Diculik dan Disandera di Irak, Anggota DPR RI Ini Dibebaskan Presiden SBY, Begini Jalan Kisahnya!
Banyak jurnalis yang menjadi korban dan disandera ketika meliput di daerah rawan konflik. Hal itu pernah dirasakan oleh Meutya Viada Hafid pada 2005
"Di samping hanya beberapa hari dilakukan persiapan, kapal perang yang mengangkut pasukan tersebut harus mengarungi samudera dengan jarak yangamat jauh," ungkap SBY.
Tidak hanya itu, informasi yang didapatkan SBY dari intelijen juga masih minim, dan berbagai ketidakpastian sasaran.
Meski demkikian, keputusan itu tetap diambil oleh SBY.
"Sebagai Presiden saya tidak mau nama dan kehormatan kita diinjak-injak," tulis SBY.
SBY mengungkapkan, meskipun proses negosiasi terus dilakukan, namun pasukannya siap bertindak menghadapi situasi terburuk.
"Alhamdulillah, dengan paduan negosiasi dan operasi pengejaran dan pengghancuran perompak, operasi khusus yang saya berin nama Operasi Merah Putih tersebut dapat dilaksanakan dengan sukses. Gemilang. Kita semua bangga," ujar SBY.
• Inilah Wasiat Ustaz Taufik Hasnuri, Minta Dimakamkan di Ds Glebek Banyuasin, Alasannya Bikin Haru!
• Bukan Hanya Imajinasi, Inilah 4 Manfaat Dongeng untuk Otak Anak
Profile Meutya Hafid
Dilansir wikipedia, Meutya Viada Hafid, perempuan yang lahir di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 1978 ini adalah seorang politikus dan mantan pembawa acara berita televisi, yang saat ini menjabat sebagai anggota Komisi I DPR Republik Indonesia dari Partai Golkar sejak tahun 2010.
Sebelumnya, ia bekerja sebagai jurnalis di Metro TV, Meutya membawakan acara berita serta menjadi presenter di beberapa acara.
Pada 18 Februari 2005, Meutya dan rekannya juru kamera Budiyanto diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika sedang bertugas di Irak.
Kontak terakhir Metro TV dengan Meutya adalah pada 15 Februari, tiga hari sebelumnya. Mereka akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005. Sebelum ke Irak, Meutya juga pernah meliput tragedi tsunami di Aceh.
Pada tanggal 28 September 2007, Meutya melaunching buku yang ia tulis sendiri, yaitu 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turut menyumbangkan tulisan untuk bagian pengantar dari buku ini. Selain presiden, beberapa tokoh lainnya pun menyumbangkan tulisannya yakni Don Bosco Selamun (Pemimpin Redaksi Metro TV 2004-2005) dan Marty Natalegawa (Mantan Juru Bicara Departemen Luar Negeri).
Ketenaran Meutya Hafid ini sempat berujung pada teror dari seseorang bernama Bobby Meidianto.
Pria yang dikabarkan depresi sejak 2000 itu mengaku menjadi suami Meutya, dan menyebarkan kabar bohong itu di dunia maya.
Bobby adalah warga RT. 1/ RW. VII Kalurahan Panularan, Solo, yang tidak lagi mengurusi istri dan kedua anaknya, yaitu Panji (18 tahun) dan Pramudya (8 tahun).
Bobby disebutkan tinggal berpindah-pindah karena mengalami gangguan kejiwaan. Menurut cerita Ny Harsono, mertua Bobby, menantunya ini memang sejak awal menikah terlihat berpotensi mengalami gangguan jiwa.
Puncak depresinya terjadi ketika salah seorang adik tirinya datang menanyakan apa benar dirinya meninggal. Menurut Meutya, pernah ada pria berpakaian compang-camping yang menungguinya di depan pagar rumahnya selama 3 hari.
Bobby mengaku sebagai Letkol Purnawirawan dan menjadi anggota detasemen khusus di kepolisian Republik Indonesia.
• Deretan Ulama Ucapkan Duka Ustaz Taufik Hasnuri Meninggal, Felix Siauw, Derry Sulaiman dan Al Habsyi
• Video Aksi Tengil Kevin dan Kegabutan Marcus Gideon di Depan Net saat Final Fuzhou China Open