Kisah Wafatnya Abu Thalib, Dibimbing Rasulullah Menjelang Ajal, Tapi Ini Yang Diucapkan Sang Paman
Abu Thalib-lah yang menanggung hidup Nabi setelah kakeknya, Abdul Muthalib, wafat. Mulai dari usia 8 tahun hingga lebih dari 40 tahun.
Wafatnya Sang Paman
Sayangnya, dengan kedekatan yang sekian lama terbangun, kalimat-kalimat tulus Rasulullah tak mampu menjangkau dalamnya lubuk hati Abu Thalib.
Ia tetap ragu dan menolak. Demikianlah hidayah. Walaupun seseorang akrab dengan seruan penuh hikmah. Bahkan seruan itu disampaikan berulang-ulang.
Dan datang dari lisan yang tak pernah berdusta. Jika Allah Ta’ala tak berkehendak, tak ada seorang pun yang mampu memberi petunjuk.
Abu Thalib lebih memilih ajakan taklid yang diserukan setan. Sehingga menyumbat pandangannya dari kebenaran hakiki.
Kemudian kematian pun datang. Rasulullah bersegera menuju rumah sang paman tercinta.
Ia bawa serta semua harapan. Agar sang paman menerima dakwahnya di akhir usianya. Sehingga ia pun selamat dari neraka.
Namun, Rasulullah shallallahu bukanlah satu-satunya orang yang hadir.
Abu Jahal pun turut mendengar berita sekaratnya Abu Thalib. Bertemulah tokoh kebenaran dengan gembong kesesatan dalam satu pertemuan.
Dari Said bin al-Musayyib dari ayahnya, ia berkata, “Menjelang wafatnya Abu Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menemuinya. Saat itu beliau melihat telah hadir Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Beliau bersabda,
"Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallaah. Dengan kalimat ini, akan aku bela engkau nanti di sisi Allah."
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah menanggapi,
"Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthalib?"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menawarkan kepada pamannya. Namun kedua orang itu juga terus menimpalinya. Akhirnya Abu Thalib mengatakan kepada mereka, ‘Di atas agamanya Abdul Muthalib’. Ia enggan mengucapkan laa ilaha illallaah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,