Irak.

Termasuk, serangan roket yang menewaskan seorang kontraktor sipil AS di wilayah Kirkuk pada Jumat pekan lalu (27/12/2019).

"Amerika Serikat akan terus melanjutkan segala tindakan untuk melindungi warga dan kepentingan kami di mana pun mereka berada," tegas Pentagon.

Sementara Presiden Donald Trump merilis gambar bendera AS dalam kicauannya di Twitter menyusul kematian komandan top Iran itu.

Serangan itu terjadi tiga hari setelah massa yang merupakan pendukung Hashed menyerbut Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Aksi protes berujung kerusuhan tersebut terjadi setelah Pentagon menggelar serangan udara yang menewaskan 25 orang anggota Hashed.

Serangan yang terjadi Minggu (29/12/2019) itu disebut Washington merupakan balasan atas serangan roket yang menewaskan kontraktor sipil itu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jadi Target Rudal AS, Siapa Jenderal Qasem Soleimani?"

Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh

Iran Pertimbangkan 13 Skenario Balas Dendam

 Iran disebut mempertimbangkan "13 skenario balas dendam" setelah Jenderal Qasem Soleimani tewas diserang AS.

Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Ali Shamkhani, seperti diwartakan Al Jazeera Selasa (7/1/2020).

"AS harus tahu bahwa hingga saat ini, 13 skenario balas dendam telah dibahas dalam pertemuan di dewan," ujar Shamkhani.

 

Dia mengklaim, plot paling kecil yang nantinya disetujui dewan dan dieksekusi Iran bakal mendatangkan bencana bagi AS.

Pada Selasa, massa dalam jumlah besar berkumpul di Kerman, kota kelahiran Jenderal Qasem Soleimani, untuk mengikuti proses pemakamannya.

Komandan Garda Revolusi Hossein Salami dikutip AFP menyatakan, kepala Pasukan Quds itu dibunuh AS secara tidak adil.

Dalam prosesi itu, Salami menuturkan bahwa proses untuk "mengusir Washington dari kawasan Timur Tengah" telah dimulai.

"Prinsip kami tegas. Kami akan memberi tahu musuh kami jika mereka menyerang lagi, kami akan menghancurkan apa yang mereka sayangi," ancamnya.

Murid-murid sekolah ikut dalam massa tersebut, dan meneriakkan yel-yel "Matilah Amerika" sepanjang proses pemakaman.

Salah satu pelayat menyatakan, Soleimani dicintai tak hanya di Iran.

Namun juga dunia, dan menjaga keamanan dunia Muslim, terutama Iran.

Pelayat bernama Sara Khaksar itu berujar, tewasnya jenderal 62 tahun itu telah "memanaskan darah orang-orang Iran".

"Beliau adalah pria hebat yang selalu siap membela baik saat perang atau pun tidak. Jadi, kematiannya harus dibalaskan," ujar remaja 18 tahun itu.

Qasem Soleimani tewas bersama wakil pemimpin kelompok milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, Jumat pekan lalu (3/1/2020).

Soleimani dan Muhandis tewas ketika konvoi mobil yang mereka tumpangi dihantam rudal, di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

AS melalui Pentagon mengakui, mereka bertanggung jawab dalam kematian Soleimani.

Mereka berkilah, Soleimani dibunuh karena merencanakan menyerang warga AS.

Sementara Presiden Donald Trump menegaskan AS tidak akan pandang bulu dalam menyerang Teheran jika mendapat balasan.

Presiden 73 tahun itu merinci ada 52 target yang disasar, termasuk di antaranya adalah situs kebudayaan.

Ancaman Trump tersebut menuai kecaman baik dari oposisi Demokrat maupun UNESCO, yang menekankan situs kebudayaan tidak boleh diserang.

Imbas dari serangan yang menewaskan Soleimani, Parlemen Irak bersikap dan mengeluarkan resolusi agar pasukan AS dan sekutunya diusir.

Putri Jenderal Iran kepada Trump: Hari yang Kelam Bakal Tiba"

Putri jenderal Iran, Qasem Soleimani, memberi peringatan kepada Presiden AS Donald Trump setelah ayahnya tewas.

Soleimani tewas bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, pada Jumat pekan lalu (3/1/2020).

Komandan Pasukan Quds itu tewas setelah konvoi mobil yang ditumpanginya dihantam empat rudal dari drone MQ-9 Reaper milik AS.

Sejumlah pemimpin senior Iran, termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, hadir dalam prosesi pemakaman Qasem Soleimani.

Putri Soleimani, Zaenab menyatakan, AS dan sekutunya di Timur Tengah, Israel, bakal mendapatkan pembalasan.

"Hei Trump gila, jangan pikir segalanya bakal berakhir dengan mati syahidnya ayah saya," koar Zaenab dilansir Sky News Senin (6/1/2020).

Berbicara di Universitas Teheran, Zaenab mengatakan, "rencana jahat" Trump adalah memisahkan Iran dan Irak melalui pembunuhan Soleimani.

Namun seperti dilansir CNN, putri jenderal 62 tahun itu menyebut, rencana dari presiden Partai Republik tersebut telah gagal.

Zaenab menuturkan, upaya Trump malah akan menyatukan dua negara karena didasarkan pada kebencian terhadap negara yang sama, AS.

"Hai Trump yang gila, engkau adalah simbol kebodohan dan boneka yang tengah dimainkan Zionis internasional," ujarnya.

"Kematian ayah saya hanya akan membangkitkan perlawanan di garis depan, dengan hari yang kelam bakal menimpa AS," ancamnya.

Pengganti Soleimani di Pasukan Quds, Esmail Ghaani, sudah menyatakan dia akan "menyingkirkan AS dari kawasan itu".

"Tuhan Yang Mahakuasa sudah menjanjikan balasan atas kematiannya. Tuhan akan membalaskannya. Kami akan bersikap," kata Ghaani.

Diyakini, Ghaani akan meneruskan kepemimpinan Qasem Soleimani dalam memperluas operasi militer Iran di Timur Tengah.

Sebelum tewas dihantam rudal, Soleimani dimonitor serius oleh AS, dan bertanggung jawab atas serangan terhadap AS dalam dua dekade terakhir.

Sementara Trump sudah menjawab, jika saja Teheran membalas, maka Washington bakal membalas dengan "cara yang berantakan".

"Target itu, atau bahkan Iran sendiri, BAKAL DIHANTAM SANGAT CEPAT DAN KERAS. AS tidak ingin diancam lagi!" tegasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenderal Qasem Soleimani Tewas Diserang AS, Iran Pertimbangkan 13 "Skenario Balas Dendam"

 
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved