Asian Games XVIII
'Selamat Bertarung di Asian Games XVII', Eksplorasi dan Identifikasi Kepuasan Publik Domestik
Ditengah meriahnya HUT Kemerdekaan RI ke-73, hiruk pikuk tahapan penentuan Pasangan Capres negara oleh Para Petinggi Parpol dan Elite Kekuasaan
"Selamat Bertarung di Asian Games XVIII"
Eksplorasi dan Identifikasi Kepuasan Publik Domestik
Oleh: Bagindo Togar Bb.
Penulis adalah Alumni FISIP Unsri/Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDeS)
Ditengah meriahnya parade kegiatan HUT ke-73 Kemerdekan Republik Indonesia, hiruk pikuk tahapan penentuan Pasangan Calon Presiden Negara ini oleh Para Petinggi Partai Politik dan Elite Kekuasaan Negara ini, berita duka atas Bencana Alam yang menimpa saudarasaudara & Bumi Lombok.

Serta, riuhnya kesibukan para sahabat calon legislator dari berbaga Parpol dalam mengurusi posisinya dalam Daftar Calon Sementara pada Dapil masing masing, sepertinya kita jadi kurang peka plus minus andil untuk merespon hajatan akbar ASIAN GAMES yang telah Tiba di depan mata warga Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), khususnya Kota Palembang.
Perhelatan olah raga terbesar di Asia yang diselenggarakan 4 Tahun sekali dalam episode ke 18 yang su sudah berlangsung mulai 18 Agustus-02 September 2018.
Dalam perjalanan Asian Games, baru kali ini ditetapkan dalam 2 Kota, Jakarta dan Palembang sebagai tuan rumah penyelenggara walaupun ada beberapa lokasi pertandingan lainnya berada di Provinsi Banten dan Jawa Barat.
Khusus untuk tulisan ini akan mencoba menyorotinya tentang segala sesuatu yang erat kaitannya terhadap penyelenggaraan di Kota Palembang.
Sebelum Jakarta & Palembang, Kota Ghuang Jou China serta Incheon di Korea, Asian Games ke 16-17 diselengarakan, penghujung bulan September Oktober Tahan 2010 dan 2014. Sedangkan Asian Games pertama diadakan di New Delhi Maret 1951 setelah ada kesepakatan Komite Olimpiade Internasional kala itu agar dibuat juga hajat Olahraga bagi Negara negara Asia.
Dan pada Tahun 1962 Indonesia pernah kebagian sebagai tuan rumah Asian Games ke-4, kala itu kita baru Merdeka 17 Tahun.
Pembangunan pusat, infrastruktur juga fasilitas Olahraga relatif dibangun dari Nol, serba sangat terbatas, dipusatkan di Jakarta dan diresmikan oleh Presiden Soekarno dan sukses sehingga Indonesia berada pada rangking ke-2 setelah Jepang, --luar biasa memang.
Kini, 56 Tahun setelah itu, kita diuji kembali di mata warga Asia maupun Dunia, bagaimana kemampuan Bangsa Indonesia dalam aspek penyelenggaraan, kreatifitas tampilan event, prestasi atlit juga kinerja pengurus cabor dan lebih khusus lagi bagaimana evaluasi Organisasi penyelenggara serta manfaatnya dalam beragam dimensi bagi masyarakat dan pemerintah Sendiri.
Untuk itu, selanjutnya akan diekplorasi sekaligus mengidentifikasi kepuasan publik domestik, pada saat pasca perhelatan Asian Games XVIII khususnya di Kota Kito Palembang tercinta.
Mengapa di dua Kota ?
Sesungguhnya negara penyelenggara Asian Games XVIII setelah dari Incheon Korea adalah Vietnam.
Negara tersebut mengundurkan diri dan ditawarkan oleh Olympic Council of Asia (OCA) kepada Indonesia, diterima serta direncanakan dilaksanakan di Surabaya Jawa Timur, sebagai Kota kedua terbesar di Indonesia.
Dengan beragam pertimbangan; seperti geografis, penyediaan lahan, pembiayaan infrastruktur olahraga, prasarana dan sarana serta upaya pemerataan pembangunan nasional, diputuskan dipusatkan penyelenggaraannya pada Dua Kota, Jakarta dan Palembang.
Setidaknya hampir sekitar 4 Tahun, persiapan pembangunan digenjot sekaligus menyedot pembiayaan yang cukup besar, untuk 2 Kota Utama yang terpisah secara kepulauan. Pendanaan proyek olahraga Kelas Asia ini, membutuhkan biaya hampir sekitar Rp 100 Triliun, fantastis memang.
Dimana sekitar Rp 70 Triliun untuk kebutuhan di Kota Palembang. Angka sebesar ini tidak semata-mata untuk pembiayaan terkait langsung pembangunan sarana atau fasilitas Olahraga event Asian Games, akan tetapi beragam sarana atau infrastruktur pendukung, seperti pembangunan jalan tol, proyek moda angkutan

Massal LRT, instalasi listrik tambahan, Fly over Bridges, Pengembangan Bandara SMB II, Jembatan Musi III (proses penyelesaian), penataan- penyempurnaan prasarana jalan, Promosi, penyelenggaraan beragam event kompetisi pra Asian Games, Event organizer, Pengamanan, Transportasi, Akomodasi, informasi Telekomunikasi, ragam Acara, HRD, dan banyak ragam kebutuhan yang cukup besar menyerap gana guna lancarnya persiapan serta penyelenggaraan Event yang mempertaruhkan wibawa pemerintah Negeri ini.
Dan Hampir Rp 30 Triliun dipergunakan untuk segala kebutuhan persiapan pelaksanan di Jakarta dan sekitarnya, terkait penyempurnaan berikut pembangunan Infrastruktur baru kebutuhan cabang-cabang Olahraga yang dipertandingkan di Jakarta juga sekitarnya.
Ada 45 negara yang berpartisipasi dalam Pesta Olahraga paling bergengsi di Asia ini, dan berkompetisi dalam 40 cabang olahraga, 33 cabor dalam olimpiade dan 7 non cabor spesifik negara-negara Asia.
Event ini melibatkan sekitar 15000 atlet, lebih dari 13000 relawan yang diliput/dipublikasikan oleh sekitar 500 Media ternama di Asia/Dunia.
Khusus untuk Kota Palembang, yang terpusat di Jakabaring Sport City dengan mempertandingkan 10 cabang Olahraga dimana ada sekitar 1800 atlit berkompetisi dengan Official Tim pendukung masing masing Negara yang diperkirakan berjumlah sekitar 3500 personal. Keputusan INASGOC menetapkan dua kota utama sebagai tuan rumah ajang pertandingan, sejatinya meningkatkan beban, resiko teknis dan Pembiayaan. Ketika pemerintah memindahkan tempat penyelenggaraan dari Surabaya ke Jakarta maupun Palembang, --secara jelas relatif jauh terpisah secara geografis kepulauannya.
Akibatnya daya upaya pemerintah dan panitia terlihat sangat menyita energi, pemikiran, pembiayaan & koordinasi yang "sangat complicated".
Bahkan, akhirnya mereduksi atau juga mengganggu kebutuhan ragam pelayanan urusan masyarakat lokal maupun domestik.
Kesibukan extra panitia yang begitu all out plus serba terburu-buru ini, acapkali menimbulkan ekses Rytme aktifitas pemerintah dan masyarakat lokal menjadi tidak stabil,terkesan berubah menjadi Proyek Ambisius tanpa mengindahkan pengorbanan yang luar biasa dari Publik Kota Palembang, dimana berharap kelak pada saat serta pasca hajat Asian Games ini, rakyat dan pemerintah daerah ini memperoleh manfaat sosial ekonomis.
Sekitar 3 Tahun keberadaan & kenyamanan Kota ini mengalami "Porak poranda", baik karena pembangunan Flyover, LRT, Jembatan Musi III, penataan Sarana & Fasilitas Olahraga, sistem telekomunikasi, Jaringan/ instalasi Energi Listrik dan air bersih, perbaikan jalan-jalan, perhotelan dan lain sebagainya.
Yang semua hal tersebut di atas nyaris hanya melibatkan pihak di luar daerah/kota ini, konsekuensinya beragam kemanfaatan ekonomi pra dan saat perhelatan didominasi oleh para yang terkait langsung dengan INASGOC serta Pemerintahan Pusat.
Artinya Pemerintah Daerah dan masyarakat hanya bisa berharap banyak pada faedah atau kemanfaatan akan kegiatan besar olahraga Asia ini Pasca usainya penyelenggaraan. Itupun bila kita mampu atau butuh atas tersedianya semua prasarana, sarana serta fasilitas yang telah terbangun di Daerah/kota ini.
Dengan asumsi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kualitas hidup rakyat, pelayanan publik, popularitas & tampilan kota, modernitas fasilitas umum daerah dan semakin terbuka akses komunikasi & Interaksi sosial dalam tatanan pergaulan internasional dan lain lain.
Akan tetapi semua itu butuh penyesuaian serta penguasaan yang tak mudah, berikut pembiayaan yang tidak murah.
Mengamati proses awal pembangunan sampai dengan tahap akhir pembangunan segala kebutuhan guna suksesnya projek bidang kontestasi keolahragaan ini, pemerintah telah melakukan segala kemampuannya, tetapi miskin konsep atau strategi kebijakan akan partisipasi publik.
Seolah olah masyarakat hanya di posisikan sebagai "Penonton manis nan passif atau Tim Cherleaders" saja.
Hal itu dikarenakan tuntutan progres kerja projects, penggalian sumber sumber pendanaan, waktu yang terbatas, standarisasi dan sertifikasi kerja dan lokus pembangunan yang terbelah pada dua daerah berbeda yang relatif jauh secara geografis.
Akibatnya, lupa atau minim kepedulian akan peran juga partisipasi masyarakat domestik.
Bahkan lebih jauh lagi, terkorbankan perhatian atas hak dan kewajiban publik lokal, secara spesifik lagi tidak merangsang peningkatan potensi potensi ekonomi kerakyatan dimana hajat Asian Games ini dilaksanakan.
Contoh, Panitia Besar INASGOC dan Pemerintah tidak memberi kemudahan ruang, previllege fasiltas, kebijakan, dukungan permodalan dan ragam workshop/ studi banding kepada masyarakat pelaku ekonomi pasar menengah ke bawah untuk bisa mendapat banyak manfaat atas "diHijrahkannya" sebagian acara akbar olahraga ini ke luar Ibukota Negara, yakni kota Kito.
Eksplorasi dan Identifikasi Kepuasan Publik Domestik
Selanjutnya, sah dan wajar saja publik domestik --khusus Sumsel, mempertanyakan kepuasan apa yang mereka peroleh.
Penjelajahan atau upaya mengeksplorasi respon atas perubahan dan munculnya realitas sosial baru di lingkungan sistem masyarakat tertentu.
Dalam konteks ini wilayah provinsi Sumsel, khususnya kota Palembang atas meluasnya gaung, existensi juga aktifitas perhelatan Asian Games XVIII di Palembang --mulai dari perencanaan, persiapan pembangunan utama & pendukung, pelaksanan hingga 02 September 2018, serta pasca penyelenggaraan.
Secara eksplisit dan sederhana akan dinarasikan berdasarkan persepsi publik sebagai bagian dari upaya upaya mengidentifikasi (perumusan yang mengacu pada keinginan/harapan) kepuasan publik domestik (dalam negeri dimana direpresentasikan oleh warga Kota Palembang dan sekitarnya).
Negara Thailand dan Korea telah lebih dari dua kali sebagai tuan rumah Penyelenggaraan Asian Games. Thailand terakhir tahun 1994 di Kota Chiang Mai dan Negara Korea secara bergantian memusatkannya pada Tiga Kota (Seoul, Busan dan Incheon Thn 2014).
Konon informasi yang didapat, Negara dan Panitia penyelenggara memperoleh kesuksesan yang luar biasa dikarenakan partisipasi juga dukungan Warganya.
Pemerintah secara sungguh-sungguh serta terbuka melibatkan peran serta rakyat dan dunia usaha swasta.
Disamping itu pemerintahnya mampu memberi penjelasan yang meyakinkan, bahwa tatkala ditetapkan sebagai tuan rumah, akan memberi multiple effect yang positif dalam beragam bidang pembangunan jangka panjang maupun yang segera bisa memberi manfaat bagi Warganya, khususnya dalam bidang Ekonomi,ilmu pengetahuan-teknologi, sosial budaya, pergaulan internasional, Pariwisata, Wibawa maupun Martabat Bangsa-Negara dan bidang pembangunan lain yang bermuara kepada peningkatan kwalitas kesejahteraan Warganya.
Sampai saat ini, dalam proses dan dinamika Asian Games di Daerah kita ini, semuanya itu belum terlihat secara kasat, massif dan menstimulasi antusias masyarakat dalam menempatkan peran --posisinya secara terhormat serta merasakan manfaat hajatan besar ini dengan mengedepankan gerak & nilai sportifitas.
Ada yang juga yang begitu kelihatan perbedaan sambutan atau reaksi warga antara di Palembang dengan di Jakarta dan sekitarnya. Misal "Pernak pernik"
Atribut Asian Games XVIII di Palembang hanya terlihat di Jalan-jalan, kantor kantor, Gedung-gedung, pusat keramaian utama saja, sedangkan di Jakarta serta wilayah sekitarnya, 10 hari menjelang Peresmian Event Asian Games XVIII, hingga di dalam lorong/gang kecil, ditemukan persandingan antara beragam hiasan hiasan dalam rangka menyambut HUT 73 Kemerdekaan Republik Indonesia dengan Asian Games yang meriah sekali.
Bahkan masyarakat agak tidak begitu sulit mencari beragam aksesoris Asian Games di luar Arena perlombaan atau pertandingan. Kabarnya, setiap RT "wajib" memasang 5 spanduk/baliho ukuran sederhana di wilayah RT masing masing, bayangkan berapa ratus ribu RT yang ada di wilayah DKI Jakarta & sekitarnya --sayang itu tidak terlihat di Palembang yang andaikan digerakkan, tidak sedikit perekonomian yang bisa terbantu hanya dengan spanduk dan baliho.
Mengapa ide, gerak & biaya murah meriah itu tidak kelihatan di Kota ini --jelas-jelas dipromosikan ke seluruh Antero Negara di Benua Asia sebagai tuan rumah pesta olahraga terbesar, ASIAN GAMES XVIII Thn 2018, Jakarta-Palembang. Bila mencermati apa yang telah dilakukan pemerintah melalui Panitia Penyelenggara hasil bentukannya (INASGOC),

Pemerintah Daerah, Kementrian dan Institusi yang terkait dengan Bidang Olahraga (KONI-KOI) sepertinya kurang mampu merespon, mengakomodir serta merumuskan harapan, keberadaan juga keinginan publik domestik dalam berkontribusi untuk tercapainya derajat kesuksesan yang diharapkan.
Sepantasnya rakyat atau Warga domestik (lebih spesifik lokal) tak cuma diandalkan untuk menyambut para kontingen negara Asing, secara ramah tamah maupun senyam senyum sambil diajak berswa foto saja.
Antara penyelenggara, para kontingen Atlit/official team, pemerintah pusat-daerah, lembaga/ instansi pendukung dan khususnya masyarakat selayaknya bahkan seharusnya mendapat manfaat dalam jangka pendek maupun Jangka Panjang.
Disisi lain, dibutuhkan secara serius dan strategis untuk diperhatikan oleh Pemerintah Pusat juga Daerah, bagaimana pengelolaan plus perawatan beragam fasilitas maupun infrastruktur yang ada diDaerah ( Palembang) pasca Asian Games.
Pertanyaan kecil di benak masyarakat yang acapkali terdengar, apakah jalan di Kota kito pacak mulus terus cak sekarang ini? Mak Mano nian nasib Operasional LRT ditengah kota ini? Jadikan perhelatan Asian Games XVIII sebagai jembatan Pembelajaran yang Grand Comprehensiv.
Sebagai ujaran dan sekedar pesan penting kepada para Petinggi Negeri.