Kerasukan Mbah Mangku Jati, Apa Yang Diucapkan Roh Ini Buat Semua Orang Terdiam, Malu
“Manusia itu tidak perlu digoda sudah melenceng sendiri! Sekarang setan malah menganggur"
Penulis: ewis herwis | Editor: ewis herwis
“Tahu artinya?”
“Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabiku adalah Muhammad utusan Allah...”
“Bukan seperti itu,” dia menggeleng-gelengkan kepala, kemudian membenarkan, “saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.”
“Tahu kamu...kapan kamu ketemu dengan Nabi? Bertemu saja tidak pernah, kok bisa bersaksi? Saksi itu harus bisa menyaksikan,” lanjutnya bertanya kepadaku, “coba ulangi bagaimana arti syahadat?”
“Aku bersaksi…”
“Lha…kapan kamu bertemu? Bertemu saja tidak pernah, kok bisa bilang bersaksi?!” dia memotong perkataanku, “sana! Belajar ngaji dulu! Biar kamu ngerti.”
Aku hanya bisa menatap bapak itu sambil mengangguk-anggukkan kepala. Bengong.
Tak percaya sedang dihakimi oleh orang yang sedang kesurupan, namun perkataannya serasa menampari mukaku.
Penghakimannya tak berhenti di situ.
“Jadi, kamu masuk Islam ini gara-gara faktor turunan? Itu namanya ikut-ikutan! Seharusnya kamu mulai sadar.
Bersyahadat itu bersaksi bukan dengan mata, tetapi dengan hati, rasa, dan cipta.
“Belajarlah dulu! Gali dulu apa yang ada dalam Islam. Agar kamu tahu bahwa Islam itu adalah peraturan yang ditujukan untuk kebaikan anak cucu Adam. Manusia itu tidak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah.”
“Baik, Mbah. Benar,” sahut salah satu rekan yang ada di sebelahku, “apakah di sini ada peziarah yang meminta-minta?”
“Banyak! Manusia semua memang layaknya binatang, bila akal dan pikirannya tidak dipakai. Kuburan itu tidak bisa dimintai nomor (togel). Jangankan makam saya, makam Nabi pun kalau dimintai nomor ya tidak bakal memberi. Kalau ingin kaya ya gampang. Kerja!”
“Di sini, apa ada sebangsa jin yang mengganggu manusia? yang membelokkan niat orang yang berziarah di sini?” Rekanku kembali bersuara.
