Berita Musirawas
Refly Harun: Pelaku Politik Uang Harusnya Bisa Didiskualifikasi tanpa Harus Tunggu Proses Pengadilan
Direktur Executive Constitutional and Electoral Reform Centre dan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyatakan sampai
Penulis: Ahmad Farozi | Editor: pairat
Laporan wartawan Sripoku.com, Ahmad Farozi
SRIPOKU.COM, LUBUKLINGGAU-- Direktur Executive Constitutional and Electoral Reform Centre dan Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyatakan sampai saat ini politik uang di Indonesia masih ada.
Menurutnya politik uang masih terjadi, antara lain karena tradisi kita dalam berpilkada dan berpemilu. Baik dari pasangan calon (paslon) maupun dari masyarakat.
Demikian dikatakan Refly Harun saat diwawancarai usai menjadi panelis pada debat publik II pasangan walikota dan wakil walikota yang digelar KPU Kota Lubuklinggau, di Gedung Bagas Raya Kota Lubuklinggau, Sabtu (23/6/2018).
"Persoalan yang kedua, lemahnya penegakan hukum, penegakan hukum tidak efektif. Sebagai contoh misalnya ada paslon di satu daerah yang jelas-jelas bagi-bagi uang, sudah diviralkan di medsos, tapi tidak ada langkah misalnya memproses secara cepat agar paslon tersebut bisa didiskualifikasi," kata Refly Harun.
"Nah ke depan, saya termasuk yang mengatakan harusnya mereka-mereka yang melakukan politik uang ini bisa didiskualifikasi tanpa harus menunggu proses pengadilan. Jadi cukup misalnya diskualifikasi dilakukan oleh panwaslu atau bawaslu melalui proses ajudikasi, proses pelaporan tentang terjadinya tindak pelanggaran," sambungnya.
Walaupun itu pelanggaran pidana, lanjut Refly Harun, tapi bisa diberikan sanksi administrasi terlebih dahulu. Hanya masalahnya kata dia hukum kita tidak mengarah ke sana.
Hukum kita sengaja dibuat lemah, sehingga money politic tidak bisa diberikan sanksi yang efektif dan efisien sampai sekarang. Karena untuk memberikan sanksi politik uang, harus ada dulu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Baca:
Pamer Foto Masa Kecil, Netizen Dibuat Gagal Fokus Lihat Wajah El Rumi Mirip Gempita, Gemes!
Menjaga Kondisi Tetap Kondusif Saat Pilkada, Kapolresta Palembang Terapkan Sistem Pengamanan Ini
"Bisa dibayangkan kalau politik uang terjadi pada 27 Juni 2018 (pilkada), bagaimana kemudian kita melakukan proses pengadilan terlebih dahulu baru melakukan diskualifikasi, walaupun itu tetap bisa dilakukan," ujarnya.
Jadi, kata Refly Harun, perlu juga diingatkan kepada calon kalau mereka melakulan politik uang dan diproses dan terbukti mereka melakukan tindak pidana pemilu atau pilkada, maka kemudian tindak lanjut daripada keputusan yang berkekuatan hukum tetap membuat mereka bisa didiskualifikasi.
"Kalau mereka sudah menang, maka kemudian kemenangannya dibatalkan. Kalau tidak menang, maka mereka dibatalkan sebagai peserta pilkada. Tapi itu menghendaki sebuah proses peradilan yang independen yang cepat dan kemudian pelaksana pilkada yang tidak memihak atau independen juga," katanya.
Disinggung soal budaya masyarakat sehingga politik uang sulit dihindari, ia menyatakan bahwa kita tidak bisa menyalahkan masyarakat.
Menurutnya seharushnya hukum dibuat efektif dan efisien untuk membuat jera pelaku politik uang. Selama hukum tidak efektif dan efisien maka pelaku politik uang tak akan jera.
"Ya aparatur pelaksana, baik pelaksana pemilu maupun pelaksana hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, kalau proses hukumnya cepat, maka mereka bisa didiskualifikasi. Tapi kalau lambat, apalagi berlarut-larut maka tidak ada keberanian KPU untuk melakukan diskualifikasi karena tidak ada mandat dalam undang-undang," ujarnya.
Terkait dengan Pilkada Kota Lubuklinggau yang akan digelar serentak 27 Juni 2018 ini, ia berpesan kepada pasangan calon, untuk tidak melakukan politik uang.