Program Makan Bergizi Gratis, Pengamat Sosial Sumsel Berharap Jangan Jadi Ajang Rebutan Proyek

Sejumlah keluhan yang muncul dari penerima manfaat program MBG, seperti kasus keracunan makanan dan hidangan yang dinilai tidak higienis

Penulis: Arief Basuki | Editor: adi kurniawan
Tribunsumsel.com/Linda Trisnawati
Makan Bergizi Gratis di SD Negeri 25 Palembang, Senin (6/1/2025). Program Makan Bergizi Gratis, Pengamat Sosial Sumsel Berharap Jangan Jadi Ajang Rebutan Proyek 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Pengamat sosial dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof Alfitri, menyoroti pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto.

Ia berharap program yang bertujuan mulia untuk memberikan gizi kepada anak-anak demi mewujudkan Indonesia Emas ini tidak dimanfaatkan sebagai ajang mencari keuntungan atau menjadi "bancaan" proyek.

Hal ini disampaikannya menanggapi sejumlah keluhan yang muncul dari penerima manfaat program MBG, seperti kasus keracunan makanan dan hidangan yang dinilai tidak higienis.

"Pastinya, program ini baru dimulai dengan struktur dan orang baru, sehingga tidak mudah mempersiapkannya berjalan sempurna. Namun, kita tetap harus melakukan monitoring," ujar Alfitri pada Jumat (19/9/2025).

Menurut Alfitri, beberapa hal penting yang perlu dievaluasi secara serius adalah insiden keracunan makanan dan dugaan kebocoran anggaran yang terindikasi.

Ia menekankan bahwa ini adalah program presiden terpilih yang harus diterapkan dengan baik.

"Makanya kita bersama-sama mengawal ini, termasuk insan pers. Kalau terjadi keracunan dan kebocoran anggaran, maka harus tegas diperbaiki," paparnya.

Lebih lanjut, Alfitri berharap evaluasi menyeluruh dapat dilakukan mengingat program ini sudah berjalan beberapa bulan.

Ia mengingatkan agar rantai distribusi diawasi ketat, karena jika terjadi pemotongan anggaran, pihak yang paling dirugikan adalah penerima manfaat.

"Jangan sampai ini menjadi ajang perebutan proyek karena misinya mulia memberikan gizi buat anak-anak kita. Tapi penerapannya tidak mudah, masih banyak kebocoran atau pemotongan anggaran, sehingga kualitas yang sampai ke penerima manfaat menjadi kurang," ucapnya.

Alfitri mencontohkan, dari anggaran satu porsi yang dialokasikan sekitar Rp25 ribu, makanan yang sampai ke tangan anak-anak bisa jadi hanya seadanya dan jauh dari standar gizi yang diharapkan.

Ia juga menyoroti indikasi perebutan proyek yang terlihat dari keluhan-keluhan yang muncul.

"Misalnya dapur umum yang mengelola puluhan ribu porsi. Apakah layak dengan kondisi peralatan apa adanya? Ini saya lihat celah-celahnya yang berujung pada kualitas MBG bermasalah, mutunya kurang, dan higienitasnya lemah," tegasnya.

Menurutnya, mengelola puluhan ribu porsi makanan bukanlah hal mudah, dan orang yang bertanggung jawab harus diawasi.

"Celah inilah yang harus diperhatikan, jangan sampai higienitasnya lemah karena dikelola apa adanya, atau makanan dimasak sore dan disajikan pagi sehingga tidak segar lagi," pungkas Alfitri.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved