Eksklusif Sriwijaya Post
Lahan PT KAI Disewakan Oknum kepada Warga
Warga tersebut mengaku khawatir lahan yang disewanya saat ini tidak bisa diperpanjang dengan alasan tertentu.
SRIPOKU.COM, MUARAENIM -- Puluhan warga nekat membangun rumah dan ruko permanen di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) yang berlokasi di Jl Lingga Raya Ex Jalan Rel Desa Lingga Raya, Kecamatan Lawangkidul-Tanjungenim, Kabupaten Muaraenim. Sebagian diantaranya membayar sewa lahan, namun sebagian lagi mengaku sudah merasa sah memilikinya karena sudah membeli kepada seseorang yang disebut oknum. Meski demikian, warga dimaksud tidak bisa memungkiri perasaan was-was. Mereka khawatir ke depan timbul masalah, sementara sudah banyak uang yang dikeluarkan untuk membangun tempat tinggal dan tempat usaha di sana.
"Kalau saya terus terang saja bayar sewa lahan. Tapi ada juga beberapa warga yang, katanya sudah membeli," ujar salah seorang warga yang tidak mau namanya disebutkan.
Saat ditemui Sripo minggu lalu, warga tersebut mengaku khawatir lahan yang disewanya saat ini tidak bisa diperpanjang dengan alasan tertentu. Padahal, sudah puluhan bahkan ratusan juta rupiah yang ia keluarkan untuk membangun rumah beton permanen yang ditinggalinya saat ini. "Kita biasanya sewa per tahun. Itu resmi, karena ada surat perjanjiannya," katanya.
Warga yang tinggal di sana cenderung tertutup. Tidak mudah mendapatkan informasi terkait hal itu. Namun dari salah seorang warga, Sripo mendapatkan bukti surat perjanjian yang ditandatangani pihak PT KAI dan warga sebagai penyewa. Surat perjanjian tersebut berisi 14 pasal dan beberapa diantaranya menyebutkan tarif sewa dan peruntukan objek sewa. Pada Pasal 1 ayat 2 disebutkan, pihak penyewa menggunakan objek sewa tersebut untuk perkantoran. Selanjutnya pada Pasal 6 ayat 1, harga sewa 1 tahun Rp 1.070.899, biaya administrasi dan pengukuran Rp 224.180 dan PPN 10 persen Rp 129.508 hingga total keseluruhan yang harus dibayar penyewa Rp 1.424.587. Di Pasal 7 ayat 1, sewa dibayar tunai melalui Kas Stasiun Besar Kertapati, selambatnya 14 hari kerja sejak perjanjian sewa ditandatangani. Sebagai bukti pembayaran, PT KAI menerbitkan kuitansi berupa rekening G.215.
Praktik sewa menyewa lahan tersebut dibenarkan Kades Lingga, Herson. Meski demikian, dia mengaku tidak tahu detil bagaimana sistemnya, karena penyewa berurusan langsung ke PT KAI. Herson mengaku bingung terhadap status lahan di wilayah Desa Lingga, karena disinyalir tumpang tindih antara tanah marga Desa Linga dengan PT KAI maupun PTBA. Untuk itu, pihaknya meminta kepastian hukum kepada pemerintah dan pihak terkait sehingga masyarakat tidak ragu-ragu dalam melakukan aktivitas pembangunan.
Menurut dia, jika status lahan tersebut jelas, tentu masyarakat bisa mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan bisa memberikan pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah daerah termasuk pemerintah desa.
"Kita mohon kepada instansi terkait untuk bisa bertindak sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku," kata Herson. (tim)