Era Disrupsi
Era Disrupsi, Berubah Atau Punah, Inovasi Atau Mati
Disrupsi menjadi salah satu istilah yang makin populer di era digitalisasi sekarang ini.
Era Disrupsi, Berubah Atau Punah, Inovasi Atau Mati
OLeh : Rillando Maranansha Noor, SE
KSK Belitang, BPS Kabupaten OKU Timur
Disrupsi menjadi salah satu istilah yang makin populer di era digitalisasi sekarang ini.
Dalam bahasa keseharian disrupsi dapat diartikan perubahan mendasar atau fundamental. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disrupsi didefinisikan tercabut dari akarnya.
Era disrupsi ini merupakan fenomena dimana terjadinya pergeseran kebiasaan di masyarakat sebagai bagian dari dampak perkembangan teknologi.
Perubahan yang cepat tersebut tentunya akan mengejutkan kita semua, dan tentu menuai beragam tanggapan, baik pro maupun kontra.
Ada yang menganggap sebagai ancaman namun ada pula sebagai peluang.
Apabila kita mampu membaca situasi dan memanfaatkan dengan baik peluang yang ada, maka kita akan mampu bertahan di era disrupsi ini.
Para ahli memperkirakan era disrupsi ini akan berlangsung lama dan terus menerus.
Era disrupsi membuat banyak orang maupun perusahaan berlomba‑lomba melihat dan memanfaatkan setiap peluang yang ada.
Dengan jumlah penduduk yang diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa (berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus) pada tahun 2019 ini dan bonus demografi yang ada, dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari penduduk usia non produktif, yakni 68% dari jumlah populasi, Indonesia menjadi pasar yang menjanjikan untuk kalangan usaha.
Dari jumlah penduduk tersebut 171,17 juta jiwa diantaranya adalah pengguna internet (berdasarkan survei yang dilakukan Polling Indonesia dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia).
Sekarang ini orang beranggapan internet untuk segalanya atau Internet of Thing (IoT).
Setiap orang merasa dunia ada dalam genggamannya. Berita yang biasanya didapat dari koran atau media cetak, kini bisa didapat melalui media online.
Orang pun kini tak lagi perlu capek‑capek ke mal atau pasar untuk belanja, tapi dapat melalui marketplace atau toko online yang semakin menjamur.
Bidang transportasi pun kini mengalami pergeseran dari jasa transportasi konvensional ke jasa transportasi online.
Semua hal tersebut dapat kita peroleh melalui aplikasi yang ada di ponsel yang kita genggam. Perubahan‑perubahan tersebut lah yang disebut disrupsi.
Perubahan tentunya membutuhkan upaya untuk menghadapinya.
Keberlangsungan usaha tentu menjadi prioritas pelaku usaha, dimana inovasi dan adaptasi menjadi cara bertahan hidup.
Jumlah usaha yang tercatat di Indonesia sejumlah 26,7 juta usaha berdasarkan hasi Sensus Ekonomi 2016 yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS).
Perubahan membutuhkan keberanian pelaku usaha untuk keluar dari zona nyamannya.
Era disrupsi tidak akan mungkin kita hindari tapi hatus dihadapi.
Perubahan tidak hanya disikapi dengan inovasi, tetapi dapat pula melalui cara adaptasi.
Adaptasi disini adalah dengan menyesuaikan dengan hal‑hal yang sedang hits atau sedang berkembang pesat.
Kemunculan android membuat pabrikan ponsel beramai‑ramai merubah operation system (OS) nya dengan android.
Samsung mampu mengadaptasi perubahan tren perubahan tersebut, begitu pula beberapa merk lain.
Namun ada juga pabrikan yang tidak mau beradaptasi dengan fenomena tersebut seperti Nokia yang teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan OS yang digunakannya yaitu symbian.
Nokia enggan keluar dari zona nyamannya sebagai raja di dunia industri ponsel saat itu. Akhirnya symbian menjadi cangkul yang menggali kuburan bagi nokia sendiri.
Nokia mencoba bangkit dengan menggunakan android sebagai OS‑nya.
Namun adaptasi tersebut sudah terlambat, Nokia tak mampu kembali ke masa keemasannya sebagai ponsel sejuta umat.
Inovasi adalah langkah tepat untuk meng‑counter perubahan, bahkan dapat dikatakan sebagai keharusan.
Gojek adalah salah satu contoh keberhasilan sebuah inovasi di era disrupsi ini.
Nadiem Makarim terus berinovasi membawa Gojek menjadi salah satu start up terbesar di Indonesia dan telah mebarkan sayapnya ke mancanegara.
Diawali dengan peran sebagai penghubung antara konsumen dan ojek konvensional melalui telepon, hingga menggunakan aplikasi dimana konsumen cukup memesan via smartphone kemudian tinggal menunggu driver datang.
Tidak cukup disitu saja, Gojek juga menangkap peluang lain seperti jasa antar barang (go‑send) serta jasa beli dan antar makanan (go‑food).
Konsumen yang ingin pelayanan transportasi yang mudah, nyaman dan terjangkau dapat menggunakan go‑ride atau go‑car, konsumen yang mager alias malas gerak pun tidak perlu capek‑capek mengantar barang atau ke restoran untuk menikmati makanan yang diinginkan, Gojek menyediakan layanan go‑send dan go‑food untuk kedua aktivitas tersebut.
Namun tidak semua inovasi mengalami keberhasilan.
Blackberry adalah salah satu contohnya, ketika memutuskan berinovasi dengan melepas keeksklusifan Blackberry Messangers (BBM) yang awalnya hanya bisa digunakan di perangkat Blackberry saja, kemudian menjadi aplikasi yang juga bisa dinikmati di ponsel android guna menghadapi penantang baru seperti whatsapp dan wechat.
Akhirnya BBM pun harus rela mengucapkan sayonara pada dunia.
Disrupsi sudah terpapar ke seluruh aspek kehidupan.
Dunia politik pun mulai mengalami pergeseran, seperti cara kampanye melalui sosial media. perang tweet (tweet war) dan perang tanda pagar (tagar) menjadi keriuhan tersendiri, terutama di tahun politik dan masa kampanye.
Keriuhan yang terjadi di media sosial tidak kalah seru dengan kampanye akbar di lapangan.
Dunia pendidikan pun mengalami disrupsi akibat digitalisasi, dimana para pengajar dapat menyampaikan materinya secara online melalui email atau WAG (Whatsapp Group).
Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) pun menyikapi era disrupsi ini dengan melakukan inovasi seperti menerapkan pengumpulan data dengan menggunakan Computer‑Assisted Personal Interviewing (CAPI), dimana selama ini menggunakan metode konvensional menggunakan kuesioner dan pensil yang disebut PAPI (Paper And Pencil Interviewing).
Ujicoba penggunaan CAPI sudah dimulai dari lama dan akhir‑akhir ini lebih digiatkan.
Kegiatan Kerangka Sampel Area (KSA), pemetaan dan pemutakhiran wilayah kerja statistik (Wilkerstat), serta Updating Survei Potensi Desa (PODES) sudah dilaksanakan menggunakan aplikasi.
Pada Sensus Penduduk Tahun 2020 nanti pun BPS akan meminta partisipasi masyarakat untuk melakukan update data kependudukannya sendiri melalui metode CAWI (Computer Aided Web Interviewing).
Disrupsi memaksa kita berubah untuk mempertahankan eksistensi.
Perlahan tapi pasti, inovasi menjadi harga mati yang tidak dapat ditawar lagi.
Adaptasi adalah cara paling sederhana untuk tidak tergerus kemajuan zaman.
Sejatinya disrupsi merupakan suatu gangguan yang mengakibatkan pergeseran kebiasaan.
Namun itu bukan berarti perubahan tersebut disikapi dengan cara memusuhi, tetapi dengan cara mengiringi atau mengikuti.
Disrupsi yang diakibatkan digitalisasi mengharuskan kita untuk lebih cerdas memanfaatkan teknologi, teknologi boleh menguasai dunia, tetapi bukan manusianya.
Manusia lah yang menguasai teknologi. Teknologi boleh membuat kita bermanja tetapi bukan berarti terlena.
Disrupsi hanya menyajikan dua pilihan, berubah atau punah, inovasi atau mati. Selamat menghadapi perubahan dunia.