Berita Palembang

Pedagang Lorong Basah Night Culinary 16 Ilir Bantah Bilang Tekor, Namun Memang ada Penurunan Omset

Terkait pemberitaan Lorong Basah Night Culinary (LBNC) yang sepi dari pengunjung menuai kontroversi di kalangan pedagang,

Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM/RANGGA ERFIZAL
Lorong basah Night Culinery (LBNC) 

"Kami akan panggil yang biasa mengisi acara di pendistrian untuk mengisi juga di lorong basah," kata dia.

Pihaknya juga sudah memperbaiki beberapa fasilitas yang rusak di antaranya meja kursi untuk pedagang berjualan.

Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan pedagang yang berjualan pada siang hari, untuk menghentikan aktivitasnya pada pukul 18.00 sore, sehingga pedagang malam sudah bisa berjualan.

"Kemarin kemarin pedagang siang baru selesai pukul 19.00 tapi sekarang sore
sudah selesai," kata dia.

Laku 10 Gelas
NURUL, seorang penjual minuman yang masih bertahan di Lorong Basah Night Culinary, mengakui jika pendapatannya berkurang drastis sejak Asian Games 2018 berlalu.

Jika sebelumnya dalam semalam bisa menjual 50 hingga 70 gelas minuman, tapi saat ini hanya
berkisar 15-30 gelas.

"Memang ada penurunan, waktu Asian Games saya bisa jual 50 sampai 70 gelas dalam semalam. Satu gelas minuman biasa dijual Rp 10 ribu. Tapi sekarang berbeda. Untuk hari Jumat saya hanya bisa menjual 10 hingga 15 gelas Kalau Sabtu-Minggu bisa lebih, karena yang nongkrong lumayan jika akhir pekan," ujar Nurul, Jumat (22/2).

Diakuinya jika berkurangnya pendapatan akibat sepinya pembeli. Selain itu menurut informasi yang ia dapat, tarif parkir yang mahal dan pemalakan, menjadi salah satu penyebab sepinya pembeli, disamping masalah lain.

Disamping itu juga pedagang sudah ada yang berjualan di tempat lain.

"Tidak lagi ramai disini karena memang banyak terpecah pedagangnya. Ada yang memilih berdagang di OPI Mal, ada yang pindah ke PIM. Padahal di sini enak, ada Wi-Fi, dan kipas angin. Sewa juga gak besar Rp 300 ribu sebulan. Itu sudah sama nitip barang," ujarnya.

"Apa lagi waktu parkir kemarin jadi masalah banyak pemalakan. Jadi banyak orang yang datang ke sini lagi," ungkapnya.

Nurul juga menduga, manajemen LNBC saat ini sedang tidak fokus dengan Lorong Basah. Padahal menurutnya, seharusnya jajaran pengurus lah yang ikut membesarkan Lorong Basah.

"Ya manajemen LNBC seperti tidak fokus, ada yang ngurusi di sini. Ada yang di mal. Kita berharap kembali kayak dulu bisa ramai lagi. Fokus juga untuk bikin ramai lagi," ujarnya.

Dari deretan meja dan lampu berjejer panjang, tapi tak banyak makanan dan minum yang disajikan. Hanya, beberapa jenis makanan seperti, pempek, ragam sosis, ayam bakar, dan beberapa penjual minuman. Total para pedagang yang membuka stan hanya 17 lapak.

Hal itu berbanding terbalik dengan rencana awal yang ditargetkan akan diisi oleh 100 pedagang makan dan minum.

Di sisi depan Lorong Basah, tepatnya bagian pintu masuk, dua sound sistem diisi hiburan. Alunan lagu menemani malam, dan pengunjung tempat yang digadang-gadang menjadi pusat kuliner malam di Palembang tersebut.

"Boleh kalau mau nyanyi, kedepan aja," ungkap Nurul menawarkan kepada pengunjung.

Sedangkan Dwie, penjual sosis juga mengeluh kepada rekan sesama penjual. Ia tidak membayangkan, waktu yang sudah hampir memasuki pukul 20.30 WIB tetap sepi dengan pembeli. Dirinya mengakui jika saat ini Lorong Basah sangat sepi.

"Sepi memang, saya enggak ngerasain jualan waktu Asian Games. Tapi ya malam ini sepi banget. Memang awal memilih jualan di sini harapannya akan ramai," ujarnya.

Padahal untuk dagangan yang dirinya jual terbilang cukup murah. Dari mulai Rp 2.500 hingga Rp 10 ribu untuk berbagai jenis makanan yang ia jual.

Senada dengan Dahlia, seorang pedagang yang berjualan pempek dan pecel lele itu mengungkapkan omset penjualannya menurun yang semula satu hari bisa meraup untung Rp 200 hingga Rp 300 Ribu perhari ketika hari biasa dan saat weekend bisa mendapatkan untung mencapai Rp 500 hingga 700 ribu perhari.

"Sekarang kalau hari bisa dapat Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 200 ribu rupiah perhari, saat ini memang sepi banyak pedagang yang sudah cabut tidak berjualan lagi. mungkin karena sudah merugi atau tidak ramai lagi pengunjung yang berdagang," katanya

Lanjutnya lagi, ia membayar uang distribusi sewa tempat dengan cara deposito sebesar Rp 2 juta untuk dua lapak jualan.

Uang deposito itu tidak bisa diambil kecuali ketika sudah tidak lagi berjualan, dengan membayar uang sebesar itu untuk saat ini terasa sulit karena memang benar-benar sepi dari pengunjung.

"Satu lapak bayar satu juta, saya buka dua lapak jualan artinya dua juta. Untungnya balik modal dan keuntungan didapatkan walau tidak banyak," ujarnya.

====

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved