UNBK SMA
Menyoal Sulitnya Soal UNBK SMA
Sejak 2014, UN dilaksanakan dengan dua basis, yaitu Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) atau Computer Based Test (CBT)
Menyoal Sulitnya Soal UNBK SMA
Oleh : Drs. H. Muslim, M.Pd.
Pengawas SMA Provinsi Sumatera Selatan
Sejak tahun 2014, UN dilaksanakan dengan dua basis, yaitu Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) atau Computer Based Test (CBT) dan Ujian Nasional Berbasis Kertas dan Pensil (UNKP) atau Paper Base dest (PBT).
Jumlah sekolah penyelenggara UNBK terus mening kat seiring dengan kebijakan resources sharing oleh Kemendikbud (Kemdikbud, 2018).
UNBK memiliki banyak kelebihan, antara lain, penghematan (biaya, waktu, dan tenaga) dan pengurangan kecurangan.
UNBK yang dilaksanakan menggunakan sistem semi-online, yaitu soal dikirim dari server pusat secara online melalui jaringan (sinkronisasi) ke server lokal (sekolah), kemudian ujian siswa dilayani oleh server lokal (sekolah) secara offline.
Selanjutnya, hasil ujian dikirim kembali dari server lokal (sekolah) ke server pusat secara online.
Sayangnya, UNBK SMA tahun ini menyisakan satu masalah.
Peserta didik banyak yang mengeluhkan sulitnya soal UNBK, terutama pada Matematika sangat sulit, belum dipejari, soal tidak sesuai kaidah menyusunan soal, kalimat/perintah soal tidak jelas, teks soal itu bersifat ambigu..
Mengapa demikian? Siapa yang bertanggung jawab? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) seolah menjadi tumpahan keluhan dari peserta didik dan orangtua.
Menanggapi hiruk pikuk ini, KPAI mendorong Kemendikbud untuk melaksanakan evaluasi secara transparan karena hal ini dianggap malparaktik evaluasi pendidikan dan menimbulkan ketidakadilan bagi peserta UNBK.
Benarkah materinya belum dipelajari?
UN adalah penilaian hasil belajar bukan seleksi.

Penilaian hasil belajar memiliki prinsip terpadu.
Terpadu, artinya penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari pembelajaran, untuk mengukur ketercapaian. Karena itu, penilaian tidak boleh terlepas apalagi menyimpang dar pembelajaran. (Ariman, 2017).
Jika materi soal belum dipelajari peserta, ini salah siapa? Sekarang soal UNBK Matematika itu bandingkan dengan daftar Kompetensi Dasar (KD) yang dikeluarkan Kemdikbud. Jika semua materi soal merujuk ke KD, artinya kekeliruan berada di sekolah.
Akan tetapi, jika materi soal tidak sesuai dengan KD, artinya penyusunan soal melanggar prinsip terpadu. Awal Januari 2018, Kemdikbud telah mengeluarkan blueprint soal (yang merujuk ke daftar KD) yang dapat diunduh di internet olehsiapa saja.
Blueprint soal itu berisi kompetensi yang akan diuji dilihat dari cakupan materi dan level kognitifnya (level 1, 2, dan 3). Soal disusun harus sesuai dengan blueprint ini.
Guru kreatif akan membedah blueprint ini, menurunkannya ke dalam indikaor soal, lalu indikator soal dibuatkan soalnya dengan berbagai variasi.
Kemudian, soalnya diujicobakan. Hasil ujicoba ditelaah untuk memetakan kekuatan dan kelemahan peserta didik.
Jika ini yang dilakukan, mungkin yang dikeluhkan tidak akan muncul.
Kalau guru atau sekolah tidak juga mengunduh blueprint itu, bukankah memang seharusnya guru mengajar bertolak dari KD-KD yang sudah ditetapkan.
Lalu, apabila soal memang melenceng dari blueprint yang dikeluarkan Kemdikbud, perlu ditelusuri apakah penyusunan soal meng-
ikuti prosedur penyusunan soal, mulai dari menyusun kisi-kisi pengembangan soal, menyusun soal, dan menelaah soal dari aspek
kualitatif.
Kisi-kisi disusun berdasarkan blueprint, sementara soal disusun berdasarkan kisi-kisi.
Kemudian, sebelum soal dirakit menjadi paket soal, soal-soal harus lebih dahulu ditelaah dari aspek kualitatif dengan aspek materi, konstruksi, dan bahasa.
Jika penelaah menemukan soal tidak sesuai indikator maka soal itu harus diperbaiki atau diganti.
Adakah tahapan ini dilalui?
Jika dilalui, tidak mungkin muncul yang soal tidak sesuai KD, tidak sesuai kaidah penyusunan, perintah soal tidak jelas, dan
teks soal itu bersifat ambigu atau multitafsir.
Kemungkinan lain bisa juga terjadi. Soal yang disusun memang sudah sesuai indikator soal, dan indikator soal sudah sesuai kom-
petensi dalam blueprint.
Blueprint pun juga sudah sesuai dengan KD yang ada dalam Permendikbud No. 24 tahun 2016, tetapi peserta UN masih mengeluh bahwa materinya belum dipelajari.
Ini artinya pihak sekolah perlu komunikasi jujur dengan guru.
Adakah memang satu atau dua KD yang terlewatkan? Ataukah mungkin saat KD tertentu disampaikan, peserta didik yang bersangkutan tidak hadir; dan tidak menyusul mempelajarinya.
Adanya KD yang terlewatkan dapat terjadi jika guru mengajar hanya bertolak dari buku paket, bukan dari program pembelajaran yang disusun mengaju kepada KD-KD.
Idealnya, guru harus bertolak dari program pembelajaran.
Perlu diingat juga bahwa KD-KD revisi terakhir adalah tertuang dalam Permendikbud No 24 tahun 2016.
Pada Juli 2016 semua sekolah yang menggunakan kurikulum 2013 harus menggunakan KD yang tercantum dalam permen itu, mulai kelas X sampai kelas XII.
Ada beberapa sekolah pada tahun 2016 beranggapan bahwa KD-KD dalam Permendikbud itu hanya berlaku dimulai kelas X saja.
Mengenai keluhan sulitnya soal itu mungkin karena menggunakan soal higher order thinking skills (HOTS).
Soal HOTS menjadi sulit bisa juga karena tidak terbiasa.
Soal HOTS digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak hanya mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite).
Soal HOTS mengukur kemampuan (a) transfer satu konsep ke konsep lainnya, (b) memproses dan menerapkan informasi, (d) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, (d) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan (e) menelaah ide dan informasi secara kritis.
Meskipun demikian, harus dipahami bahwa soal HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall.
Soal yang menuntut ingatan, tetapi materinya belum pernah didengar, dilihat, atau dipelajari, jelas menjadi sulit meskipun tidak HOTS.
Sebaliknya, soal HOTS, tetapi materi dan prosedur pemecahan soalnya sudah terbiasa bagi peserta menjadi tidak sulit karena sudah terlatih.
Jika peserta didik belum pernah dilatih dengan soal tipe ini, tentu menjadi sulit Peribahasa mengatakan, "ala bisa karena
biasa".
Secara umum, soal HOTS memang bisa dikatakan sulit.
Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif yang menggambarkan kemampuan menghubungkan konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat Kemdikbud, 2018).
Mulai tahun 2015 Kemdikbud sudah mendorong guru untuk menggunakan beberapa persen soal HOTS dalam tes hasil belajar. Guru juga sudah diminta menciptakan pembelajaran yang melatih peserta didik ber-HOTS.
Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran harus jelas tergambar kegiatan yang dapat mendorong peserta didik untuk ber-HOTS.
Mengenai teori tingkatan berpikir ini, Krulik & Rudnick (dikuti Soleh, 2012) mengemukakan empat tingkatan berfikir, yaitu meng-
hafal (recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking).
Menghafal adalah tingkat berfikir paling rendah, sifatnya otomatis atau refleksif.
Berfikir dasar meliputi memahami konsep-konsep seperti penjumlahan dan pengurangan, termasuk aplikasinya dalam soal-soal.
Berfikir kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi atau masalah, termasuk me-
ngumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisis informasi, kemampuan membaca dengan pemahaman Singkatnya, berfikir kritis adalah analitis dan refleksif, bersifat orisinil dan reflektif.
Kegiatan berupa menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menen tukan efektifitasnya.
Berfikir kritis dan berfikir kreatif disebut sebagai keterampilan berfikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran Matematika.
Kembali ke masalah keluhan para peserta UN yang telah dikemukakan di depan, kita perlu hati-hati juga dalam menjust siapa yang sa-
lah dalam masalah ini.
Kemdikbud perlu melakukan evaluasi seperti yang diminta KPAI. Hasil evaluasi berguna untuk dasar perbaikan.
Jika soal tidak sesuai dengan blueprint atau KD atau soal tidak sesuai dengan kaidah, ke depan harus lebih selektif dalam mere-
krut penulis soal.
Jika materi soal belum pernah dipelajari tetapi materinya sesuai dengan KD dan peserta didik belum familiar dengan soal berbasis
HOTS, sekolah perlu melakukan perbaikan proses pembelajaran.
Semua ini sangat perlu dilakukan agar hasil ujian memang menggambarkan kompetensi peserta didik.
Pekerjaan ini adalah pekerjaan kolektif antara guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan Kemdikbud karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama.