BREAKING NEWS : Warga dan Petugas Keamanan Nyaris Bentrok, Konflik Lahan Plasma Sawit di Muratara
BREAKING NEWS : Konflik Lahan Plasma di Muratara Memanas, Warga dan Petugas Keamanan Nyaris Bentrok
BREAKING NEWS : Konflik Lahan Plasma di Muratara Memanas, Warga dan Petugas Keamanan Nyaris Bentrok
SRIPOKU.COM, MURATARA - Konflik lahan antara warga dan perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) memanas.
Warga dan petugas keamanan dari pihak perusahaan nyaris bentrok di lokasi perkebunan sawit PT Lonsum Riam Indah Estate.
Warga yang sebelumnya melakukan unjuk rasa meminta agar perusahaan tidak melakukan aktivitas panen buah kelapa sawit.
Selama konflik lahan antara warga dan perusahaan belum menemui titik terang, maka lahan yang bermasalah harus distop dari aktivitas panen.
Namun pihak perusahaan bersikukuh melakukan panen buah sawit dengan dikawal oleh petugas keamanan perusahaan.
Bahkan, sejumlah apat kepolisian dan anggota Brimob pun disiagakan untuk mengamankan agar tidak terjadi bentrok.
"Suasananya semakin panas, warga minta jangan dipanen dulu sebelum masalah ini selesai, tapi perusahaan tetap panen," kata pemerintah desa setempat, Dumiyati dihubungi Tribunsumsel.com, Selasa (10/9/2019).
• Polres Empat Lawang Gelar Sosialisasi UU ITE dan Deklarasi Anti Hoaks
• Timnas Indonesia Vs Thailand, Instruksi Hujan Tembakan dari Tim Gajah Perang
• Terima Konsulat India, Wagub Mawardi Yahya Paparkan Potensi Sumsel
Ia mengatakan, konflik lahan antara warga dan PT Lonsum tersebut belum menemukan titik terang, namun sedang ditangani Pemkab Muratara.
"Masalah ini sedang ditangani Pemda, harusnya perusahaan menghargai, jangan dipanen dulu, jangan membuat situasi semakin panas," katanya.
Sebelumnya warga dari tiga desa di dua kecamatan dalam wilayah Kabupaten Muratara menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT Lonsum.
Mereka berasal dari Desa Bina Karya dan Biaro Baru Kecamatan Karang Dapo serta Desa Mandi Angin Kecamatan Rawas Ilir.
Warga menuntut PT Lonsum agar menyerahkan lahan plasma kepada masyarakat seluas 480 hektare atau sebanyak 240 paket yang diperjuangkan sejak tahun 1995.
"Semuanya 240 paket, satu paketnya dua hektare, jadi ada 480 hektare. Kami menuntut ini bukan baru hari ini, tapi dari tahun 1995, tidak selesai-selesai," kata warga, Eldalilah.
• Hari Ini Udara Palembang dan Sekitarnya Kategori Tidak Sehat, Cuaca Didominasi Kabut Asap Karhutla
• 2 Anak Petani Ini Jadi Lulusan Terbaik Secata Prajurit TNI AD Rindam IV/Diponegoro, Ini Sosoknya
• Fantastis! Gaji Perbulan Pengasuh Anak Artis Ini Ternyata Dibayar Setara dengan Gaji Menteri!
Dirinya bersama warga lainnya bukan bermaksud ingin mengambil lahan milik perusahaan, melainkan mengambil yang sudah menjadi hak masyarakat.
"Pokoknya kami masyarakat ingin mengambil hak kami, kami tidak mengambil punya perusahaan, kami mengambil yang sudah menjadi hak kami," tegas Eldalilah.
Selama permasalahan tersebut belum menemukan titik terang, maka warga akan menghalangi pihak perusahaan dari semua aktivitas panen.
"Lahan ini akan kami tahan, tidak boleh ada panen-panen, sebelum ada kejelasan. Pokoknya kami warga akan tetap bertahan," katanya.
• Dikabarkan Meninggal Dunia, BJ Habibie Kini Tengah Dirawat 44 Dokter Ahli, Ini Riwayat Penyakitnya!
• 5 Kesalahan Menyikat Gigi yang Tak Banyak Diketahui Orang, Jangan Menyikat Gigi Terlalu Keras
• PB Djarum Hentikan Audisi, Mohammad Ahsan Berharap Pihak yang Melarang Memberi Solusi
Sementara itu, Manajer PT Lonsum Riam Indah Estate, Sahrul menyampaikan, permasalahan ini sebenarnya sudah selesai sejak tahun 2011 lalu.
Kala itu, sebelum Kabupaten Muratara terbentuk, Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti telah membentuk tim kelompok kerja terkait lahan plasma masyarakat.
Sehingga diputuskan bahwa lahan seluas 480 hektare atau sebanyak 240 paket tersebut tidak memenuhi syarat untuk dijadikan lahan plasma.
"Itu pegangan kami, nah sekarang PT Lonsum ini mempunyai HGU yang taat membayar pajak," kata Sahrul.
Pihaknya mengimbau masyarakat yang merasa tidak puas dengan keputusan pada tahun 2011 tersebut agar menuntut permasalahan ini melalui jalur hukum.
"Jadi apabila masyarakat tidak puas, silahkan tuntut secara hukum, jangan dengan cara anarkis atau penahanan lahan seperti ini," katanya.(Rahmat/TS)