Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya Minta Regulasi Perizinan di Sumsel Jangan Dipersulit
Pengembangan pariwisata, seperti pembangunan hotel dan lainnya hingga kini masih menemui sejumlah kendala, diantaranya jika berurusan soal perizinan.
Penulis: Rahmaliyah | Editor: Reigan Riangga
laporan wartawan sriwijaya post, rahmaliyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pengembangan pariwisata, seperti pembangunan hotel dan lainnya hingga kini masih menemui sejumlah kendala, diantaranya jika berurusan soal perizinan.
Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya mengatakan, bahkan membuka rahasia terkait Regulasi di daerah, seperti yang dikeluhkan, ujungnya segala sesuatu terkait soal perizinan cukup sulit di Indonesia.
"Kita jangan pura-pura tidak tahu tentang hal ini. Yang berkaitan dengan bisnis baru membaik 2-3 tahun terakhir ini, sekarang sudah ranking 72 itu masih terbilang baik. demikian juga di pariwisata soal perizinan juga susah," jelas Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya di Palembang, Kamis (5/4/2018).
Untuk itu, Arief mengusulkan kepada seluruh gubernur maupun walikota dan bupati, yang mempunyai kawasan ekonomi khusus baik untuk manufacturing atau pariwisata, Online Single Submission (OSS) berlaku di daerah tersebut.
Baca: Hengki Pembunuh Tri Widyantoro tak Menyerah, Kapolda Sumsel Janji Rilis di Kamar Mayat
"Sehingga orang tidak dilempar dari satu dinas ke dinas lain, jadi selesai disitu. Ini sangat mengurangi aturan regulasi yang sangat panjang," jelasnya.
Di Indonesia, terdapat 88 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) dan 222 KPPN. Menurur Arief, Indonesia masih bisa mengejar pertumbuhan pariwisata Malaysia bahkan menyamai Thailand.
"Kalau menyamai Thailand, artinya kita bisa tumbuh tiga kali lipat. Sumsel punya modal Sport Tourism," jelasnya.
Baca: Tersangka Pembunuh di Talang Jambe Ini Ditangkap di Belimbing Muaraenim Terpaksa Dilumpuhkan
Hal senada Hariyadi Sukamdani, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dimana terkait perizinan yang berhubungan dengan regulasi yang muncul dari pemerintah pusat dan daerah juga menjadi sorotan.
Ia menjelaskan jika regulasi dari pusat yang menjadi kendala diantaranya pajak dan retribusi daerah, dimana hotel tidak diperkenankan memberikan complimentary.
Baca: Curahan Hasrat Terpendam Beto Goncalves Untuk Sriwijaya FC Arungi Liga 1
"Jadi kalau dulu ada complimentary atau penggunaan kamar oleh management atau pemiliknya sekarang tidak boleh , semua harus dihitung seolah-olah tanpa complimentary," jelasnya
Lainnya, ada perkara ketentuan terkait Genset. Kepemilikan genset kini harus memiliki sertifkat laik operasi yang mana kondisi pengenaan sertifikat tersebut dinilai cukup merepotkan.
Dalam arti kata, seharusnya pemerintah dengan adanya genset terbantu, karena sifatnya bagi hotel adanya genset sebagai backup bukan untuk dijual ke pihak luar.
"Tapi oleh aturan UU ini jadi permasalahan, karena dianggap kita sebagai komersil yang mendapatkan tambahan daya," jelasnya.
Baca: Meski Telah Minta Maaf, Ormas Islam di Sumsel Tetap Tuntut Sukmawati Karena Langgar 3 Hal Ini
Sementara untuk regulasi di daerah, yang jadi kendala masih berkutat pada perizinan mendirikan bangunan dan lingkungan yang panjang.
Di sisi lain, kendala yang dihadapi oleh hotel, beberapa keluhan justru tumbuhnya kamar hotel yang tak terkendali jadi over supply di beberapa kota, tapi di Palembang masih kategori aman, karena data yang diperoleh jumlah kamar disini sebanyak 6.110 kamar dari 49 hotel berbintang sedangkan non berbintang 94 hotel dengan jumlah 2.439 kamar.
Sehingga kalau ada penambahan lagi masih aman.Terlebih dari perkembangan wisatawan yang masuk maupun secara kunjungan luar kotanya cukup tinggi.
"beberapa kota yang menghadapi masalah over supply diantaranya di Jogja, Bandung, Bali, Solo," tutupnya. (*)
