Lima Tas Kunci Pilkada, Jika Paslon Ingin Sukses
Ke 5 tas itu adalah, Popularitas, Elektabilitas, Kredibilitas, Akseptabilitas dan isi tas.
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Soegeng Haryadi
PALEMBANG, SRIPO -- Sebulan lagi Tahun 2019 segera berakhir dan akan memasuki Tahun 2020. Sebanyak 7 kabupaten di wilayah provinsi Sumatera Selatan yang menyelenggarakan Pilkada serentak, yakni Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten PALI, Kabupaten OKU, OKU Timur, OKU Selatan, Kabupaten Musirawas dan Kabupaten Muratara.
Ada sekitar 1, 6 juta jiwa DPT tersebar di 7 kabupaten yang akan menentukan paslon kepala daerah periode berikutnya hingga tahun 2024. Seluruh patahana Bupati dipastikan akan maju bertarung kembali, apakah masih akan berpasangan kembali dengan pasangan sebelumnya, proses komunikasi politik paling menentukan. Karena ada beberapa stakeholder Pilkada yang butuh diappresiasi ide maupun kepentingannya.
Sekilas dari 7 kabupaten itu, ada 3 dipastikan bakal "pisah bidar" dalam kontestasi demokrasi 23 September tahun depan, 2 paslon Bupati berusaha bertahan, dan 2 lagi masih terkesan gamang untuk dipertahankan.Bahkan 2 kabupaten tersebut di atas, yakni Musirawas dan Kabupaten PALI hingga saat ini, nyaris belum ada bakal paslon Bupati yang "berani tampil serius" sebagai penantang paslon petahana. Namun yang pasti, ada beberapa hal yang harus diperhatikan paslon. Jika ingin mulus, paslon harus memiliki 5 tas untuk maju mengikuti pilkada tahun depan.
Direktur Lembaga Survey Demokrasi (LSD) Mohammad Faizal SSos.I MHI menyebut ada tiga teori yang akan jadi referensi pendorong tingkat kepopuleran orang. Yakni modal politik, modal sosial, dan modal ekonomi. "Modal politik, orang yang berada di tengah-tengah perpolitikan cenderung lebih mudah dikenal dan menjadi populer," ungkapnya.
Untuk modal sosial. Kegiatan sosial yang dilakukan, makin banyak kegiatan sosial maka makin mudah dikenal.
Untuk modal ekonomi. Uang tidak segala-galanya. Tapi dengan uang bisa melakukan segala-galanya dalam tanda kutip.
"Untuk saat ini jika ingin menjadi orang yang terpilih berdasarkan pengamatan kami ada 3 penunjang. Yang pertama Uang, kedua Media, dan yang ketiga Nasib. Jika kita berbicara Politik maka masyarakat akan berfikir duit karena saat ini kita masih dihinggapi penyakit krisis kepercayaan," kata Faizal kandidat Doktor dari UIGM.
Sementara dari berbagai literatur para pengamat politik setiap jelang Pemilu kerap muncul pendapat yang mengatakan setidaknya ada 5 tas yang harus dimiliki seseorang bila dia ingin maju dan menang dalam kontestasi politik. Baik itu pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislatif. Ke 5 tas itu adalah, Popularitas, Elektabilitas, Kredibilitas, Akseptabilitas dan isi tas.
Idealnya, ke 5 tas itu ada semua, apalagi isi tas. Itu mutlak ada. Saksi dan timses harus dibiayai dan alat peraga kampanye pun harus dibeli. Tidak ada yang gratis. Karenanya kalau kita lihat Calon Kepala Daerah di Pilkada 2020 ini, profil orangnya kebanyakan datang dari golongan penguasa dan pengusaha. Kalau bukan kedua golongan ini, kemungkinannya adalah anak penguasa atau anak pengusaha. Karena merekalah yang punya isi tas banyak.
Tetapi sebetulnya ke 5 tas , juga isi tas, itu tidak mesti selalu terpenuhi semuanya. Selain rasanya sulit, untuk tidak mengatakan mustahil, mencari orang yang mempunyai 5 tas tersebut sekaligus, pada dasarnya ke 5 tas itu juga bisa saling menutupi antara satu dan lainnya.
Contoh saja misalkan ada kandidat yang tidak mempunyai isi tas signifikan tetapi dia mempunyai popularitas, elektabilitas atau kredibilitas. Parpol bisa saja mengusungnya karena ada peluang menang dan Parpol pasti ingin menang. Masalah isi tas, bisa diusahakan bareng-bareng baik dengan cara memasangkan dengan kandidat yang mempunyai isi tas tebal atau mencari donatur.
Di sisi lain, ada juga orang yang tidak mempunyai popularitas apalagi elektabilitas. Isi tas ada tapi mungkin tidak full. Tetapi dia dianggap mempunyai akseptabilitas dan kredibilitas. Pada sisi lain, ada juga orang yang sudah mempunyai isi tas tapi tidak mempunyai popularitas, elektabilitas, kredibilitas dan akseptabilitas. Ini yang pastinya memberatkan partai. Karena bagaimana pun, partai ingin menang.
Kini parpol pengusung/pendukung rata rata memberi sinyal dukungan politik kepada incumbent, dengan harapan petahana sekarang rela mengganti calon wakilnya dari parpol pengusung, artinya negosiasi bergeser ke posisi jabatan wakil Bupati. Sah dan dapat dimaklumi, bila para parpol mulai melakukan kalkulasi politik yang low risk ketika memasuki ajang kompetisi demokrasi terkait pilkada.
Pengamat Sosial dan Politik Drs Bagindo Togar Butar Butar mengatakan, biasanya Petahana yang masih berpeluang besar melanjutkan jabatan kekuasaannya dikarenakan kemampuan merumuskan dan menjalankan program pembanguanan sesuai aspirasi warganya, berkinerja tepat, cepat dan bermanfaat dan tangkas membangun komunikasi politik dengan pihak legislatif juga Birokrasi OPD.
Sedangkan pada Paslon kepala daerah yang "retak perahunya", mantan Ketua IKA Fisip Unsri ini menyebut disebabkan oleh dominasi wewenang plus peluang yang sangat kontras serta kurang transparan antar elite pemerintahan daerah, rendahnya tingkat partisipasi publik dan kurang harmonisnya komunikasi politik antar pemangku kepentingan didaerah masing masing.
Sehingga hal ini mempengaruhi respon maupun tingkat kepercayaan masyrakat atas kebijakan juga program kerja pembangunan yang dipimpin kepala daerah yang tengah menjabat.
Menurut Bagindo, terlepas dari semua itu, sukses tidaknya suatu penyelenggaraan Pemilu, yang sangat disorot adalah seberapa besar tingkat partisipasi warga dalam menggunakan hak pilihnya.
"KPU akan dikatakan berprestasi bila mampu meningkatkan jumlah pemilih yang mempergunakan hak politiknya, di luar itu menciptakan proses pemilu yang fair, jujur, mpdern, terbuka, anti diskriminatif dan bebas dari praktek politik uang," ujar Bagindo yang juga Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Sriwijaya.
Penyelenggara pemilu sebaiknya tak terpaku atau bermental sebagai "tukang bikin Pemilu" semata. Sepantasnya agar lebih aktif juga kreatif melakukan interaksi bersama parpol, pemda, para pegiat demokrasi juga ilmuwan politik untuk mengeksplor substansi dan tata cara baru juga penting dalam memunculkan calon pemimpin daerah/wakil rakyat melalui proses atau mekanisme pemilu.
Sehingga kelak, instrumen seleksi yang berlaku akan signifikan dengan tujuan pemilu, dimana para tokoh yang disajikan, dipilih dan ditetapkan adalah sosok atau figur terbaik dari yang baik. Rakyat akan memperoleh pemimpin atau wakilnya dengan kualitas yang telah teruji secara sistemik yang dikonstruksi oleh para stakeholder utama pemilu.
"Yang mana selama ini, secara mainstream, publik seringkali hanya ditawarkan oleh sosok yang penokohan yang bermodalkan popularitas, garis trah dan isi tas saja. Saatnya masyrakat dicerahkan juga diedukasi untuk tak berpikir sesaat dengan iming iming bantuan material tak seberapa akan berimbas terhadap hak haknya yang tertuang dalam APBD disetiap tahun anggaran," kata Bagindo Togar Butar Butar.
Logika sederhana, besaran kos politik yang dibelanjakan oleh para calon pejabat publik tersebut, akan melirik celah atau peluang mempergunakan APBD serta hak istimewa jabatannya sebagai akses feed back investasi finansial ketika memperoleh jabatan politik strategis melalui pemilu kepala daerah.
Sudah saatnya para penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, para elite politik dan Masyarakat bergairah untuk berubah menjalin kesepakatan kuat menseleksi calon calon pemimpin juga wakil rakyat yang amanah, cerdas, tangkas dan lugas.
"Bukan sosok berwajah yang mendadak sok manis, sok populis dan sok relijis disaat musim pemilu (pilkada ) tiba," pungkasnya. (fiz)