Breaking News

Pilpres 2019

Andika: Apa yang Bisa Dilakukan untuk Menjamin Akuntabilitas DPT Pemilu 2019?

DPT Sumsel pada 29 Agustus 2018 lalu, KPU Sumsel telah menetapkan DPT Pemilu 2019 sebanyak 5.821.160 pemilih dengan rincian 2.937.455

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Direktur MIDE (Musi Institute for Democracy and Electoral) Andika Pranata Jaya SSos MSi (kedua dari kanan) didampingi Komisioner KPU OKI Dery Siswadi, akademisi politik hukum Unsri Dedeng Zawawi SH MH, dan Founder Ngopi Bareng Bung #FK Fatkurrohman SSos di Lord Kafe, Rabu (19/9/2018). 

Akan tetapi hasil pemutakhiran jilid dua yang dilakukan PPS pasca DPTHP bisa menjadi dasar untuk mencoret atau menambahkan pemilih dalam DPT.

Kalaupun ada kekurangan personel, bisa dilapis dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga KPU Kabupaten/Kota.

Mendatangi pemilih secara langsung inilah yang menjadi kunci akuntabilitas DPT.

Sebab, ada sebelas (11) langkah penting yang dilakukan, yakni:

(1) mencatat pemilih yang telah memenuhi syarat, tetapi belum terdaftar dalam daftar pemilih,
(2) memperbaiki data pemilih apabila terdapat kesalahan,
(3) mencoret pemilih yang telah meninggal,
(4) mencoret pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain,
(5) mencoret pemilih yang telah berubah status sipil menjadi status TNI atau Polri,
(6) mencoret pemilih yang belum genap berumur 17 tahun dan belum kawin/menikah pada hari pemungutan suara,
(7) mencoret data pemilih yang dipastikan tidak ada keberadaannya,
(8) mencoret pemilih yang terganggu jiwa/ingatannya berdasarkan surat keterangan dokter,
(9) mencoret pemilih yang sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,
(10) mencatat pemilih berkebutuhan khusus pada kolom jenis disabilitas,
(11) mencoret pemilih yang berdasarkan identitas kependudukan bukan merupakan penduduk pada daerah yang menyelenggarakan pemilihan.

Dengan sebelas langkah ini, mestinya identifikasi pemilih ganda dan pemilih yang tidak memenuhi syarat sudah tuntas saat pelaksanaan pilkada 2018.

Bila kemudian muncul persoalan pemilih ganda di DPT 2019, maka patut diduga ini bukan temuan baru, melainkan persoalan lama yang selama ini tidak tuntas dan muncul lagi saat kepentingan akurasi daftar pemilih benar-benar dibutuhkan di pentas Pemilihan Presiden dan perebutan kursi parlemen. Pemikiran ini bukan tanpa alasan.

Merujuk pasal 57 (ayat 1-6) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018, KPU/KIP Kab dan Kota yang melaksanakan Pilkada 2018 tidak melakukan coklit, melainkan menggunakan DPT Pilkada serentak 2018 ditambah pemilih pemula berusia 17 tahun pada April 2019 sebagai daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2019.

Singkat kata, bila DPT Pilkada 2018 tidak bersih, wajar jika pemilih ganda masih ditemukan di DPT Pemilu 2019.

Kedua, Bawaslu memiliki kesempatan untuk memastikan pencoretan atau penambahan pemilih Pemilu 2019 melalui pengawasan langsung dan dapat diuji akuntabilitasnya. Mengapa hal ini diperlukan?

Hasil analisis kegandaan tersebut diteliti berdasarkan pada elemen dasar yaitu, nomor induk kependudukan, nama dan tanggal lahir yang diketahui identik.

Bagi sebuah badan negara sekelas Bawaslu, meneliti elemen dasar daftar pemilih tentu pekerjaan mudah, apalagi mendapatkan akses salinan digital sidalih yang memuat informasi data pemilih.

Dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Exel secara sederhana misalnya, tentu pemilih ganda identik dengan mudah ditemukan.

Dalam terminologi pengawasan, bentuk pengawasan seperti ini disebut dengan pengawasan layar, sebuah tata laksana pengawasan dengan cara
memeriksa dan meneliti dokumen yang menjadi objek pengawasan.

Persoalannya kemudian, data pemilih ganda bukan satu-satunya elemen akuntabilitas data pemilih yang wajib jadi perhatian Bawaslu.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved