Antisipasi Banjir

Antisipasi Banjir Palembang yang Berpotensi Mirip Jakarta

Sebagaimana diberitakan secara meluas oleh media massa termasuk harian ini, banjir di Jabodetabek 1 Januari 2020 lalu sangat ekstrim.

Editor: Salman Rasyidin
ist
Prof Dr Supli Effendi Rahim, M.Sc. 

Antisipasi Banjir Palembang yang Berpotensi Mirip Jakarta

Oleh: Prof Dr  Supli Effendi Rahim, M.Sc.

Ketua prodi PPSKM STIK Bina Husada dan ketua P-TALI Sumsel

Sebagaimana diberitakan secara meluas oleh media massa termasuk harian ini, banjir di Jakarta

Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) 1 Januari 2020 lalu sangat ekstrim.

Para ahli cen­de­rung bersepakat bahwa kejadian ini terburuk sejak kejadian banjir pada dekade lalu.

Salah satu penyebab banjir yang sangat terkenal di mana-mana adalah intensitas hujan dan jumlah hujan da­lam kurun waktu 24 jam.

Dalam kasus banjir di Jakarta pada malam tahun baru itu dilaporkan o­leh banyak media massa, curah hujan dalam 24 jam adalah 350 hingga 377 mm.

Jumlah ini di­teng­garai sekitar 3,5 kali dari kejadian banjir sebelumnya yang hanya 100 mm per 24 jam.

Tu­lis­an ini mencoba menggambarkan apakah banjir Jabodetabek potensial terjadi di Palembang.

Berdasarkan perhitungan oleh Rahim (2020) pada tulisan di Kompasiana yang berjudul "Tidak A­neh Jika Jakarta Selalu Banjir" bahwa dengan asumsi luas daerah tangkapan sungai Ciliwung dan anak-anaknya adalah 1 juta hektar.

Nilai catchment characteristic lahan mendekati angka sa­tu dan jumlah curah hujan per 24 jam maka jumlah debit banjir adalah lebih dari 10 ribu meter ku­bi per detik atau sebanyak 113 juta meter kubik per jam.

Jumlah sekencang dan sebanyak itu jika mengalir dari topografi yang melandai sampai terjam a­kan menyebabkan terbawanya apa saja yang dilalui air tersebut.

Tidak heran jika daerah-daerah ter­bawa arus seperti rumah, mobil dan motor.

Air dengan kecepatan seperti itu sangat keruh ka­re­na tingginya energi air limpasan yang mengalir ke laut tersebut.

Mengapa mereka berebut ke­lu­ar dan membawa energi yang besar karena air adalah massa yang berat dan mempunyai sifat su­ka mengangkut apa saja yang ditemui.

Persamaan Palembang dan Jakarta

Ada kemiripan antara Palembang dan Jakarta dalam sejumlah hal.

Pertama, Palembang dan Ja­kar­ta sama-sama dataran banjir sejumlah sungai dan anak-anaknya.

Sungai Musi, Komering dan Ogan adalah sungai utama yang mempengaruhi sifat banjir di Palembang sejak lama.

Sedangkan Ja­karta dipengaruhi oleh sungai Ciliwung dan sejumlah sungai lain yang mengalir ke Jakarta.

Kedua, Palembang dan Jakarta merupakan kota yang penataan ruang kotanya semerawut dengan ja­ringan drainase yang tidak memadai.

Ketiga, Palembang dan Jakarta sama-sama kota tua yang ti­dak terencana dengan baik.

Keempat, Palembang dan Jakarta sama-sama dipengaruhi pasang dan surut air laut.

Jika Palembang dipengaruhi pasang surut laut dari selat Bangka, Jakarta di­pe­nga­ruhi laut Jawa.

Kelima, Palembang dan Jakarta sama-sama punya sungai-sungai yang meng­alami penyempitan akibat pemukiman di bantaran sungai.

Adanya persamaan Jakarta dan Palembang seperti diterangkan sebelumnya menimbulkan ke­kha­wa­tiran banyak pihak bahwa banjir mirip tsunami yang terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Ta­nge­rang dan Bekasi itu akan terjadi di Palembang.

Hanya saja sepanjang sejarah banjir dengan ke­cepatan tinggi seperti itu belum pernah terjadi di Palembang.

Dalam sejarah banjir Palembang yang pernah terjadi adalah banjir dengan genangan yang tinggi  terjadi pada tahun 2003/2004 dan 2007/2008.

