Kisah Wafatnya Abu Thalib, Dibimbing Rasulullah Menjelang Ajal, Tapi Ini Yang Diucapkan Sang Paman

Abu Thalib-lah yang menanggung hidup Nabi setelah kakeknya, Abdul Muthalib, wafat. Mulai dari usia 8 tahun hingga lebih dari 40 tahun.

Editor: ewis herwis
Ilustrasi 

Saat Abu Thalib menderita sakit yang mengantarkannya pada kematian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berjuang agar sang paman mendapatkan kebahagiaan setelah kematian.

Dengan cara menawarkannnya Islam. Namun, sampai akhir hayat, sang paman tak juga mau bersyahadat.

Ia wafat memegang ajaran nenek moyang. Kehilangan sosok paman seperti Abu Thalib adalah duka dan kesedihan.

Tapi, lebih sedih lagi, dia yang senantiasa melindungi, wafat dalam kekufuran.

Kasih Sayang Nabi

Terhadap orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kekerabatan saja, Nabi memiliki rasa kasih dan belas kasihan. Padahal mereka menolak dakwah Islam.

Mereka senantiasa merenyakiti Nabi secara fisik dan psikis.

Seorang saja yang menerima dakwahnya, bagi beliau lebih berharga dari dunia dan seisinya.

Dari Abu musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Perumpamaanku dan perumpamaan apa-apa yang Allah utus aku dengannya seperti seorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku melihat pasukan musuh dengan mata kepalaku dan sesungguhnya aku pengancam yang nyata, maka marilah menuju kepada keselamatan. Sebagian dari kaum itu mentaatinya, lalu mereka masuk pergi bersamanya, maka selamatlah mereka. Sebagian dari mereka mendustakan. Pagi-pagi mereka diserang oleh pasukan musuh lalu mereka dihancurkan dan diluluhlantakan. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang taat kepadaku dan mengikuti apa yang aku bawa dan perumpamaan orang-orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan kebenaran yang aku bawa.” (HR. Muslim, Kitab al-Fadhail, 2283).

Demikian perhatian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang yang mendustakan dan menentangnya.

Tentu dengan orang yang sangat dekat, lebih-lebih sayang dan perhatian lagi.

Apalagi orang terdekat itu begitu berjasa dalam hidupnya.

Orang dekat itu memiliki hubungan darah. Bukan lagi seperti seorang keponakan dengan paman. Tapi, lebih mirip antara seorang anak dengan ayah.

Abu Thalib-lah yang menanggung hidup Nabi setelah kakeknya, Abdul Muthalib, wafat. Mulai dari usia 8 tahun hingga lebih dari 40 tahun.

Ilustrasi
Ilustrasi ()
Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved