Rabo-rabo, Tradisi Tahun Baru Kampung Tugu Jakarta Utara

Saya berdiri di depan Gereja Tugu, menunggu teman. Tiba-tiba ada segerombolan orang datang diiringi musik keroncong.

Editor: Bedjo
National Geographic Indonesia
Rabo-rabo, Tradisi Tahun Baru Kampung Tugu Jakarta. 

SRIPOKU.COM , JAKARTA - Saya berdiri di depan Gereja Tugu, menunggu teman. Tiba-tiba ada segerombolan orang datang diiringi musik keroncong. Mereka menghampiri saya, menyalami, mencium pipi kiri dan kanan, "Selamat Tahun Baru!" seru satu persatu orang dengan tulus tanpa canggung.

Berita Lainnya:  Rayakan Malam Tahun Baru Bareng Nadine, Netter Salfok Sama Kaki Dimass Anggara, Duh Kasian

Hangatnya persahabatan di Kampung Tugu, Jakarta Utara memang kian terasa saat memasuki tahun baru. Setiap tanggal 1 Januari, warga Kampung Tugu Memiliki tradisi Rabo-Rabo.

"Tradisi ini sudah lama sekali dilakukan. Jadi kita berkunjung ke rumah sanak keluarga, ke tetanga kita. Setiap mampir ke rumah, nanti ada satu yang ikut. Sampai nanti ke rumah terakhir," kata Ketua Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT) Erni Lissie Michiels (67) saat ditemui KompasTravel, Senin (1/1/2018).

Warga Kampung Tugu merupakan keturunan orang Portugis, yang dijadikan pekerja dan serdadu di zaman Belanda. Ratusan tahun mereka menetap di kawasan Semper, Jakarta Utara, berakulturasi dengan penduduk lokal dan beranak pinak.

Rabo-rabo adalah salah satu tradisi yang masih dijalani oleh warga Kampung Tugu hingga sekarang. Rabo dalam bahasa Portugis berarti ekor. Mengacu pada kewajiban dari tradisi itu sendiri.

Sebelum memulai Rabo-Rabo biasanya warga akan melaksanakan kebaktian ibadah bersama di gereja. "Di Tugu, semua kegiatan harus diawali dengan kebaktian doa," jelas Erni.

Tradisi Rabo-Rabo di Kampung Tugu, Jakarta Utara, diawali dengan doa bersama.(Randy Prakoso)

Selesai berdoa, rombongan pemusik Keroncong Tugu yang fenomenal siap berjalan. Mereka akan pergi ke rumah pertama, yang rutenya sudah diatur oleh Ketua IKBT.

Nah, yang unik, ketika sampai rumah warga mereka akan langsung berciuman pipi kiri dan kanan dengan keluarga rumah yang didatangi, bernyanyi, berjoget, sembari makan camilan, dan minum. Setelah selesai dua sampai empat lagu yang diiringi lantunan musik lincah, mereka siap bergeser ke rumah warga lain.

Namun tunggu dulu, dalam tradiri Rabo-Rabo, setiap tuan rumah yang didatangi harus mengirim perwakilan minimal satu orang ke rombongan pemusik.

"Tadi lihat kan? Mulainya tujuh orang sekarang sudah puluhan orang," kata Erni saat kami menuju rumah ke empat. Dalam rombongan terdiri dari perempuan, laki-laki, tua, maupun muda. Semua berbaur dalam keakraban yang hangat.

"Kalau dulu saya kecil ya, ini mulai dari siang bisa selesai sampai jam sembilan malam," kata April (35). Ia mengaku senang dengan tradisi ini, sedari kecil anak-anak di Kampung Tugu sudah diajarkan oleh orang tua dengan tradisi ini.

Vanessa (14) yang ikut serta dalam rombongan juga mengaku senang, tidak ada perasaan terpaksa ketika ikut rombongan Rabo-Rabo. Ia terlihat ikut menyanyi dan berjoget bersama warga Kampung Tugu yang lebih senior.

"Rasa panggilan (menggantikan orang tua), rasa kekeluargaan, dan rasa syukur kami untuk melakukan ini (Rabo-Rabo) bersama-sama," kata Erni.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved