Reformasi Partai Politik

Reformasi Partai Politik Menghadapi Pilkada Serentak 2018 dan Pileg 2019

Pada 2018, setidaknya terdapat 9 Pilkada di Sumsel, termasuk Pilkada gubernur/wakil gubernur Sumsel serta pada 2019 juga akan dilaksanakan (Pileg)

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Reformasi Partai Politik Menghadapi Pilkada Serentak 2018 dan Pileg 2019
ist
Muhammad Tuwah

Apalagi jika tokoh yang diusung adalah incumbent yang selama ini tidak maksimal dalam melayani rakyat.

Tokoh semacam itu segera akan berhadapan kenyataan empiris preferensi politik masyarakat yang semakin kritis dan rasional akan makin menyulitkan dirinya.

Fenomena ini sebagian besar tidak diantisipasi dengan baik oleh kebanyakan parpol, terutama pada parpol yang telah cukup puas menjadi paling popular di sebuah wilayah apakah itu provinis, kabupaten ataupun kota.

Logika sempit yang meyakini adanya pararelitas antara pilihan legislatif (DPR/DPRD) dan eksekutif (Kepala Daerah) nampak cukup melambungkan kepercayaan diri yang berujung pada terbengkalainya upaya kerja keras dalam mempertahankan kepercayaan masyarakat.

Alhasil, sejalan dengan logika politik modern, tidak mengherankan kalau kemudian banyak hasil Pilkada maupun Pileg dan Pilpres yang diluar prediksi partai-partai yang sudah terlanjur over confidence itu.

Dari berbagai bukti yang ada, Pilkada maupun Pileg dan Pilpres telah dengan gamblang menunjukkan kepada partai akan tipisnya korelasi preferensi masyarakat antara pilihan terhadap pusat-daerah maupun pilihan untuk legislatif-eksekutif.

Untuk itu kepercayaan diri jelas tidak cukup dalam upaya memenangkan hati rakyat.

Menyusul pelaksanaan Pileg dan Pilpres tahun 2019 nanti, maka setidaknya terdapat empat faktor yang harus diperhitungkan oleh setiap parpol untuk dapat meraih hasil yang maksimal.

Pertama, masalah ketepatan dalam memilih figur. Parpol jangan "berspekulasi" dengan membawa figur yang memang sudah demikian meredup pamornya di mata rakyat dan miskin prestasi.

Parpol niscaya mengusung figur yang relatif segar, bersih dan diidentikan dengan harapan baru.

Kedua, masalah political networking (jaringan politik).

Hal ini terutama terkait dengan masalah menjual dan memperkenalkan ide dan ketokohan seorang kandidat.

Adanya dukungan dari sebuah simpul-simpul kader atau simpatisan yang militan, solid dan bekerja secara sistematis.

Di sini sebuah proses kadersiasi yang berjen jang dan digarap secara serius merupakan esensi dan motor bagi kematangan sebuah jaringan politik.

Ketiga, tema atau jargon yang lebih menonjolkan sentimen primordial jelas merupakan hal-hal yang harusnya tidak menjadi menu utama kampanye saat ini.

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved