mimbar jumat

Rahasia Luar Biasa Di Balik Berbuka

Sebagai syahrun mubarakun (bulan penuh berkah), ibadah puasa mengajarkan kita tentang banyak hal

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Rahasia Luar Biasa Di Balik Berbuka
ist
Muhammad Adil

Rahasia Luar Biasa Dibalik, Berbuka: Berbuka Kualitas Bukan Kuantitas
Oleh: Dr. H. Muhammad Adil, M.A.

Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang

Sebagai syahrun mubarakun (bulan penuh berkah), ibadah puasa mengajarkan kepada kita tentang banyak hal, di antaranya kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa ifthar (berbuka).

Terdapat banyak hadis tentang berbuka yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, antara lain adalah li as-shaimi farhatani, farhatun ‘inda liqa’i rabbihi wa farhatun 'inda lftharihi (bagi orang yang berpuasa akan memperoleh dua kebahagiaan, kebahagiaan pertama adalah ketika berjumpa dengan Tuhannya, dan kebahagiaan kedua adalah ketika berbuka).

Karenanya, bagi orang yang berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka terlebih dahulu, setelah itu baru melaksakan shalat maghrib.

Seperti teks Hadis la yazalu an-nasu bi khairin ma 'ajjalu al-fithra (manusia akan sentiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka). (HR. Bukhari dan Muslim).

Dapat dipahami bahwa orang yang berpuasa akan sangat senang ketika tiba waktu berbuka.

Artinya, waktu berbuka menjadi saat yang ditunggu kedatangannya oleh setiap orang yang sedang puasa.

Karenanya, fungsi puasa sebagai pengendali hawa nafsu dapat diujicobakan saat kita melaksanakan berbuka. Bagi orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka dia akan mengutamakan kualitas
makanan yang dia makan, bukan kuantitasnya.

Dalam arti kata lain, seberapa penting kita dapat menentukan menu makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, bukan seberapa banyak makanan yang di santap saat berbuka.

Berbuka, ternyata mengandung makna yang sangat banyak yang dapat kita pelajari untuk dipraktikkan, baik saat bulan Ramadhan, maupun pada bulan-bulan lainnya.

Berpuasalah, maka kamu akan sehat, tidak hanya sebagai slogan saja, akan tetapi dapat berimplikasi kepada pengaturan kebiasaan pola makan kita yang sehat.

Sebuah penelitian tentang pencernaan manusia menyebutkan bahwa untuk setiap makanan yang kita makan setiap harinya dibutuhkan waktu sekira delapan jam supaya makanan dapat dicerna oleh organ pencernaan.

Kemudian, barulah organ-organ itu dapat beristirahat.

Misalnya, dalam kondisi puasa, kita makan sahur pada jam 4.00, maka proses yang dibutuhkan untuk mencernanya sampai jam 12.

Nunggu berbuka puasa.
Nunggu berbuka puasa. (dunia.news.viva.co.id)

Setelah itu, sampai jam 6 (selama enam jam) organ pencernaan kita akan melakukan istirahat yang cukup panjang.

Nah, kalau saat berbuka semua jenis makanan langsung kita santap dengan lahapnya,maka dapat diduga organ pencernaan kita akan langsung bekerja secara maksimal, sehingga tidak jarang kita akan merasakan kesulitan bernafas, lemah, lesu, dan mungkin saja akan mengantuk.

Kondisi ini, akan menyebabkan kita malas melakukan aktivitas berikutnya, seperti shalat maghrib, isya', dan apatah lagi untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat tarawih.

Sepertinya, kita perlu mengintip bagaimana kebiasaan Nabi SAW saat berbuka. Dalam banyak Hadis, Nabi SAW biasanya berbuka hanya dengan beberapa buah kurma dan beberapa teguk air putih saja.

Setelah itu, Nabi SAW akan mengerjakan shalat magrib. Misalnya Hadis berikut: Kana Rasulullah SAW yufthiru ala ruthabatin qabla ai yushalliya, fain lam takun ruthabatun fa ala tamaratin, fain lam takun hasa hasawat --Rasulullah SAW biasanya berbuka puasa dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat (maghrib).

Jika tidak ada ruthab (kurma muda) maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tamr maka Rasul meneguk beberapa teguk air putih) (HR. Abu Daud).

Terdapat tiga kata penting yang dapat kita pelajari dari cara makan Nabi SAW pada waktu berbuka, yaitu Ruthab (kurma muda), tamr (kurma yang masak), dan hasawat (air putih). Pertama, Ruthab (kurma muda). Ternyata, memiliki kandungan gizi yang luar biasa bermanfaat bagi tubuh.

Di antaranya adalah zat besi, kalsium, klorida, vitamin A, vitamin C, dan vitamin K. Buah ini pun memiliki hormon biostin dan neurohipofisa yang bekerja seperti oksitosin. Berbagai kadungan gizi yang berfungsi untuk mengembalikan dengan cepat energi yang berkurang saat kita mengalami kelelahan, lemas, karena seharian perut kosong saat puasa.

Isyarat dari Allah SWT tentang manfaat kurma muda ini terdapat dalam peristiwa lain, misalnya dalam surat Maryam ayat 22-26 dikisahkan setelah melahirkan putranya Isa, Maryam kemudian bersandar di bawah pohon kurma, karena merasa lemas dan letih setelah melahirkan, kemudian dia memakan beberapa buah kurma muda yang jatuh setelah pohonnya dogoyang-goyang oleh Maryam.

Setelah itu, barulah tubuhnya sedikit demi sedikit menjadi segar kembali. Baik kebiasaan Nabi SAW, maupun pada kisah Maryam tentang kurma muda merupakan isyarat dan i'tibar (pelajaran) yang sejatinya perlu menjadi perhatian kita dalam memahami substansi nash untuk mengambil hikmahnya dan dipraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kurma muda ini juga menjadi buruan orang-orang nusantara sejak dahulu sampai sekarang.

Biasanaya menjadi pesanan favorit pada musim haji atau saat umroh. Terutama bagi orang yang belum mendapatkan keturunan.

Agaknya, ada kaitan antara kurma dengan masalah kesuburan. Namun sayang, karena kurma muda tidak seperti kurma yang sudah masak, kondisiya tidak tahan lama, mudah rusak, sehingga tidak setiap saat dapat diperoleh. Kedua, tamar (kurma yang sudah matang). Kurma yang seperti ini ternyata memiliki kandungan gizi yang sangat bermanfaat bagi asupan tubuh kita.

Antara lain sebagai sumber energi, sumber serat, sumber mineral, dan sumber vitamin. Kandungan ini dapat mengobati anemia, mengobati sembelit, menjaga kesehatan tulang, mencegah kanker perut, mengobati gangguan usus, menjaga sistem serat sehat, mencegah penyakit jantung dan stroke, mengobati alergi, dll.

Ketiga, hasawat (air putih). Air mengandung unsur mineral yang sangat baik untuk kebutuhan tubuh kita. Berupa kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, berperan penting dalam proses kontraksi, relaksasi otot, pembekuan darah, dan menunjang imunitas tubuh; Sodium, menjaga keseimbangan cairan tubuh untuk menopang transmisi saraf, kontraksi otot, absorpsi glukosa, dan menjadi alat angkut zat gizi melalui membran sel; Magnesium,membantu proses pencernaan protein untuk memelihara kesehatan otot dan sistem jaringan penghubung, membantu menghilangkan timbunan lemak di dinding dalam pembuluh darah, sebagai zat pembentuk sel darah merah berupa zat pengikat oksigen dan hemoglobin; Kalium, membantu pembentukan sel, pembentukan organ dalam tubuh dan jaringan; Bikarbonat, memelihara keseimbangan keasaman darah, menyokong proses pencernaan dalam perut.

Memperhatikan kandungan yang terdapat dalam kurma muda, kurma yang sudah masak, dan air putih di atas, kita dapat mengatakan bahwa Nabi SAW melakukan yang substantif bahwa makanan itu terletak pada  kualitasnya, bukan pada kuantitasnya dan sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh kita.

Makan untuk tubuh,bukan makan untuk perut.

Inilah kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi SAW dalam berbuka saat puasa. jika dikaitkan dengan penelitian tadi, sungguh Nabi sangat memperhatikan kualitas makanannya saat berbuka, karena itu, puasanya menjadi puasa yang sehat. Menjadi agak keliru orang-orang yang beranggapan bahwa Nabi SAW berbuka dengan makanan seadanya. 

Sebagai analogi untuk perbandingan, sebuah mobil yang dipakai kemudian berhenti dalam waktu yang cukup lama, maka ketika akan dijalankan kembali, begitu menghidupkan mesinnya, disarankan untuk tidak langsung dijalankan terlebih dahulu, tapi menunggu mesinnya sedikit panas, supaya nantinya mobil itu betul-betul siap jalan.

Dengan pemahaman seperti ini, maka menjadi tidak heran kalau Nabi SAW itu sehat, kondisi fisiknya stabil, karena pola makannya terjaga dengan sangat baik.

Di samping itu, diriwayatkan dari Ummu Hani bahwa Nabi SAW memiliki perut yang seimbang, tidak terlalu kecil, juga tidak terlalu besar, seperti lipatan kertas yang digulung-gulung antara yang satu dengan yang lain, dengan kata lain, perut Nabi SAW itu, sixpack. Kondisi ini diperoleh tidak dengan cara yang instan, tetapi ditempuh melalui suatu proses yang panjang dan konsisten.

Diriwayatkan suatu ketika Nabi SAW lomba lari dengan istrinya A'isyah, satu kali Nabi SAW kalah istrinya yang menang, di lain waktu, istrinya yang kalah, Nabi SAW yang menang.

Ketika A'syah kalah dia bersedih. Lalu Nabi SAW berkata kepada istrinya jangan bersedih, dulu aku kalah, karena badanku agak sedikit berat, sekarang dikau yang kalah, karena badanmu agak sedikit berat.

Pesannya adalah perlu menjaga keseimbangan termasuk dalam hal menjaga fisik tetap bugar, seimbang, dan tentu saja sehat.

Untuk menjaga keseimbangan itu, Nabi SAW dan istrinya ternyata di samping berpuasa, juga melakukan olahraga.

Keseimbangan fisik model Nabi SAW ini, belakangan diketahui bahwa untuk menjadikan perut sixpack itu tidak hanya dengan berolah raga saja, tetapi juga dengan mengatur pola makan.

Disiplin dalam mengatur pola makan saat berbuka menjadi faktor pendukung yang harus menjadi perhatian, jika kita ingin tubuh tetap bugar dan sehat.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved