Penghapusan UN di Mata Guru, Standar Kelulusan Rancu
Dengan adanya Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), tenaga pendidik juga dituntut dapat memiliki kemampuan mumpuni.
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Soegeng Haryadi
PALEMBANG, SRIPO -- Wacana akan dihapuskan Ujian Nasional (UN) ditanggapi beragam oleh insan pendidikan di Palembang. Ada yang mendukung dan ada pula yang tidak setuju ujian akhir itu harus ditiadakan. Jika UN dihapuskan maka tenaga pendidik tidak memiliki nilai standar dalam menentukan kelulusan seorang siswa.
Kepala Sekolah SMK N 5 Palembang, Zulfikri menilai UN harus tetap dilaksanakan. Lantaran ujian itu menjadi tolak ukur tenaga pendidik dan sekolah dalam keberhasilan mendidik para siswa.
Dengan adanya Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), tenaga pendidik juga dituntut dapat memiliki kemampuan mumpuni. Maka itu, Zulfikri menegaskan UN tidak perlu dihapuskan.
"Memang dari segi biaya cukup tinggi, tetapi itulah tolak ukurnya melalui ujian nasional," jelasnya.
Menurutnya, ujian nasional menjadi identitas sekolah dan menjadi tolak ukur sukses atau tidak tenaga pendidik dalam membentuk siswa berprestasi.
Selain penilaian keseharian siswa melalui kognitif, psikomotorik dan efektif. Ujian nasional menjadi penting sebagai ujung tombak tes siswa sebelum melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya.
"Yang perlu diperbaiki itu metode mengajarnya, bukan penghapusan UN. Karena UN ini merupakan tolok ukurnya sekolah," tegas Zulfikri.
Novi, salah seorang guru di Palembang mengaku secara pribadi ada hal yang patut dipertimbangkan sebelum kebijakan penghapusan UN itu diterapkan yakni soal standarisasi pencapaian siswa.
Dari sisi pendidikan di sekolah, jika UN dihapuskan maka tenaga pendidik tidak memiliki nilai standar dalam menentukan kelulusan seorang siswa.
Selain itu, penghapusan UN pun bisa berdampak negatif. Salah satunya adalah murid bisa jadi kehilangan motivasi belajar lantaran keberadaan ujian akhir yang ditiadakan.
"UN diadakan saja siswa kadang malas-malasan. Apalagi kalau dihapus. Pastinya penghapusan UN akan berdampak negatif," ungkap guru mata pelajaran matematika ini.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, Zulinto mengaku Ujian Nasional (UN) bukan menjadi tolak ukur kelulusan seorang siswa. Tetapi, ujian akhir ini hanya sebagai pemetaan kualitas pendidikan semata.
Hal terpenting dalam pelaksanaan pasca UN tersebut yang paling ditunggu adalah bagaimana integritas siswa setelah mengikuti ujian akhir.
"UN bukan jadi tolak ukur. Yang terpenting dari muara ujian ini bagaimana integritas siswa itu sendiri," ujarnya, Kamis (12/12).
Zulinto mengaku sampai saat ini belum berani memberikan komentar terkait setuju atau tidaknya ujian nasional ditiadakan. Terlebih, keputusan itu saat ini masih dalam pro dan kontra.
Ia menyebut, wakil presiden saja masih mengusulkan bahwa wacana penghapusan UN tersebut agar ditinjau ulang. Sebab, tidak mungkin begitu saja menimbulkan standarisasi ujian nasional begitu saja.
"Apakah kita begitu saja meninggalkan UN begitu saja dengan standarisasi nasionalnya," tegas Zulinto.
Terkait anggaran yang digunakan dalam ujian nasional, Zulinto mengaku untuk UN SD baru akan dianggarkan. Sementara untuk SMP itu kemarin masih ditentukan menjadi kewenangan provinsi Sumsel.
"Tahun ini ujian nasional SD baru akan kita anggarkan, SMP jadi kewenangan provinsi," ungkapnya.
Berbeda dengan Zulinto, Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Riza Fahlevi sangat mendukung kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tersebut.
Ia menegaskan, sangat mendukung penuh kebijakan tersebut. Pemprov Sumsel akan mensosialisasikan hal itu pada seluruh sekolah yang ada di Sumsel.
"Dihapusnya UN Ini kebijakan yang sangat baik, karena UN selama ini menjadi penopang lulus tidaknya siswa. Penghapusan UN ini pasti ada kajian yang sudah dilakukan dari Kemendikbud," ungkap Riza.
Menurutnya, UN seharusnya dianggap sebagai pemetaan kualitas dari pendidikan di Indonesia. Bukan menentukan kelulusan. Penentu kelulusan cukup melalui penilaian dari sekolah.
Riza menilai, wajar jika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan merdeka dalam belajar bagi guru dan siswa.
Terlebih, berdasar penilaian dan pengamatan selama ini, UN memiliki positif dan negatif. Dari hasil rakor dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, proses pembelajaran terhadap guru dan siswa dapat tercipta jika merdeka dalam belajar.
"Jika UN dijadikan penentu kelulusan, maka artinya hak guru dan siswa dirampok. Padahal standar lulus siswa itu dinilai dari karakter siswa dari awal hingga akhir masa sekolah," ujar Riza.
Senang Dihapus
Mega, salah seorang siswa kelas XI SMA Negeri di kota pempek menyambut bahagia akan dihapuskannya ujian nasional pada tahun 2021 mendatang. Dengan demikian, ia yang pada tahun depan naik kelas XII secara otomatis tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan ujian akhir.
"Kalau saya pribadi sangat setuju UN dihapuskan. Masa kita sekolah selama tiga tahun tolak ukur kelulusannya dari ujian akhir, itu tidak fair," katanya, Kamis (12/12).
Menurutnya, dalam pelaksanaan ujian nasional biasanya para siswa akan kelimpungan jelang memasuki masa ujian.
Belajar dari pengalamannya pada saat mengikuti ujian nasional pada saat SMP, gadis manis ini bersama teman-teman sekelasnya harus wara-wiri mencari referensi buku UN untuk belajar.
Sudah belajar ekstra keras dengan membaca buku-buku pelajaran, terkadang soal yang keluar dari hasil belajarnya sangat sedikit yang masuk dalam ujian nasional.
"Kita belajarnya kalang kabut, eh soal keluar sedikit. Penilaian itu kan bisa diukur dari penilaian sekolah bukan hanya dari UN," jelasnya.
Iqbal, murid kelas X SMA Negeri Palembang lainnya juga mengatakan hal serupa. Ia mengingat betapa padat jadwal belajarnya ketika masih duduk di SMP jelang menjalani UN.
Demi dapat lulus SMP, ia pun pada saat itu rela beli buku banyak dan mengikut Bimbingan Belajar (Bimbel) diluar sekolah hanya demi berharap lulus ujian akhir.
"Kami siswa harus bimbel lagi diluar sekolah demi lulus. Beli buku banyak banget dan harus dipelajari satu-satu. Semoga UN benar-benar dihapuskan," harapnya. (oca)