Pada kejadian banjir tersebut genangan yang ter­ja­di berlangsung dalam waktu yang lama yakni sekitar 7 hari dan menggenangi areal yang luas.

Di­perkirakan sepertiga wilayah kota Palembang yang berpenduduk hampir 2 juta jiwa meng­a­lam­i dampak negatif akibat genangan tersebut.

Dengan genangan yang lama dan luas tersebut korban kerusakan harta benda berupa perabot rumah dan lantai rumah terjadi kerusakan yang parah.

Kerusakan lantai rumah, kerusakan jalan dan rusaknya imej perumahan menyebabkan tu­runnya harga properti di suatu kawasan perumahan yang mengalami banjir terparah.

Lebih ce­laka lagi akibat sering kebanjiran banyak rumah yang ditinggal kosong oleh pemiliknya.

Perbedaan antara Palembang dan Jakarta

Meskipun terdapat banyak persamaan antara Palembang dan Jakarta tetapi ada perbedaan yang bi­sa menyebabkan berbedanya magnitude dan sifat banjir yang terjadi pada kedua kota tersebut.

Pertama, sungai-sungai di Jakarta mempunyai luas DAS lebih kecil dibanding DAS sungai-su­ngai di Palembang.

Kedua, Palembang jaraknya relatif jauh ke pantai dibanding Jakarta.

Pa­lem­bang berjarak 90 km dari selat Bangka, sementara Jakarta tanpa ada jarak dengan laut Jawa. 

Ke­tiga, hulu sungai sungai Jakarta sudah mempunyai peresapan yang sangat rendah dibanding hulu sungai sungai di Palembang.

Meskipun ada perbedaan antara Palembang dan Jakarta namun karena berita banjir Jakarta ter­publikasi dengan rinci di media massa dan media sosial maka ketakutan akan terjadinya banjir yang sama di Jakarta mau tidak mau akan menghantui masyarakat Palembang.

Penulis sering menyimak pembicaraan antara anggota masyarakat di banyak tempat tentang banjir Jakarta.

Ya­ng terbaru adalah pada waktu penulis menjadi Khotib di sebuah mesjid di kota Palembang dan di ke­rumunan warga sewaktu kumpul di rumah-rumah makan.

Pembicaraan mereka terfokus ke­pa­da kejadian banjir di Jakarta yang sangat ekstrim itu. Menurut mereka penyebab banjir yang eks­trim itu tidak lain adalah karena banyaknya beroperasi pusat kemaksiatan berupa cafe karaoke, pi­jat urut, warung remang-remang dan lain sebagainya.

Se­cara khusus Rahim (2020) di blog Kompasiana pada tulisan yang berjudul "Tidak Aneh Jika Ja­­karta Selalu Banjir" mengungkapkan bahwa banjir itu juga disebabkan oleh faktor yang non il­miah.

Menurut Rahim, banjir itu terjadi akibat murka Allah kepada para peraya malam tahun baru yang melalaikan shalat lima waktu bahwa meninggalkan shalat lima waktu.

Mengapa? Ka­rena menurut Rahim, kemaksiatan terbesar adalah banyak umat Islam yang  merobohkan tiang agama yakni shalat.

Jika shalat ditinggalkan maka Islam hancur.

Jika Islam hancur maka mudah bagi iblis menggoda yang bersangkutan untuk melakukan maksiat yang lain.

Jika kemaksiatan dila­kukan terang-terangan.

Banjir di Palembang Selama ini

Selama ini banjir di Palembang terjadi karena dua keadaan.

Pertama, banjir yang terjadi karena hu­jan lebat dan lama di suatu pemukiman yang dibangun di daerah rawa yang merupakan bagian ce­kungan terendah. 

Banjir di wilayah seperti ini makin parah apabila tidak segera direlokasi dan wila­yah pemukiman tersebut sebaiknya di konversi menjadi kolam retensi.

Kendala menja­di­kannya kolam retensi adalah mahalnya ganti rugi tanah dan bangunan.Kedua, banjir terjadi di wi­layah pemukiman yang dibangun lebih awal melalui usaha penimbunan.

Banjir di sini karena air hujan lebat yang berkumpul di titik titik terendah akibat penimbunan di perumahan terdekat jauh lebih tinggi.

Kondisi banjir semakin parah setiap tahunnya karena pembangunan perumahan di sekitarnya ma­kin tinggi dan makin tinggi.

Kedua, banjir di wilayah yang mengalami pasang naik dari sungai akibat didesak oleh pasang naik air laut.

Banjir akibat bertemunya air dari sungai dan air hujan dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan genangan yang relatif lama dan lebih luas wi­layah yang terkena genangan.

Bisakah Banjir Jakarta terjadi di Palembang?

Apapun bentuk banjir yang sudah disebutkan sebelumnya yang dapat terjadi di Palembang de­ngan izin Allah tidak akan terjadi seperti banjir Jakarta baru baru ini.

Mengapa? Banjir di Jakarta yang mirip tsunami itu kemungkinan besar tidak terjadi di Palembang.

Ada sejumlah alasan me­ngapa itu tidak terjadi. Pertama, wilayah Palembang tergolong luas dan air mengalir dengan ke­cepatan rendah walau genangan bisa sedang sampai tinggi.

Berapapun banyaknya air sungai yang melimpah ke pemukiman warga tidak akan melimpas dengan kecepatan tinggi seperti tsu­nami karena landainya topografi wilayah.

Sejarah sudah membuktikan bahwa banjir di Palembang tidak pernah dan dengan ijin Allah tidak a­kan pernah terjadi dengan kecepatan tinggi seperti tsunami sebagaimana dilaporkan oleh harian ini (3/1).

Menurut Sripo pada halaman pertama, banjir Jakarta yang terjadi pada malam tahun ba­ru 2020 menyebabkan hanyutnya banyak kendaraan di pemukiman penduduk tanpa bisa dihen­tikan karena derasnya arus banjir.

Hanya saja potensi genangan yang tinggi dan lama masih po­tensial terjadi di Palembang sebelum selesainya musim hujan tahun ini.

Ramalan BMKG bahwa hujan di Palembang dan sekitarnya termasuk di kebanyakan wilayah se­luruh tanah air masih akan berlangsung sampai awal Maret 2020.

Jika ini benar maka banjir de­ngan kondisi terburuk masih akan berpeluang terjadi Palembang.

Banjir di Palembang ini akan sa­ngat parah dalam bentuk genangan yang tinggi dan lama jika ada dua keadaan terjadi dalam waktu bersamaan.

Pertama, terjadi pasang naik air laut yang bertahan lama dan luas di laut selat Bang­ka. 

Jika air laut mengalami pasang naik dengan ketinggian 4 meter di atas muka laut yang normal ma­ka ratusan kilometer air di sungai-sungai Musi, Komering dan Ogan akan melimpas ke rawa dan pe­mukiman di kota Palembang dan kabupaten Banyuasin serta sebagian kabupaten Ogan Ilir.

Kedua, jika pada saat terjadi genangan air laut yang mendorong genangan air sungai sungai yang disebutkan sebelumnya terdapat banjir kiriman dari sungai Musi bagian hulu dan dari anak-anak Su­ngai Musi yang lain.

Genangan akibat pasang air laut belakangan ini sudah semakin sering terjadi yang dibuktikan o­leh tidak surutnya air sungai pada waktu surutnya air laut.

Masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan dihimbau untuk berdoa semoga kejadian banjir tinggi dalam waktu yang lama tidak terjadi di Palembang dan sekitarnya. 

Masyarkat juga dihimbau untuk  mengambil sikap waspada supaya bersiap-siap menghadapi genangan dalam dan lama akibat bertemunya pasang naik dari air laut dan banjir kiriman dari hulu sungai.

Kepada masyarakat diharapkan tidak menyimpan dokumen dan surat-surat penting pada tempat penyimpanan yang rendah.

Tapi simpanlah di tempat yang tinggi dan pada lantai dua jika ada. 

Ba­­gi yang ingin membuat sistem panen hujan di lahan, rumah, gedung,  ruko, pasar dan kantor di­himbau untuk segera dilakukan.

Sistem panen hujan yang dimaksud adalah membuat tangki pe­nampungan air, membuat sumur resapan, membuat kolam ikan, membuat embung, membuat kolam renang dan membuat biopori.

Gotong royong warga masyarakat perlu digalakkan untuk membersihkan got saluran air, kolam re­tensi,  kanal, anak sungai, parit dan sungai.

Semua pihak mesti dilibatkan untuk menghadapi ke­mungkinan terburuk.

Pemerintah dan tokoh masyarakat hendaknya melakukan latihan untuk tanggap darurat dalam upaya menghadapi banjir yang suatu saat terjadi di daerah kita.

Semoga tidak terjadi. Jika terjadi kita sudah siap.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved