Kapal China Tidak Takut, Tetap Bertahan Curi Ikan di Laut Natuna

Mereka masih bertahan di Laut Natuna melakukan penangkapan ikan di wilayah tersebut.

Editor: Soegeng Haryadi
TRIBUNNEWS.COM
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Margono, S.E., M.M. memimpin apel gelar pasukan intensitas operasi rutin TNI dalam pengamanan laut Natuna di Paslabuh, Selat Lampa, Ranai, Natuna, Jumat (3/1/2020). TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI 

JAKARTA, SRIPO -- Meski TNI mulai menjalankan Operasi Siaga Tempur di Laut Natuna, kapal-kapal nelayan China ternyata sama sekali tidak takut. Mereka masih bertahan di Laut Natuna melakukan penangkapan ikan di wilayah tersebut. Kapal nelayan China itu bahkan dikawal oleh kapal Coast Guard (penjaga pantai) China.

“Dari pantauan terakhir pukul 17.00 WIB, dahsboard pusat pengendalian operasinya Bakamla memantau masih ada lima Coast Guard China yang berada di perairan Natuna. Tapi dari lima Coast Guard itu hanya dua yang berada di garis yurisdiksi (ZEE) Indonesia. Yang tiga berada di luar,” kata Direktur Operasi Laut Bakamla RI, Laksamana Pertama Nursyawal Embun kepada Tribun, Minggu (5/1).

Selain kapal Coast Guard China, juga ada beberapa kapal ikan China yang terpantau berada di wilayah perairan Natuna. “Mereka didampingi dua kapal penjaga pantai dan satu kapal pengawas perikanan China,” kata Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI, Laksamana Madya TNI Yudo Margono dalam konferensi pers di Pangkalan Udara TNI AL di Tanjungpinang, Kepri, Minggu (5/1). Menurut Yudo, kapal-kapal China tersebut bersikukuh mereka melakukan penangkapan ikan secara legal sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.

TNI sendiri mulai menjalankan Operasi Siaga Tempur di Laut Natuna sejak Jumat (3/1). Operasi ini dipimpin langsung oleh Yudo sebagai Pangkogabwilhan I. Dalam operasi ini TNI mengerahkan 600 personel, terdiri dari 1 Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapati, 1 Kompi Gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai, dua KRI yakni KRI Teuku Umar 385 dan KRI Tjiptadi 381, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta 1 Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).

“Kami juga gencar berkomunikasi secara aktif dengan kapal penjaga pantai China agar dengan sendirinya segera meninggalkan perairan tersebut,” kata Yudo.

Yudo mengatakan, Operasi Siaga Tempur ini tidak memiliki batas waktu dan akan digelar sampai kapal-kapal China betul-betul angkat kaki dari wilayah maritim Indonesia. “Fokus kami sekarang adalah menambah kekuatan TNI di sana. Besok akan kami gerakkan empat unsur KRI lagi untuk mengusir kapal-kapal itu,” katanya.

Sampai saat ini tindakan yang dilakukan TNI masih bersifat persuasif, yakni dengan memperingatkan kapal-kapal China bahwa mereka sudah menerobos sekaligus menangkap ikan secara ilegal di Laut Natuna. “TNI mengedepankan upaya damai dalam menangani persoalan ini,” ujar Yudo.

Berdasarkan pantauan TNI, saat ini yang terdeteksi memasuki Laut Natuna hanyalah kapal nelayan China. Kapal nelayan dari negara lain seperti Vietnam tidak berani lagi masuk ke zona tersebut. “Kapal nelayan Vietnam sudah banyak kami tangkap, jadi mereka tidak berani lagi,” kata Yudo.

Di sisi lain Yudo mengatakan hubungan strategis yang sudah terjalin baik antara Indonesia dengan China harus tetap dipertahankan. “Jangan ada oknum-oknum yang memperkeruh suasana hubungan strategis kedua negara. Jangan sampai memancing situasi menjadi memanas di perairan Indonesia. Kapal-kapal tersebut sudah mengakui bahwa Laut Natuna merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia,” ujar mantan Pangarmada I itu.

Yudo menjelaskan, kapal Coast Guard yang berada di Laut Natuna adalah perwakilan dari pemerintah China. Mereka sudah diberikan pemahaman terkait keberadaan mereka (kapal) di perairan Natuna. “Kapal pemerintah Tiongkok yang sebenarnya sudah mengetahui aturan internasional dan sudah mengetahui kebijakan pemerintah Indonesia,” tambah dia.

Yudo juga meminta nelayan di Natuna tak takut melaut, sebab TNI dan Bakamla akan menjaga keamanan di Laut Natuna. “Nelayan Indonesia di perairan Natuna tidak usah resah dan terganggu atas situasi dan kondisi serta keberadaan Coast Guard dan kapal asing tersebut. Keamanan laut merupakan tugas dari TNI. Saat ini sudah tindaklanjuti oleh adanya patroli Kapal Perang Indonesia (KRI) di perairan Natuna yang menjaga wilayah kedaulatan Indonesia,” ucap dia.

Polemik laut Natuna bermula ketika China dianggap mengklaim sepihak atas laut Natuna Utara melalui Nine Dash-Line yang dikeluarkan negara itu. Melalui peta itu, China mengklaim Laut Natuna Utara sebagai bagian dari wilayahnya baik darat maupun perairan. Pada Desember 2019, kapal penjaga laut China muncul di perbatasan perairan Natuna Utara. Posisi mereka belakangan diketahui masuk wilayah zona ekonomi eksekutif (EEZ) Indonesia secara ilegal.

Meski TNI telah bersiaga di sana, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menanggapi polemik di laut Natuna itu dengan tenang. Prabowo mengatakan, Pemerintah Indonesia sudah memiliki sikap terkait hal ini. Ia juga memastikan akan ada solusi yang baik untuk diambil terkait tindakan China tersebut. “Kita cool saja. Kita santai kok,” ucap Prabowo kepada wartawan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1).

Prabowo juga mengatakan, topik laut Natuna Utara ini menjadi salah satu bahan pembicaraanya bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menyebut, pemerintah akan menyelesaikan ini dengan baik-baik. Soal kemungkinan menambah pasukan di area itu, Prabowo belum dapat memastikannya. “Kita selesaikan dengan baik. Bagaimana pun China negara sahabat,” ucap Prabowo.

Tak hanya Prabowo yang menanggapi santai, Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan juga meminta perkara ini tak perlu dibesar-besarkan. Luhut mengatakan, Indonesia memang tidak pernah mengakui klaim China. Hanya saja, ia menyebut bila China hanya sekadar lewat di laut itu, pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Namun, bila ada aktivitas ekonomi seperti menangkap ikan, ia memastikan hal itu tak boleh dilakukan tanpa seizin Indonesia. “Kita tidak pernah mengakui klaim itu. Itu sederhana kok, enggak usah terlalu diributkan,” ucap Luhut.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved