Delapan Hari Menuju Proklamasi di Palembang.
Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan Jumat 17 Agustus 1945, di Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
Delapan Hari Menuju Proklamasi di Palembang.
Oleh: Kemas A.R. Panji
Dosen UIN Raden Fatah Palembang
Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan pada hari Jumat 17 Agustus 1945, di Jalan
Pegangsaan Timur 56 Jakarta, oleh Sukamo-Hatta, telah melahirkan sebuah babakan baru bagi bangsa Indonesia.
Teks Proklamasi yang dikumandangkan dengan kalimat inti yang menyatakan "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia...", adalah salah satu kebulatan tekad bangsa Indonesia yang sudah lama dirampas haknya dan dijajah oleh bangsa Asing (Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang).
Ditahun 2018 ini adalah peringatan ke-73 tahun kemerdekaan Indonesia, pernyataan Proklamasi sejak dibacakan di jalan Pegangsaan Timur Jakarta terus menyebar kemana-mana di seluruh Indonesia, dan dalam waktu singkat ke seluruh dunia melewati kantor berita Jepang Domei di Jakarta (sekarang kantor berita Antara).

Di Pulau Jawa, berita proklamasi langsung diketahui pada tanggal 17 dan 18 Agustus, sehingga revolusi segera dilancarkan, sedangkan beberapa daerah di luar Jakarta agak terlambat memperoleh berita proklamasi itu, seperti di Ternate baru pada bulan September, di Kupang pada November, di Padang pada bulan November, Sedangkan di Palembang baru pada tanggal 25 Agustus 1945 yang dibacakan di depan Kantor Ledeng (sekarang Kantor Walikota Palembang), untuk itulah tulisan ini dituangkan agar kita mengetahui cerita Proklamasi di Palembang.
18 Agustus 1945
Sehari setelah dibacakannya Proklamasi di Jakarta, dr. AK. Gani mendengar berita tentang proklamasi yang Ia terima dari Mailan dan Nungtjik AR (baca: Nungcik) yang bekerja di "Palembang Shimbun". AK. Gani tidak membuang-buang waktu dan bergerak cepat.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Ia langsung mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh penting untuk membicarakan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyambut Proklamasi di Palembang secara khusus, dan di Sumatera Selatan pada umumnya.
Tentu dengan segala perhitungan dan segala kemungkinan yang akan timbul.
Pada kesempatan itu, Ia langsung mengintruksikan kepada para pemuda agar bersiap-siap pengambil alihan kekuasaan dari Jepang yang sudah menyerah.
19 Agustus 1945
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rapat persipan dilanjutkan lagi dalam forum yang lebih luas.
Kali ini AK. Gani menyelenggarakan rapat di rumahnya di Jalan Kepandean No. 17 (rumah perjuangan ini, saat ini telah dipindahkan di Jalan Merdeka).

Selanjutnya dikenal dengan sebutan Rumah Perjuangan.
Hadir dalam rapat tersebut para eksponen Gyugun.
Salah satu anggotanya adalah Kolonel (Purn) H. M. Danny Effendi --saat ini diabadikan menjadi nama jalan di Palembang.
Berdasarkan hasil rapat malam itu, Danny effendi bersama teman-temannya, H. Matcik, H. Achlawi, H. Suhaimi dan Wir berkumpul di rumah H. Matcik di Sungai Tawar dan berhasil membentuk organisasi perlawanan di Palembang.
Namanya "Mata Ronda". Sasaran Mata Ronda ialah mengibarkan Bendera Merah Putih di menara Masjid Agung pada subuh 20 Agustus.
Aksi terusannya mencari senjata milik Jepang baik dengan diplomasi, pembelian ataupun dengan rampasan. Selain itu aksi Mata Ronda bertujuan untuk mengobarkan semangat rakyat Palembang.
Rumah (Gedung Perdjuangan) saat ini telah dibongkar dan dipindahkan di Jalan Merdeka Palembang.
20-21 Agustus 1945

Terhitung sejak tanggal 20-21 Agustus 1945 kegiatan persiapan terus dilakukan oleh AK. Gani dan eksponen Gyugun serta para pemuda di Palembang.
Pergerakan ini rupanya tercium juga oleh pihak Jepang. Namun pemerintah tidak mengambil tindakan keras, hal ini disebabkan Peristiwa Pemboman Hirosima dan Nagasaki yang secara tidak langsung melumpuhkan pemerintahan Jepang di Indonesia termasuk di Palembang, bahwa Tenno Heika sudah menyerah pada sekutu.
Hal inilah yang menyebabkan Jepang lebih bersikap terbuka kepada Gerakan AK. Gani, dkk.
22 Agustus 1945
Pada tanggal 22 Agustus 1945, Panglima Daerah Militer Jepang "Myako Tosio" menjelaskan kepada para pemimpin serta pejuang kemerdekaan di Palembang yang datang menemuinya di rumah dinas.
Hadir pula para pimpinan Jepang disitu, antara lain; Matsubara, Syumoboco, Tokkokaco, dll. Myako Tosio menjelaskan kepada tokoh-tokoh Palembang bahwa Tenno Heika telah memerintahkan kepada angkatan bersenjata Jepang untuk menghentikan perlawanannya kepada sekutu, agar Jepang terhindar dari pemusnahan bom atom Amerika Serikat.
Setelah pertemuan tersebut, berita tentang penyerahan dan kekalahan Jepang menyebarluaskan di Palembang.
Tokoh-tokoh Palembang yang hadir pada saat itu, antara lain; Dr. AK. Gani, Abdul Rozak, Nungtjik AR, Raden Hanan, Assari, Ir. lbrahim, Bay Salim (ayahnya Prof. DR. Emil Salim), H. Cikwan, Salam Paiman, Parmono. AK. Gani mengambil inisiatif lagi untuk mengadakan rapat dirumahnya di Jln Kepandean Baru, rapat berlangsung hingga tengah malam.
Kondisi Rumah (Gedung Perdjuangan) saat ini, di sebelahnya adalah Bekas Gedung BKR Palembang lokasi di jalan Merdeka Palembang. Eksponen Gyugun yang hadir dalam pertemuan tanggal 22 Agustus 1945 di jalan Kepandean Baru antara lain; Zainal Abidin Ning, Hasan Kasim, Danni Effendi dan M. Nuh Setelah memperoleh pengarahan dari AK. Gani, maka peserta rapat yang hadir saat itu sepakat untuk mendirikan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Dengan jumlah Anggota awal mencapai 30 orang, dan bermarkas di gedung sekolah "Misuro" (sekarang bekas sekolah Kristen PIKP, di Jalan Merdeka).
23 Agustus 1945
Rapat-rapat maraton terus berlanjut hingga tanggal 23 Agustus 1945 yang dihadiri AK.Gani, Dr. M. Isa, Cik Den, Parmono, R.M. Mursodo, H. Cikwan, Abdul Rozak, Raden Hanan, R.Z. Fanani, dan Nungtjik AR. Dalam kesimpulan rapat membahas tentang suatu pemerintahan peralihan, dari pemerintahan Jepang ke Pusat Pemerintahan Indonesia di Palembang.
Konsepsi AK. Gani disetujui rapat Dengan demikianlah Struktur Jabatan resmi pemerintahan nasional pasca penjajahan Jepang, dengan nama Keresidenan Palembang.
24 Agustus 1945
Pada tanggal 24 Agustus 1945, Palembang kedatangan anggota PPKI yang mewakili Sumatera yang terdiri dari; Dr. M. Amir, serta Mr. M. Teuku Muhammad Hassan, dan Mr. Abbas.
Mereka diutus secara resmi oleh pemerintah pusat ke Sumatera memberitahukan dan menjelaskan perihal peristiwa Proklamasi, sekaligus membawa salinan naskah Proklamasi, penetapan presiden dan wakil presiden, UUD, berdirinya BKR, KNIP, dan PNI. Kopi naskah proklamasi diterima AK. Gani dirumahnya pada jam 24.00.
Mereka (utusan Pemerintahan Jakarta) memberikan dukungan tentang pengangkatan Dr. AK. Gani sebagai Residen Palembang.
Dan menganjurkan agar segera dibentuk beberapa lembaga serupa (BKR dan KNID) di Sumatera, khususnya Palembang - Sumatera Selatan, yang ketika itu mencakup kepresidenan Palembang, Lampung, Bengkulu dan Jambi.
Setelah selesai pertemuan dengan utusan dari Jakarta, AK. Gani mengadakan pertemuan dengan para pemuda, dan Eksponen-Gyugun yang telah bergabung dalam BKR, antara lain Hasan Kasim, M. Arief, M Danni Effendi, Rivai Nawawi, Raden Abdullah, Zainal Abidin Ning, Rasyad Nawawi dan Usman Bakar.
Dan dari golongan pemuda antara lain: Mailan, Abihasan Said, Matcik Rozak, Zaelani, Husin Akhmad, dan para pemuda asuhan A.K. Gani dalam badan persiapan penampungan kemerdekaan.
25 Agustus 1945
Rencana pelaksanaan Proklamasi di Palembang pada tanggal 25 Agustus 1945 terus dikoordinasikan dan segera untuk dilaksanakan.
Pada rapat sebelumnya AK. Gani meminta kepada mereka (para pemuda dan tokoh-tokoh perjuangan) untuk melancarkan aksi pemasangan bendera Merah Putih di Kota Palembang, pemasangan spanduk dan poster untuk membangkitkan semangat rakyat dan tanda dibacakannya Proklamasikan Kemerdekaan Indonesia di Palembang.
Momen penting itu akhirnya datang juga, pada 25 Agustus 1945 dengan sorotan sinar matahari pagi yang cemerlang.
Sang Saka Merah pun berkibar di semua pelosok Kota Palembang, bendera kecil dari kertas dipasang di setiap lorong dan jalan serta poster-poster yang membakar semangat ditempelkan di tembok.
Kesatuan BPKR dan pemuda sudah mulai bergerak untuk mengambil alih dari kekuasaan Jepang. Bendera Merah Putih berhasil dinaikkan di kantor ledeng, kantor yang kemudian dijadikan kantor Residen Palembang (sekarang Kantor walikota Palembang).
Di atas gedung yang masih ditempati oleh pemerintahan Jepang itu berhasil ditancapkan 4 bendera Merah Putih atas perjuangan heroik dari para eks tentara Gyugun, seperti Hasan Kasim, M. Arief, Danni Effendi, Rd. Abdullah dan Rivai, yang bekerja sama dengan para pemuda seperti Mailan, Abi Hasan Said dan Bujang Yacob.
Pada hari itu juga, 25 Agustus 1945, AK. Gani, disertai Abdul Rozak dan Nungtjik AR, menemui Cokan Myako Tosio.
Dalam pertemuan itu A.K. Gani menegaskan, bahwa kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan di Jakarta Dan telah diumumkan juga kepada rakyat Palembang.
Gani meminta kepada pihak Jepang agar tidak menghalangi semangat kemerdekaan rakyat untuk menghindari perselihan dan perang fisik antara rakyat dengan pihak Jepang.
Sebaliknya, Jepang juga mengharapkan AK. Gani, dkk untuk mengarahkan dan mengendalikan emosi rakyat, sehingga pihak Jepang tidak menjadi sasaran amukan massa yang sedang terbakar emosi kemerdekaan.
Sehabis pertemuan dengan pimpinan Jepang, AK. Gani menuju tempat upacara penaikkan bendera Merah Putih dan Pembacaan ulang Teks Proklamasi.
Upacara dijaga ketat oleh pasukan BPKR dan barisan pemuda.
Puluhan ribu massa rakyat datang berbondong-bondong menghadiri upacara Proklamasi Republik Indonesia di Palembang yang dipimpin langsung oleh Dr. AK. Gani, dengan lebih dulu penaikan sang saka Merah Putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Sesudah itu AK. Gani membaca naskah proklamasi kemerdekaan yang sebelumnya sudah diucapkan oleh Soekarno-Hatta di Jakarta.
Dengan terlaksananya upacara itu, maka resmi telah berdiri pemerintahan Republik Indonesia di Palembang, dengan Dr. A.K. Gani sebagai Residen Palembang (Pemerintahan peralihan Sementara).
Walaupun belum ada pengesahan dari pemerintah pusat, rakyat Sumatra Selatan yang mendengar upacara di Palembang ini sudah berani memasang Bendera Merah Putih di rumahnya masing-masing.
Berita proklamasi yang dikumandangkan di Palembang itu dengan cepat juga menjalar ke seluruh pelosok Sumatra, bahkan ke negeri Singapura dan Malaysia.
Berdasarkan petunjuk residen Palembang, maka pengambilan alihan kekuasaan dijalankan pula di Keresidenan lainnya, yaitu Keresidenan Lampung, Bengkulu dan Jambi.