Lima Kosong Kosong, Sandi Pemberian Fee Bupati Muaraenim
Basaria menyatakan, istilah 'Lima Kosong-kosong' itu merujuk pada persiapan uang Rp 500 juta bagi Ahmad Yani yang ditukar menjadi 35.000 dollar AS
PALEMBANG, SRIPO -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, operasi tangkap tangan ( OTT) terhadap Bupati Muara Enim Ahmad Yani berawal pada Senin (2/9/2019). Saat itu, selain mengamankan Ahmad Yani, tim KPK juga mengamankan Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar; pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi beserta stafnya Edy Rahmadi.
"KPK mendapat informasi akan ada penyerahan uang sebagai bagian dari commitment fee 10 persen dari proyek yang didapatkan oleh ROF (Robi) kepada Bupati AYN melalui EM (Elfin)," kata Basaria dalam konferensi pers, Selasa (3/9/2019).
Pengurusan proyek itu melalui Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar.
"Pada tanggal 31 Agustus 2019 EM (Elfin) meminta kepada ROF (Robi) agar menyiapkan uang pada hari Senin dalam pecahan dollar AS dengan istilah 'Lima Kosong-kosong'," kata Basaria.
Basaria menyatakan, istilah 'Lima Kosong-kosong' itu merujuk pada persiapan uang Rp 500 juta bagi Ahmad Yani yang ditukar menjadi 35.000 dollar AS. "Sehingga, dalam OTT ini KPK mengamankan uang 35.000 dollar AS yang diduga sebagai bagian dari fee 10 persen yang diterima Bupati AYN dari ROF," kata dia.
Sekitar pukul 15.30 WIB, tim KPK melihat Robi dan stafnya, Edy Rahmadi bertemu Elfin di sebuah restoran mi ayam di Palembang. Pada pukul 15.40 WIB, tim KPK melihat adanya penyerahan uang dari Robi ke Elfin. Setelah melihat penyerahan uang, tim KPK pun segera melakukan penindakan.
"Setelah penyerahan uang terlaksana, sekitar pukul 17.00 WIB, tim mengamankan EM dan ROF beserta staf dan mengamankan uang sejumlah 35.000 dollar AS," kata Basaria.
Secara paralel pada pukul 17.31 WIB, tim KPK mengamankan Bupati Ahmad Yani di kantornya di Muara Enim. Tim juga mengamankan sejumlah dokumen. Namun, KPK tidak menjelaskan secara detail dokumen apa saja yang diamankan.
"Setelah melakukan pengamanan di rumah dan ruang kerja ROF, ruang kerja EM serta ruang kerja Bupati, tim kemudian membawa tiga orang ke Jakarta sekitar pukul 20.00 WIB dan Bupati pada 3 September 2019 pukul 07.00 WIB," kata Basaria.
Berdasarkan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan Ahmad Yani, Elfin dan Robi sebagai tersangka. Ahmad Yani diduga sudah menerima fee sekitar Rp 13,4 miliar Robi Okta Fahlefi. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 10 persen untuk 16 paket pekerjaan jalan dengan nilai sekitar Rp 130 miliar. Atas perbuatannya, Ahmad Yani dan Elfin diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Robi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Bupati Muara Enim Ahmad Yani diduga menerima fee atau upah sekitar Rp 13,4 miliar dari pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi. Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 10 persen untuk 16 paket pekerjaan jalan tahun anggaran 2019 dengan nilai proyek sekitar Rp 130 miliar.
"Tim KPK menidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp 13,4 miliar sebagai fee yang diterima Bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Selasa (3/9/2019).
Menurut Basaria, pada awal tahun 2019 Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerj
aan fisik pembangunan jalan Tahun Anggaran 2019. "Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan," kata Basaria.
Permintaan fee itu diduga berasal dari Ahmad Yani selaku Bupati. Dalam proses pengadaan, pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi bersedia memberikan fee 10 persen. Dengan demikian, perusahaannya berhasil memenangkan 16 paket pekerjaan senilai Rp 130 miliar tersebut.
Ahmad Yani dan Elfin diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, Robi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Digeledah
Bekas PT. Medco yang dulunya terdapat seorang satpam gantung diri lantaran tidak diangkat menjadi karyawan, kini menjadi kantor PT. Enra Sari bahkan saat ini disegel KPK, lantaran pemiliik kantor yakni Roby Okta Fahlevi alias ROF terlibat kasus suap kepada Bupati Muara Enim Ahmad Yani.
Sejak pukul 16:00 Kantor Kontraktor PT. Enra Sari yang bergerak dibidang konstruksi di jalan Gajah Mada, Talang Semut, Bukit Kecil Palembang didatangi oleh penyidik KPK, Rabu (4/9/2019) sore
Dari pantauan, sebanyak sembilan orang penyidik sambil dikawal dua orang Brimob datang menggunakan dua Mobil Toyota Kijang Inova warna hitam dengan nomor polisi BG 1253 N dan BG 1939 UI. Sebelumnya, awak media mencoba masih pekarangan kantor tersebut, namun salah satu penyidik KPK melarang sehingga disuruh untuk memantau dari luar pagar. "Mas tolong keluar saja, lihat dari luar saja," ucapnya
Masing-masing anggota penyidik KPK membawa tas besar dengan cara disandung belakang, ada juga yang membawa sebuah map warna merah, dan membawa sebuah koper besar. Saat itulah, penyidik KPK melakukan penggeledahan ruang dibagian bawah kantor.
Kemudian datang seorang perempuan, dan tak berselang lama datang juga seorang pria yang merupakan adik ipar Roby.
Sekitar dua jam, penyidik masih melakukan penggeledahan terhadap sebuah ruangan dan terlihat sebelumnya, tiga pintu ruangan telah tersegel KPK.
Hingga sore ini, datang lagi seorang perempuan mengenakan baju warna putih dan langsung masuk menuju ruangan yang tengah digeledah.
Dikatakan warga sekitar kantor tersebut mulai tidak beroperasi sejak dua hari terakhir.
"Kami tidak tahu apa sebabnya kantor ini tidak aktif lagi, tiba-tiba kami lihat sudah ada segel warna merah," ujar warga.
Sementara itu, kantor PT. Enra Sari terlebih dahulu dimiliki oleh Fikri kemudian diover alih ke Roby.
"Sejak lima tahun lalu PT. Enra Sari saya take over ke Roby, lalu saya ikut bekerja sama dia kemudian saya berhenti dan sekarang saya masuk lagi sejak tiga bulan lalu sebagai Sfaff," jelasnya. (cr11/tribunnews/ari)