Wawancara Eksklusif

Dokter Pertama Operasi Batang Otak: Kelebihan Saya Cuma Penasaran Saja

Dengan kemampuannya, Prof Eka membuktikan bahwa kemampuan dokter di Indonesia tak kalah dengan dokter di negara-negara maju.

Editor: Soegeng Haryadi
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
GM Area Sumatera Auto 2000 Judianto, bersama Prof Eka J Wahjoepramono, Direktur RS Siloam Sriwijaya Bona Fernando berfoto diantara para peserta seminar yang siap menyaksikan pemutaran film 3D. 

Prof Dr dr Eka Julianta Wahjoepramono adalah dokter spesialis bedah asal Indonesia yang sangat terkenal di dunia. Melalui tangan dinginnya, ia berhasil melakukan operasi batang otak pertama kali tanpa ada kematian. Ia pun sebagai dokter bedah pertama yang melakukan operasi batang otak ini. Pria ini dikenal sebagai pribadi yang ramah dan tak segan membantu sesama.

Dengan kemampuannya, Prof Eka membuktikan bahwa kemampuan dokter di Indonesia tak kalah dengan dokter di negara-negara maju. Setelah ia berhasil melakukan operasi batang otak pada 2001 membuat dirinya semakin terkenal. Dan saat ini sudah puluhan orang yang telah dioperasinya dan berhasil. Bahkan saat ini pasiennya pun datang dari berbagai penjuru dunia.

Sripo berkesempatan mewawancarai pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah 27 Juli 1958 ini secara eksklusif. Berikut wawancara bersama dokter spesialis bedah syaraf otak di senior RS Siloam Jakarta.

************

Sripo : Prof Eka kami tadi sudah banyak sekali mendapatkan pengetahuan bagaimana menjaga otak kita. Secara orang awan, kita ingin tahu sih sebenarnya otak orang Indonesia dibandingkan dengan orang barat kalah pinter gak sih? Terus bagaimana kesadaran masyarakat Indonesia menjaga kesehatan otaknya?

Eka : Kalau pinter atau tidak itu tergantung pandai atau tidak otak kita. Seperti saya bilang tadi jumlah neuron di otak itu sama tapi sinapsnya sama atau tidak. Sinaps itu adalah sambungan cabang-cabang dari neuron. Sinaps tempat penyimpanan atau memori atau istilahnya flashdisk. Jadi flashdisk sama-sama 10 giga tapi diisi atau tidak.

Itu kenapa kalau orang bule atau orang jepanglah kerja jam 7 ditempat riset, mereka itu semuanya diteliti. Mengapa bisa stroke? Kenapa bisa mati?Kenapa lumpuh?. Kadang-kadang kalau di kita ya itu nasib, kalau mati ya dikubur sehingga tak ada eksplorasi. Sehingga itu kenapa chipnya gak nambah bidangnya sama. Itulah menurut saya yang membedakan kita dengan orang di negara maju. Kenapa orang di negara maju lebih pintar. Pintar itu bukan otak, kalau kita mau isi banyak gak kalah.

Sripo : Dimassa Pak Jokowi ini, SDM itu sangat diunggulkan. Bagaimana anda sebagai Profesor doktor dokter memanfaatkan ini? Apalagi yang tadi saya dengar kita punya alat ini tapi di Singapura sudah 25 tahun sudah ada dan kita sangat ketinggalan.

Eka : Saya itu tugasnya menstimulasi. Seperti grup kita ini memiliki sifat yang gak mau kalah. Kita keluar negeri kasih kuliah lebih 100 university dengan tujuan satu yakni yang kita kuliahkan itu gak abal-abal yang kita kerjakan sendiri. Kembali lagi tugas kita sebagai dokter yakni sebagai role model.

Kenapa dulu tidak ada operasi batang otak? Karena itu sulit dan resiko tinggi sehingga tak ada yang mau menyetuh., orang yang gak mau eksplore ya gitu terima nasib tapi kalau kita penasaran. Setelah dicoba dengan dasar ilmiah jadi bisa. Jadi kembali lagi tugas kita itu menstimulasi.

Karena itu kita harapkan generasi muda yang nonton itu akan terusik toh kita terbukti. Ketika saya tahun 1992 lakukan operasi pertama di Bandung sekarang dokter Ony juga bisa.

Kalau dulu kita gak penasaran kita gak akan tahu. Itu bukan masalah bisa atau tidak. Masih banyak alat-alat kesehatan yang dibutuhkan. Seperti pak Bona (Direktur RS Siloam Sriwijaya,red) sebagai pelaku bisnis mikir bagaimana alat yang dibeli bisa kembali lagi (balik harga,red). Ini yang harus kita kerjasamakan dengan pemerintah. Di Vietnam dan Thailand , dibeli negara. Negara harus terusik memberikan yang terbaik. Kita tidak bisa bicara masalah uang, tapi kita akan memakai apa yang ada. Palembang jangan mimpi beli MRI, tapi gunakan apa yang ada.

Grup bedah syaraf, bisa kita datang ke Palembang, DSA (Digital Subtraction Angiography). Dulu tidak ada di sini, sekarang dr.Ony bisa.

Orang dulu pasang ring di jantung, ada juga di otak. Dasarnya adalah DSA. dulu koiling tidak ada di Indonesia, kita paksa harus bisa. Pakai stand di otak ada, harganya ratusan juta. Stand di otak alatnya tidak mungkin, tapi vendornya di Jakarta.diajak ke Palembang. Itu gunanya kolaborasi.

Sripo : Walaupun ini pertanyaan remeh temeh tapi orang pengen tahu isi atau volume otak professor?

A: Saya itu jujur gak pinter. Saya ketika SD biasa-biasa saja , SMP biasa-biasa saja bahkan nilai matematika saya dapat tiga tapi mungkin kelebihan saya ini orangnya penasaran.

Seperti saat saya keluar negeri, melihat orang bisa mengapa kita tidak bisa?.Jadi itu prinsip saya mengapa orang lain bisa kita tidak bisa. Kalau bicara IQ, IQ saya cuma 120an kok. (ts-rie)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved