Memilih Wakil Rakyat

Memilih Wakil Rakyat Atas Pertimbangkan Fungsinya

Tujuan penyelenggaraan pemilu untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat

Editor: Salman Rasyidin
ist
Dr. Muhamad Erwin, SH., MHum. 

Memilih Wakil Rakyat Atas Pertimbangkan Fungsinya, Diperlukannya Sekolah Tinggi Ilmu Legislatif Negeri
Dr. Muhamad Erwin, SH., MHum.
Dosen Politeknik Negeri Sriwijaya, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, dan STIHPADA

Salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemilihan umum adalah untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.

Cabang kekuasaan pada lembaga perwakilan (legislatif) adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan sila keempat Pancasila.

Cerminannya yakni sebagai cabang kekuasaan yang berupaya untuk menempatkan pengutamaan kepentingan rakyat dengan dipimpin oleh kekuatan akal dan hati untuk mencapai kebenaran melalui wadah permusyawaratan dan perwakilan.

Dengan perintah (gebod) sila keempat, lembaga legislatif atau lembaga perwakilan rakyat tersebut memiliki fungsi, yaitu: (a) fungsi pengaturan (legislasi); (b) fungsi anggaran (budgeting); (c) fungsi pengawasan (control); (d) fungsi perwakilan (representasi); dan (e) fungsi deliberatif dan resolusi konflik.

Dalam menjalankannya, jelas harus disertai dengan kapasitas filsafat dan ilmu pada kelima fungsi tersebut.

Jika wakil rakyat yang terpilih itu tidak memiliki kompetensi tersebut, maka tidak perlu heran dengan adanya fenomena tunggakan legislasi yang jauh dari target (belum diterbitkannya UU atau Perda yang sudah diprogramkan), adanya korupsi politik birokrasi, atau dengan kenyataan lemahnya pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan negara.

Berikut penjelasan mengenai masing-masing fungsi lembaga perwakilan rakyat yang secara otomatis juga menuntut kemampuan para anggota lembaga legislatif tersebut.

Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (KOMPAS.com/SABRINA ASRIL)

Fungsi Pengaturan (Legislasi)

Adanya penyelenggaraan negara yakni untuk mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab itu, kewenangan untuk menetapkan peraturan hidup bersama itu, pertama-tama harus diberikan kepada lembaga yang mewakili rakyat atau lembaga legislatif.

Ada tiga hal penting yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui lembaga perwakilan, yaitu:

(i) pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga negara;

(ii) pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara; dan

(iii) pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara.

Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut hanya dapat dilakukan atas persetujuan dari warga negara sendiri, yaitu melalui perantaraan wakil-wakil mereka di lembaga perwakilan rakyat.

Disitulah fungsi pertama lembaga perwakilan rakyat, yakni dalam fungsi pengaturan atau legislasi.

Dalam bentuk konkritnya, fungsi pengaturan ini terwujud dalam fungsi pembentukan undang-undang di
DPR ataupun peraturan daerah di DPRD.

Fungsi pengaturan ini berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang esensinya adalah membatasi.

Dengan demikian, kewenangan tersebut utamanya hanya dapat dilakukan sepanjang rakyat sendiri menyetujui untuk diikat dengan norma hukum dimaksud.

Sementara itu, kekuasaan yang dianggap berhak untuk mengatur atas persetujuan rakyat tersebut adalah lembaga perwakilan rakyat.

Oleh karena itulah, mengapa undang-undang dan peraturan daerah haruslah dibuat dan ditetapkan oleh legislatif dengan persetujuan bersama eksekutif.

Fungsi pengaturan (legislasi) menyangkut empat bentuk kegiatan, yaitu:

(1) prakarsa pembuatan undang-undang;

(2) pembahasan rancangan undang-undang;

(3) persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang;

(4) pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional.

Adapun untuk dapat secara kompeten dikatakan mampu menjalankan fungsi legislasi tersebut, maka seorang wakil rakyat dalam lembaga perwakilan rakyat haruslah menguasai Ilmu Hukum, khususnya
Ilmu Perundang-undangan dan Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan.

Jika tidak memiliki penguasaan atas ilmu tersebut, maka akan banyak pengeluarannya untuk membayar staf ahli saja.

Fungsi Anggaran (Budgeting)

Suasana Sidang Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta
Suasana Sidang Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Fungsi legislatif terkait anggaran negara terletak pada fungsi otorisasi, fungsi pengawasan, dan fungsi pertanggungjawaban.

Fungsi otorisasi terwujud dalam bentuk pemberian persetujuan atas rancangan anggaran negara atau daerah. Fungsi otorisasi ini adalah yang utama dari fungsi anggaran yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat, karena fungsi ini bermakna kedaulatan anggaran.

Mengapa demikian? Karena hanya pemegang kedaulatan rakyatlah (lembaga perwakilan rakyat) atas nama rakyat yang berwenang untuk memberikan persetujuan yang diwujudkan dalam pengesahan terhadap penggunaan atau pengalokasian dana APBN atau APBD bagi kepentingan seluruh rakyat.

Artinya, APBN ataupun APBD baru dapat dibelanjakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah setelah memperoleh persetujuan lembaga perwakilan rakyat.

Pengesahan APBN dituangkan ke dalam bentuk undang-undang, sementara terhadap pengesahan APBD diwujudkan ke dalam Peraturan Daerah.

Dengan demikian, persetujuan dalam bentuk pengesahan APBN dan APBD itu pada dasarnya merupakan kuasa dari rakyat, bukannya dengan berpikiran bahwa hal itu merupakan persetujuan kehendak dari lembaga legislatif.

Muatan utama dari fungsi anggaran ini yaitu dalam pemberian persetujuan dari pemegang kekuasaan legislatif kepada Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah untuk mengadakan pengeluaran atau pembiayaan sejumlah maksimal tertentu anggaran.

Oleh karena dalam persetujuan penggunaan anggaran ini, lembaga perwakilan rakyat berada pada posisi sebagai penerima kuasa dari rakyat, maka lembaga perwakilan rakyat juga memiliki kewenangan dalam pengawasan penggunaannya dan juga memilki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban dari Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah dalam penggunaan dan pengalokasian anggaran tersebut.

Fungsi anggaran berada pada peran sebagai instrumen regulasi, stabilisasi, dan redistribusi.

Dalam konteks regulasi, anggaran menjadi pedoman untuk mengatur pola penyelenggaraan negara dan sikap tindak warga negara.

Jadi, peran dari fungsi anggaran jelas dapat memengaruhi pola konsumsi masyarakat.

Dalam peran stabilisasi, fungsi anggaran dapat menjadi pedoman dan informasi tentang asumsi ekonomi bagi para pelaku ekonomi dan bisnis untuk melangsungkan investasinya.

Anggaran memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga inflasi, deflasi, dan arus barang/jasa keluar dan masuk suatu negara dengan cara defisit, surplus, atau berimbang.

Pada sisi retribusi, anggaran menjadi alat yang efektif untuk menciptakan keadilan sosial, karena fungsinya mengambil pajak dan retribusi dan memberi (subsidi).

Dari sinilah negara dapat mengatur anggaran sebagai kebijakan untuk memperjuangkan masalah kemiskinan di masyarakat.

Untuk dapat secara kompeten menjalankan fungsi tersebut, maka seorang wakil rakyat dalam lembaga perwakilan rakyat haruslah menguasai Ilmu Ekonomi, khususnya Ilmu Anggaran Pemerintah pada Akuntansi Sektor Publik, Ilmu Neraca Keuangan Pemerintah, dan Ilmu Penerimaan dan Belanja Pemerintah.

Jika tidak memiliki penguasaan atas ilmu-ilmu untuk menjalankan fungsi anggaran tersebut, maka begitu memungkinkan untuk terjadinya praktik "bancakan" dalam fungsi anggaran (bagi-bagi kue RAPBN atau RAPBD) di lembaga legislatif.

Jika tidak dituruti, maka jurus "intimi- dasi" dengan menghambat pengesahan RAPBN ataupun RAPBD yang akan dimainkan.

Fungsi Pengawasan (Control)
Lembaga perwakilan rakyat sebagai wakil rakyat juga berperan untuk mengontrol dengan sebenar-benarnya perihal pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara, pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara, dan pengaturan-pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara.

Jika pengaturan mengenai ketiga hal ini tidak dikontrol oleh wakil rakyat di legislatif, maka kekuasaan di tangan pemerintah dapat menjelma menjadi sewenang-wenang.

Oleh karena itu, lembaga perwakilan rakyat diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol dalam: pengawasan terhadap penentuan kebijakan; pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan; pengawasan terhadap penganggaran dan belanja negara, pengawasan terhadap APBN; pengawasan terhadap kinerja pemerintahan; dan pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik dalam bentuk persetujuan atau penolakan, ataupun dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR.

Sehubungan dengan agar dapat optimalnya fungsi kontrol ini, maka seorang wakil rakyat dalam lembaga perwakilan rakyat haruslah menguasai Ilmu Manajemen, khususnya Ilmu Audit Kineja Pemerintahan dan Ilmu Politik, khususnya Ilmu Kebijakan Publik.

Jika kebanyakan anggota lembaga perwakilan rakyat tidak memiliki penguasaan atas ilmu-ilmu untuk menjalankan fungsi pengawasan tersebut, maka begitu memungkinkan untuk berlangsungnya politik transaksional dalam bentuk korupsi birokrasi politik di lembaga perwakilan rakyat ataupun dalam bentuk intimidasi tidak diterimanya laporan pertanggungjawaban Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah.

Fungsi Perwakilan (Representasi) (bold)

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, anggota legislatif adalah terompetnya rakyat, yaitu untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat.

Lembaga perwakilan rakyat merupakan tempat di mana aspirasi dan kepentingan rakyat itu ditangkap dan diperjuangkan ke dalam materi muatan legislasi ataupun kebijakan pemerintah.

Dengan demikian yang menjadi mistar atau tolok ukur fungsi perwakilan pada lembaga perwakilan rakyat ini adalah terletak pada bagaimana keterwakilan rakyat itu dapat tersalurkan dalam artian kepentingan nilai, prinsip, aspirasi, dan pendapat rakyat memang secara sungguh-sungguh telah diperjuangkan, apakah itu telah memengaruhi atau telah menjadi bagian dalam perumusan norma hukum dalam pengaturan (legislasi) atau juga telah dapat memengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah (eksekutif).

Agar memang dapat secara kompeten menjalankan fungsi perwakilan (representasi) ini, maka seorang wakil rakyat dalam lembaga perwakilan rakyat haruslah memiliki bekal Ilmu Sosiologi, khususnya Ilmu Sosiologi Politik. Jika tidak memiliki penguasaan atas ilmu-ilmu untuk menjalankan fungsi perwakilan (representasi) ini, maka yang dapat berlangsung di lembaga perwakilan rakyat adalah dalam rupa sandiwara politik, padahal di balik itu mereka sudah mematok ambisi politik.
Fungsi Deliberatif
Pada penyelenggaraan fungsi pengaturan, anggaran, pengawasan, dan perwakilan di lembaga perwakilan rakyat akan senantiasa menimbulkan perdebatan antar anggota legislatif yang mewakili kepentingan, partai, koalisi, daerah yang masing-masing memiliki cara pandang dan pertimbangan yang berbeda-beda dalam berhadapan dengan perkembangan dan permasalahan negara, daerah, dan masyarakat.

Perdebatan yang mengemuka di lembaga kekuasaan legislatif tersebut gunanya adalah untuk menemukan titik-titik pertemuan persepsi dan untuk menempatkan cara penyelesaian yang benar dari pola perbedaan persepsi ataupun kepentingan agar kemudian dapat dituangkan ke dalam pengaturan yang nantinya akan berdampak pada masyarakat, daerah, dan negara.

Oleh karenanya, fungsi deliberatif atau perdebatan dalam lembaga perwakilan rakyat ini pada dasarnya merupakan sarana bagi pengelolaan konflik dan memberikan saluran penyelesaiannya yang tepat ehingga dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat dan tidak menimbulkan konflik sosial pada tingkat akar rumput (masyarakat).

Dalam kompetensi pengetahuan untuk menjalankan fungsi deliberatif ini, maka seorang wakil rakyat dalam lembaga perwakilan rakyat haruslah memiliki bekal Etika Politik, Ilmu Manajemen Konflik, dan Ilmu Antropologi Hukum.

Jika tidak memiliki bekal untuk menjalankan fungsi deliberatif ini, maka begitu memungkinkan terjadinya kegaduhan dalam ruang terhormat legislatif.

Suatu Tawaran

Masyarakat madani dalam pengertian sebagai masyarakat yang cerdas adalah salah satu komponen bagi penegak kedaulatan rakyat (demokrasi).

Sementara yang banyak terjadi di Indonesia pada saat kampanye yakni bukannya masyarakat disuguhkan pidato politik yang mencerahkan, namun yang lebih penting adalah untuk menggiring masyarakat bergoyang dengan pedangdut bahenol.

Berikutnya, pada saat pemilu berlangsung, yang begitu mengemuka pada gambaran umum cara berpikir masyarakat Indonesia yakni melalui pendekatan instanisasi dengan: "melihat wajah, popularitas, karena keluarga, dapat janji, dapat sembako, dapat uang, dapat proyek, lalu coblos."

Setelah itu, kalau terpilihnya dalam situasi politik jahilia sedemikian, maka yang akan hadir di lembaga perwakilan rakyat adalah berlangsungnya mafia permufakatan sebagai suatu gerak sistematis, terstruktur pada lintas sektoral yang dilakukan oleh wakil rakyat dengan niat utama menuhankan kepentingan pribadi dan partai politiknya melalui sumber daya kekuasaan yang dimilikinya.

Berikutnya setelah ataupun saat menjabat tidak sedikit wakil rakyat itu yang berurusan dengan KPK dan berujung di balik terali besi.

Suatu tawaran, agar sosok-sosok yang kemudian dapat tampil sebagai anggota dari lembaga perwakilan itu bukanlah yang tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan fungsi lembaga perwakilan rakyat, mungkin sudah saatnya perlu dipikirkan untuk diselenggarakannya sekolah tinggi ilmu legislatif negeri pada setiap propinsi di Indonesia.

Dimana orang yang dapat mencalonkan diri lewat partai politik (untuk DPR, DPRD) dan perorangan (untuk DPD) haruslah merupakan alumni dari sekolah tinggi ilmu legislatif negeri tersebut, agar kelak saat telah menjadi anggota legislatif memang telah siap untuk mengimplementasikan fungsinya.

Sumber:
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved