Fatwa MUI Soal Puasa Ramadan dan Media Sosial
Di tengah umat Islam Indonesia sedang menunaikan ibadah puasa Ramadan 1438 H, erobosan Fatwa MUI yang patut diapresiasi, yakni fatwa tentang Medsos
Fatwa MUI
PUASA RAMADAN DAN MEDIA SOSIAL
Guru Besar Sosiologi UIN Raden Fatah Palembang
Di tengah umat Islam Indonesia sedang menunaikan ibadah puasa Ramadan 1438 H, salah satu terobosan Fatwa MUI yang patut diapresiasi, yakni fatwa tentang bermuamalah di media sosial.
Fatwa ini merupakan langkah responsif MUI dalam melihat realitas kehidupan berbangsa yang akhir-akhir cenderung mengalami proses degradasi dalam bermuamalah, terutama melalui media sosial yang terkesan banyak yang mengabaikan nilai-nilai etika, moral, dan agama.
Jika kondisi ini dibiarkan berlarut, bisa saja tidak hanya dapat menggangu proses penguatan integrasi sosial tetapi juga integrasi bangsa.
Sejalan dengan spirit fatwa MUI itu, tulisan ini, lebih memfokuskan pada analisis pentingnya pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai puasa Ramadan dalam penggunaan media sosial sebagai upaya memperkuat muamalah.
Dalam diskusi MUI yang digelar bersama antara Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 5/6/2017, ternyata MUI telah mengeluarkan Fatwa tentang bermuamalah melalui media sosial.
Sebagai respon terhadap adanya dampak negatif terhadap penggunaan media sosial, pada 13 Mei 2017 yang lalu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa tentang media sosial.
Dalam fatwa ini, MUI mengharamkan penggunaan media sosial yang mengandung ujaran kebencian, fitnah, bullying, permusuhan, hoax, intimidasi, pornografi, dan berbagai pelangaran etika dan hukum lainnya.
Disatu sisi, teknologi informasi memiliki kemanfaatan dalam meningkatkan silaturrahim, di sisi lain, penggunaan media sosial juga berdampak negatif sehingga memunculkan banyak kasus etika dan hukum di tengah masyarakat.
Karenanya, MUI memandang perlu dikeluarkannya Fatwa tersebut sebagai kontribusi keagamaan dalam bermedia sosial.
Ibadah puasa berarti melaksanakan salah satu rukun agama Islam, yang telah disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 183: "Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana juga telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa".
Berarti, dapat dijelaskan, bahwa puasa bukanlah hal baru dan hanya ada dalam agama Islam, melainkan merupakan syariat Ilahi yang juga telah dikenal oleh agama-agama Ilahi yang lain, meskipun dengan cara dan bentuk yang berbeda.
Hal ini bermakna, seolah-olah Allah SWT memberitahukan kepada hamba-Nya bahwa puasa merupakan kewajiban agama bersama seluruh umat manusia sejak zaman dahulu.
Dalam komunikasi sosial melalui media sosial, bisa berdampak positif dan negatif bagi orang lain sebagai lawan bicara. Dalam media sosial, banyak ditemukan berbagai percakapan yang tidak pantas, fintah, ghibah, dan hoax, seperti yang menjadi alasan MUI mengeluarkan fatwa.
Kualitas komunikasi dalam media sosial itu, sesungguhnya, sangat tergantung pada kualitas pengetahuan dan kepribadian seorang sebagai usernya.
