KPAID Dukung Tangkapi Pengeksploitasi Anak Jalanan. Ancamannya Hukuman 15 Tahun Penjara

Menegakkan UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, KPAID Palembang mendukung untuk menangkapi pengeksploitasi Anak Jalanan (Anjal).

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Budi Darmawan
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Pemulung cilik bersama dua pemulung lainnya sedang melepas lelah di Jl Kol H Barlian depan Punti Kayu. 

Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Guna membersihkan tercorengnya wajah Kota Palembang yang beberapa waktu lalu meresahkan dan menegakkan UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang mendukung untuk menangkapi pengeksploitasi Anak Jalanan (Anjal).

"Dalam Undang-undang di situ disebutkan orangtua menjamin kelangsungan hidup anak. Kelangsungan kesejahteraan dan hak untuk hidup, hak mendapatkan pendidikan yang layak dan wajar. Kalau masih saja ada anak disuruh mulung, ngemis, ikut jadi manusia gerobak itu sudah bertentangan. Anak itu dilarang dilibatkan cari nafkah, Apalagi disuruh minta-minta. Ini sebenarnya delik aduan. Tidak mesti nunggu laporan. Kalau sudah meresahkan ini bisa ditangkapi, diproses secara hukum yang berlaku. Kalau tidak ditangkap akan semakin menjadi dan harus ada efek jera. Kalau masih bisa dibina, bisa saja dibina," ungkap Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang Romi Afriansyah, Rabu (17/7/2019).

Selama ini kata Romi, Dinas Sosial dan Pol PP Kota Palembang sudah berulang-ulang melakukan penertiban. Tapi sayangnya kerap muncul lagi.

"Bagaimana solusi ini jadi bahasan semua pihak. Terutama anak di bawah umur. Karena Undang undang juga menyebutkan negara bertanggungjawab menjamin kelangsungan dan kesejahteraan anak usia 18 tahun ke bawah. Harus dipatuhi kewajiban negara. Termasuk di situ ada unsur anak-anak," kata Romi.

Menurutnya, pemerintah harus turun tangan apakah dengan ditarok ke panti sosial yang harus difasilitasi.

"Kita lihat sudah sejak tahun lalu anak ada di jalanan jam satu malam ngemis di pintu parkir, jadi manusia gerobak. Padahal Undang undang menyebutkan ada ancaman hukuman 15 tahun penjara. Apalagi mengeksploitasi anak. Negara/pemerintah bertanggungjawab terhadap masalah ini. Kita mengajak pemerintah harus peduli. Jangan ada kata bosan mengurusinya," ujar Romi.

Kalaupun selama ini permasalahannya over kapasitas menampung di panti sosial, kata Romi pemerintah harus mencarikannya solusi. Pasalnya anak ini mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak tadi.

"Seperti anak jadi tuna wisma, manusia gerobak. Dia juga menginginkan punya kamar berlampu. Ini sudah pelanggaran konstitusional," paparnya.

Romi mengatakan dari data tahun ke tahun jumlah anak yang di jalanan ini terbilang menurun. Akan tetapi selalu tetap ada sehingga menjadi persoalan.

"Kebanyakan mereka ini tuna wisma yang tidak memiliki tempat tinggal. Ada jam tertentu mucul. Kita miris melihatnya terutama di mall-mall. KPAID menyoroti di pintu keluar parkiran. Jelang sore terutama pada week end. Dari pengamatan kami, hampir setiap minggu muncul setidaknya melibatkan 5 anak setiap mall. Belum lagi yang di jalan. Kalau ditotal bisa mencapai ratusan," paparnya.

KPAID Palembang sendiri untuk eksploitasi anak jalanan ini sejak tahun lalu sudah mensosialisasikan bekerjasama dengan Dinsos Palembang yang aktif menanganinya.

"Karena ini persoalan bersama. Belum lagi anak yang diajak ngemis di masjid-masjid. Kita miris, prihatin karena masih ada anak yang tidak merdeka di usia mereka. Lebih parahnya ada oknum orangtua modus mengadopsi anak, setelah itu dipkerjakan di rumah makan. Belum lagi yang dikoordinir di drop ke lampu merah," pungkasnya.

Dari pengamatan Sripoku.com akhir-akhir ini jumlah anak-anak yang dilibatkan dan eksploitasi untuk mencari nafkah oleh orangtua di jalanan Kota Palembang sempat berkurang seiring dengan gencarnya Pol PP melalukan patroli.

Padahal bulan lalu, tak hanya di bulan Ramadhan, Kota Palembang penuh dengan penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Baik itu gelandangan pengemis atau biasa disebut gepeng maupun 'manusia gerobak' dan juga orang sakit jiwa. Namun apapun jenisnya, PMKS ini perlu perlakuan khusus mengingat masyarakat mulai terganggu dengan fenomena ini.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved