Berita Palembang
Pedagang Lorong Basah Night Culinary 16 Ilir Bantah Bilang Tekor, Namun Memang ada Penurunan Omset
Terkait pemberitaan Lorong Basah Night Culinary (LBNC) yang sepi dari pengunjung menuai kontroversi di kalangan pedagang,
Kehadiran Lorong Basah Night Culinary (LBNC) sejak Juni 2018 silam tak hanya untuk menyambut Asian Games 2018, tapi diharapkan menjadi destinasi wisata kuliner pada malam hari di Kota Palembang.
Namun seiring usainya Asian Games, gemerlap di tempat tersebut ikut meredup.
Padahal Pemkot Palembang sudah menggelontorkan dana miliaran rupiah merevitalisasi lorong yang dikenal sebagai pusat ritel di Palembang, sehingga lebih semarak pada malam hari. Sebelumnya kawasan ini tutup total bila malam datang.
Kini destinasi wisata yang ditawarkan Dinas Pariwisata Palembang itu tak lagi menarik minat pengunjung.
Kawasan itu pun makin sepi, bahkan pedagang pun banyak yang tak lagi membuka lapaknya. Karena kondisi demikian, maka Dinas Pariwisata pun hanya membuka tempat tersebut selama tiga malam, yakni Jumat malam, Sabtu malam, dan Minggu malam.
Dari pantauan Sripoku.com di lokasi Lorong Basah Night Culinary, Selasa (19/2) dan Rabu (20/2) malam, kondisinya sepi ditinggal para pedagang dan konsumen.
Gemerlap lampu yang biasanya setiap malam menghiasi lorong tersebut, kini sudah tidak lagi menyala seperti biasa.
Hingga pukul 20.00 WIB hanya tersisa petugas kebersihan yang masih membereskan sisa-sisa pasar yang siang hari digunakan untuk berjualan oleh pedagang pakaian.
"Katek (tidak ada) lagi yang jualan. Paling ada malam Minggu," ujar Ujang, seorang yang biasa mangkal di kawasan tersebut.
Pun pada akhir pekan, kondisi Lorong Basah Night Culinary yang awalnya ada 100 pedagang kini hanya diisi dengan 17 lapakan makanan dan minuman dimana delapan dari stand itu diisi dengan para pedagang yang berjualan.
Sementara kipas angin gantung yang berjumlah 15 buah itu juga hanya beberapa saja yang hidup. Kondisi LBNC juga tidak terlalu bersih dari sampah maupun debu. Untuk kotak sampah pun dari ujung ke ujung hanya tersedia sekitar lima kotak sampah.
Menurut Feri, pemilik Warung Goceng, ia memilih setop berjualan di pusat kuliner Lorong Basah karena sepi. Meski demikian dirinya tetap diminta membayar uang persentase, walau lapaknya sepi atau tidak membuka lapak.
"Saya setop karena memang sepi. Meski tidak pakai sistem sewa tempat, tapi bagi hasil dengan persentase 20 persen sehari. Kalau saya dulu per hari 20 ribu bayarnya," katanya.
Feri mengatakan, jualan atau tidak jualan pedagang dimintain uang.
"Jadi terpaksa jualan meski sepi pengunjung," ungkapnya dengan raut wajah sedih.