Ketika Rafi Divonis sebagai Anak Bodoh

Proses belajar mengajar memang tidak segampang apa yang dibayangkan orang banyak apalagi proses demikian tidak bebarengan niat mendidik.

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Ketika Rafi Divonis sebagai Anak Bodoh
ist
ilustrasi

SRIPOKU.COM  --Proses belajar mengajar memang tidak segampang apa yang dibayangkan orang banyak apalagi proses demikian tidak bebarengan niat mendidik.
Pada kontek sekarang, bahkan banyak yang namanya profesi tenaga pengajar mengeluh karena apa yang diajarkannya pada anak didik tidak "nyambung" sehingga dsi anak didik "bodoh" bahkan ada yang memvonis tidak akan bisa diajar.

Seperti disadur dari dakwatuna.com, adalah Rafi --salah satu pelajar yang sudah divonis sebagian guru "tidak bisa diajar.

Rafi saat itu berusia 9 tahun, harusnya ia duduk di kelas 2. Tetapi karena Rafi belum bisa membaca, menulis dan berhitung maka ia tidak naik kelas.

Kegiatan belajar mengajar di kelas
Kegiatan belajar mengajar di kelas (SRIPOKU.COM)

Tetapi, ada alasan lain yang membuat tidak naik kelas.

Semua guru mengatakan bahwa Rafi itu beda, para guru memastikan bahwa Rafi sampai kapanpun tidak akan bisa membaca, menulis dan berhitung.

Mendengar pernyataan itu membuat saya yakin bahwa Rafi pasti bisa. Kenapa tidak?

Allah ciptakan manusia sudah dengan kekurangan dan kelebihannya.

Seperti danarasikan oleh salah satu tenaga pendidik yang terlibat allout "mengurus" Rafi.

Pada hari Sabtu sepulang sekolah saya putuskan untuk berkunjung ke rumah Rafi, letaknya memang cukup jauh dari sekolah, --sekitar 4 km.

Kami harus melewati hutan dan sungai.
Sampai di rumahnya saya bertemu dengan neneknya, ternyata Rafi tinggal dengan nenek dan kakeknya dan mereka bukan nenek dan kakek kandung Rafi, melainkan saudara jauh keluarga Rafi.

Kemudian saya banyak berbincang dengan nenek Rafi, hingga akhirnya saya tahu mengapa Rafi dirawat oleh mereka.

Ayah ibunya sudah berpisah sejak Rafi masih bayi.

Mereka pergi meninggalkan Rafi.

Tidak ada yang merawat Rafi saat itu, akhirnya Rafi dirawat oleh nenek kakek dari saudara jauhnya.

Nenek kakeknya pun sudah begitu renta, hingga yang mereka hanya memberi makan Rafi seadanya.

Dari situ saya faham dengan kondisi Rafi saat ini.

Pertumbuhan Rafi yang berbeda dengan anak lain dan sikap Rafi yang berbeda dari anak yang lain.
Hingga masuk sekolahpun di usia 8 tahun.

Di semester pertama, saya fokus umembuat Rafi bisa membaca, saya kelelahan mencari berbagai metode ajar untuk Rafi.

Ditambah kelas yang penuh dan Rafi sangat sulit berkonsentrasi.

Kemudian, saya mengajar Rafi di luar jam sekolah dari mulai kartu huruf yang saya gunakan hingga tebak kata yang kemudian disusun.

Tidak satupun saya berhasil membuat Rafi bisa membaca.

Perdana Menteri Inggris David Cameron membacakan buku kepada anak-anak.
Perdana Menteri Inggris David Cameron membacakan buku kepada anak-anak. (BBC)

Kemudian saya membuat kartu per suku kata yang diawali dengan tebak ekspresi dan gesture.

Kemudian saya meminta setiap anak menebak secara bergantian dan menyusun suku kata yang terpisah menjadi kata yang sempurna , tentu sebelum metode ini digunakan saya mengajarkan para siswa belajar membaca per suku kata, begitu juga Rafi.

Satu bulan sudah metode ini saya pakai meski tidak di kelas.

Bukan hanya para siswa lain yang mampu membaca, Rafi pun sudah bisa membaca meski kadang salah membaca suku kata.

Tetapi, metode ini cukup efektif untuk para siswa khususnya Rafi.

Dikarenakan "menangani" Rafi harus penuh keikhlasan dan tidak hanya mengajar tapi mendidik dengan pola pendekatan.

Akhirnya, saya mampu membuktikan pada para guru bahwa setiap anak itu cerdas, tinggal bagaimana guru, sosok yang paling dipercaya mampu membantu peserta didiknya untuk hebat dalam segala hal mampu mengemas pembelajaran menjadi sangat menarik.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved