Berobat Gratis
Implementasi Kebijakan Program Berobat Gratis Di Sumsel
Program berobat gratis adalah program Gubernur Sumsel Ir H. Alex Noerdin bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Implementasi Kebijakan Program Berobat Gratis Di Sumsel
Oleh : Aik
Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya angkatan 2015.
Program berobat gratis adalah program dari Gubernur Sumsel Ir H. Alex Noerdin, dimana progam ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Sumsel setinggi-tingginnya.
Selain itu memberikan akses pelayanan kesehatan dengan mudah kepada ma syarakat Sumsel.
Pada tahun 2017 dari Pemerintah Provinsi Sumsel sendiri tak ingin terburu-buru mengintegrasikan program berobat gratis dengan Jaminan Sosial Kesehatan (Jamsoskes) ke BPJS Kesehatan menyusul efisiensi Dana Alokasi Umum (DAU) hanya 5-10 persen.
Sejauh ini, dari 17 kabupaten/kota, baru enam daerah yang terdaftar BPJS Kesehatan atau JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional- Kartu Indonesia Sehat).
Keenam daerah tersebut Muba, OKUS, Lahat, Empat Lawang, Pagaralam, dan Banyuasin dan total kepesertaan ada 46 ribu.
Melihat kondisi di tahun 2017, bulan Juni ini diperkirakan kepersertaan BPJS Kesehatan meningkat.
Namun dari program Jamsoskes Sumsel Semesta (JSS) masih primadona bagi masyarakat miskin sendiri.
Dari BPJS sendiri masih adan ketentuan terkait masalah tunggakan yang menyebabkan peserta BPJS Kesehatan banyak yang tidak aktif lagi.
Di sisi lain ada keluhan soal system one virtual occount. Itulah yang membuat warga miskin kembali beralih ke Jamsoskes.
Pihak Dinkes Sumsel untukj ahun anggaran 2018 mengajukan anggaran berobat gratis Rp 231 miliar.
Bantuan dari gubernur sekitar Rp 106 miliar dan dana hibah Rp 125 miliar.
Masyarakat juga akan membayar premi sebesar Rp 8 ribu per orang per bulan.
Dan diketahui sebelum ini, masyarakat membayar premi Jamsoskes Rp 5.000 per orang per bulan dan itu sudah tidak relavan lagi untuk sekarang. Angka tersebut belum pernah naik sejak Jamsoskes diluncurkan 2009 lalu.
Sedangkan tarif pelayanan sudah berapa kali mengalami penyesuaian tarif.
Karena itu, kebutuhan anggaran Jamoseskes Sumsel juga membengkak lantaran ada peserta JKN-KIS yang tidak aktif kartunya beralih menggunakan Jamsoskes.
Jumlah penduduk miskin di Sumsel berjumlah 1.101.192 jiwa sudah mendapat kuota Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN-KIS sebanyak 2.606.612.
Idealnya tidak ada lagi masyarakat miskin yang belum dijamin menjadi peserta JKN-KIS.
Tetapi kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum terjamin kesehatan, dilihat dari total proyeksi Jamsoskes 2018.
Ada 3,9 juta jiwa masyarakat yang belum ter-cover dan memiliki BPJS Kesehatan.
Ada tiga program prioritas pemprov Sumsel dalam menghadapi defisit anggaran, salah satunnya proyek penunjang Asian Games yang harus cepat diselesaikan dengan melakukan pembangunan dan kegiatan pancingan agar dana dari luar masuk.
Cara lain dari BPJS sendiri untuk menutupi defisit tersebut dengan menggunakan penerimaan dari pajak rokok.
Pada tahun 2018 ini, program berobat gratis ini dituding mati suri oleh salah satu calon kadidat gubernur karena ada beberapa faktor penyebab.
Salah satunya, kemungkinan karena kegagalan rezim sekarang dalam mencapai target pendapatan APBD sehingga berpotensi pada sejumlah program unggulan yang tak berjalan sesuai dengan harapan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel Tahun 2013-2018.
RPJMD yang disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9. Di sisi lain, penganggaran belanja daerah mengikuti proyeksi pendapatan yang dianggarkan pada APBD.
Apabila target pendapatan tidak tercapai serta belanja daerah sudah terlanjur dianggarkan tinggi, maka akan mengakibatkan Pemprov Sumsel kesulitan dalam membayar belanja daerah yang sudah dianggarkan dalam APBD.
Gubernur Alex Noerdin sendiri sudah mempertegas bahwa program berobat gratis ini sudah berjalan dengan baik, namun dari masyarakat Sumsel masih ada yang merasa kalau program berobat gratis tidak ada pemerataan dengan baik --dimana seharusnnya warga masyarakat miskin atau tidak mampu yang mendapatkannya, justru banyak dinikmati masyarakat ber-ekonomi tinggi.
Tanggal 1 Februari 2018 lalu, pihak RSD Lahat terpaksa menghentikan pelayanan Jamsoskes Semesta --dimana pasien hanya menggunakan KTP dan KK, baik rawat inap maupun berobat jalan.
Bagi masyarakat dari kelompok kurang mampu jika ingin berobat namun tidak punya BPJS, masih bisa dengan melapor ke pihak puskesmas setempat dan ikuti proses selanjutnya.
Untuk masyarakat tidak mampu dengan penyakit kronis harus melapor melalui puskesmas setempat ke Dinas Kesehatan.
Kalau memang diverifikasi Dinas Kesehatan layak dan memenuhi syarat, akan dibantu melalui BPJS daerah.
Program berobat gratis Jamsoskes Sumsel Semesta (JSS) tetap berjalan dan pemerintah provinsi akan menggabungkannya dengan program BPJS kesehatan sesuai perintah UU No.40 tahun 2004.
Kebijakan Gubernur Alex Noerdin untuk menutupi defisit anggaran tersebut Melalui Program berobat gratis JSS agar bisa meng-cover semua masyarakat Sumsel sampai 2019 mendatang sehingga program Jamsoskes Sumsel bisa terintegrasi dengan BPJS kesehatan.
Untuk melaksanakan amanat UU tersebut, Gubernur Sumsel menjelaskan, Pemerintah Provinsi Sumsel sudah mengirim edaran resmi kepada seluruh kabupaten dan kota di seluruh Sumsel.
Jaminan Sosial Kesehatan atau JSS akan berlaku sampai 2019. Alex Noerdin menegaskan, Sumsel pada prinsipnya siap melebur program berobat gratis Jamsoskes dengan JKN BPJS kesehatan.
Kajian implementasi berobat gratis di Sumsel melalui analis kebijakan berobat gratis di Sumsel melalui Kajian Implementasi.
Berpedoman dari UU No 40 tahun 2004 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan ditambah dengan janji politik oleh calon gubernur dan wakil gubernur, maka pemerintah provinsi Sumsel juga ikut mengimplementasikan program Jamsoskes di Sumsel yang diberi nama Jamsoskes Sumsel Semesta.
Jamsoskes ini diberikan untuk masyarakat Palembang yang belum memiliki jaminan kesehatan untuk bisa mendapat pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan Jamsoskes dimulai dari PPK (pemberi pelayanan kesehatan) tingkat pertama yaitu puskesmas dan berlanjut ke rumah sakit yang ada di wilayah Palembang.
Pada awal penyelenggaraan program JSS didapat dari 38 puskesmas di kota Palembang dan Dinkes kota Palembang ada sebanyak 408.830 orang dari total kunjungan dan sebanyak 9.089 orang total rujukan dari pasien Jamsoskes.
Contoh Implementasi kebijakan pelayanan kesehatan rujukan dalam program JSS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kayuagung mengalami kesulitan dalam melayani para pasien yang menggunakan Jaminan Sosial Kesehatan (Jamsoskes) Semesta atau program berobat gratis.
Jamsoskes yang merupakan program kesehatan Pemerintah Provinsi (Pemprov), hanya mensyaratkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Dalam pelaksanaannya, dinilai tidak memberikan kontribusi maksimal bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab).
Pada tahun 2017 lalu peningkatan jumlah pasien di rumah sakit rujukan akhir di Palembang.
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Muhammad Husein Palembang tercatat selama tiga tahun terakhir masyarakat berobat dengan menggunakan klaim BPJS mengalami peningkatan, baik pengobatan rawat jalan maupun rawat inap.
Untuk pasien rawat jalan, berdasarkan data dari instalansi rekam medik RSUP Muhammad, jumlah warga yang berobat dengan klaim BPJS sebanyak 86.747 pasien atau sekitar 62,74 persen.
Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan Jamsoskes yang berjumlah 14.521 pasien Kondisi yang sama juga tahun 2016. Jumlah pasien dengan menggunakan klaim BPJS mencapai 151.466 pasien (56,91 persen).
Sedangkan Jamsoskes hanya 29.814 (11,20 persen).
Pada 2015, jumlah pasien rawat jalan dengan jaminan BPJS sebanyak 152.941 pasien (53,83 persen) sedangkan Jamsoskes sebanyak 29.061 pasien (10,23 persen). Hal yang sama pada pasien rawat inap, jumlah kunjungan pasien sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai 13.437 pasien (72,87 persen), sementara pasien Jamsoskes sebanyak 4.006 pasien (21,73 persen).
Tahun 2015, jumlah kunjungan rawat inap pasien dengan jaminan BPJS mencapai 23.802 (69,99 persen) dan jamsoskes 7.867 (23,13 persen).
Jumlah pasien dengan jaminan BPJS ini mengalami peningkatan pada tahun 2016. Jumlah kunjungan pasien dengan jaminan BPJS meningkat menjadi 25.029 pasien (70,92 persen) dan pada Jamsoskes 8.312 atau 23,55 persen.
Menurut Direktur RSMH sendiri bahwa masalahnya, data yang dihimpun rumah sakit hanya menerangkan jaminannya saja.
Di jaminan BPJS tidak dijelaskan apakah itu BPJS KIS (disubsidi, red) atau mandiri.
Sehingga tidak lengkap juga membandingkan data kunjungan.
Di Indonesia sendiri Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), pada tahun 2017 lalu jumlah peserta JKN-KIS sudah mencapai 187.982.949.
Artinya jumlah masyarakat yang telah mengikuti Program JKN-KIS hampir mencapai 72,9% dari jumlah penduduk Indonesia.
Dengan kata lain masih terdapat sekitar 27,1% lagi masyarakat yang belum menjadi peserta JKN-KIS dan diharapkan akan terpenuhi sesuai dengan target.
Hal itu selaras dengan arah kebijakan dan strategi nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2019, disebutkan terdapat sasaran kuantitatif terkait Program JKN-KIS yaitu meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta Jaminan Kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan, minimal mencakup 95% pada tahun 2019.

Strategi dan upaya yang akan dilakukan salah satunya melalui dukungan dan peran Pemerintah Daerah.
Saat ini dukungan tersebut sudah terasa di sejumlah daerah khususnya dalam upaya memperluas cakupan kepesertaan dengan memastikan bahwa seluruh penduduk di wilayah daerah tersebut telah menjadi peserta JKN-KIS atau dengan kata lain tercapainya Universal Health Coverage (UHC).
Dari Analisis kebijakan sendiri, menurut UU No 40 tahun 2004 bahwa jaminan kesehatan dilakukan berdasarkan prinsip asuransi, prinsip ekuitas, dan desentralisasi.
Penejelasan dari prinsip asuransi sendiri lebih mengutamakan gotong royong dengan cara mentransfer risiko sakit itu kepada pihak lain dengan membayar premi tiap bulannya.
Lalu dalam prinsip ekuitas, masyarakatnya memperoleh kesamaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan iuran yang dibayar masyarakat.
Begitu juga dalam prinsip desentralisasi pemerintah daerah mengendalikan sumber-sumber keuangan lebih besar dari iuran yang diberikan masyarakat.
Pada tahun 2018 ini gagasan salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumsel akan meneruskan berobat gratis dan sekolah gratis serta pembangunan yang bukan hanya memusat di Palembang saja melainkan di daerah Sumsel lainnya.
Namun terjadi efisiensi dan deficit anggaran daerah yang terjadi bukan hanya di sumsel tapi di daerah lain.
Walaupun terjadi efisiensi di anggaran daerah serta mengalami defisit melalui program sumsel semesta dan berobat gratis yang disahkan oleh gubernur Sumsel sejak tahun 2009 silam, berobat gratis tetap berjalan hingga saat ini.
Gubernur Sumsel mendapatkan solusi untuk mengatasi defisit anggaran daerah ini dengan menggabungkan program berobat gratis dengan BPJS kesehatan yang sesuai dengan perintah Undang-Undang no 40 tahun 2004 tentang JKN.
Tetapi ada sebagian dari kalangan masyarakat Sumsel yang belum mampu ikut program BPJS kesehatan dikarenakan harus membayar iuaran setiap bulan meskipun dalam keadaan yang sehat.
Program berobat gratis dari Program JSS bisa menutupi kekurangan dari anggaran daerah agar bisa menyeluruh melayani semua masyarakat Sumsel sampai tahun 2019. Sehingga dengan demikian, dapat terintegrasi dengan BPJS kesehatan.