Menuju Tauhid Sejati
Dari Diri Sendiri , Menuju Tauhid Sejati
Manusia adalah makhluk yang paling mulia sekaligus paling unik bila dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah SWT lainnya.
Manusia tidak hanya melaksanakan amanat dalam hubungan dengan pengungkapan hubungan penghambaan terhadap Allah (teoetika) saja, tetapi terikat oleh amanat dalam hubungan dengan dirinya sendiri (psikoetika), dan juga amanat menjaga hubungan antarsesama manusia dan seluruh alam semesta (sosioetika).
Keseimbangan antara teoetika, psikoetika, dan sosioetika berpusat pada kesadaran teoetika sebagai kesadaran universal, yang diawali proses penyucian (takhalli), yaitu bergerak menuju penyucian hati dengan pelepasan sifat-sifat tercela dan kemudian menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji (tahalli), hingga memasuki perwujudan fitrah dari Allah yang dibawanya sejak lahir (tajalli).
Berdasarkan al-Quran dan hadis minimal ada empat cara yang dapat ditempuh dalam proses membangun kesadaran diri:
Pertama, muhasabah diri (introspeksi diri). Rasul SAW telah mengingatkan dalam sabdanya “sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan ringan hanya bagi orang yang senantiasa muhasabah diri saat hidup di dunia” (H.R. Tirmidzi).
Kedua, mengenal diri zahir. Melalui wujud zahir ini manusia bisa menyaksikan kuasa Allah. Dengan menyaksikan wujud fisik ini manusia memperoleh pengenalan awal tentang diri sendiri.
Lihat Q.S. Al-Insan: 2, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, Kami hendak mengujinya dengan (perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat”.
Ketiga, mengenal diri batin. Diri batin adalah ruh yang ada pada diri kita sendiri.
Dalam ajaran tasawuf, sebelum mengenal Allah kita harus bisa mengenal diri sendiri.
Salah satu cara untuk mengenal diri sendiri adalah dengan cara melihat ke dalam kalbu kita.
Dalam Q.S. Az-Zariat: 21) Allah berfirman “Dan di dalam diri kalian, apakah kalian tidak memperhatikannya”.
Kalbu atau hati yang dimaksud disini adalah hal gaib yang memiliki sfat baik dan sifat buruk di dalamnya yang sangat bergantung pada kadar keimanan.
Keempat, mengingat tujuan penciptaan. Mengingat kembali bahwa tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk beriman kepada Allah (Q.S. Az-Zariat: 56) dan diciptakan sebagai khalifah di atas dunia ini dengan tujuan hidup untuk beribadah (Q.S. Al-Baqarah: 33).
Demikian pentingnya membangun kesadaran diri , karena sadar diri sebagai modal dasar yang harus terpenuhi, karena nantinya akan menjadi konstruksi kokoh ketauhidan bagi setiap kita yang mengaku beriman dan berislam.
Bila belum atau tidak terpenuhi, maka tidak heran bila realitas sosial kita menunjukkan ada orang yang rajin ibadah namun doyan maksiat, tidak amanat, suka mengumpat, dan lain sebagainya.
Hal itu mencerminkan kesadaran diri belum bersemayam dalam sanubari kita.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam hidayah-Nya. Aamiiin.