Resensi Buku
Napak Tilas Kemerdekaan Indonesia
Arus kuasa otokrasi yang tak terbendung seringkali membolak-balikkan sejarah kemerdekaan demi kepentingan politis.
Saat itu pula, Sjahrir menuliskan teks proklamasi menurut versinya yang secara sembunyi telah disampaikan kepada kawannya di kantor surat kabar Domei dan stasiun radio untuk diterbitkan dan disiarkan.
Proklamasi itu rencananya akan dikumandangkan pukul lima petang 15 Agustus 1945. Sayangnya, rencana Sjahrir gagal karena Soekarno enggan menyanggupinya.
Meski para pemuda mendesak proklamasi diumumkan tanpa Soekarno dan Hatta, namun Sjahrir tidak setuju, khawatir akan terjadi konflik diantara bangsa sendiri.
“Hanya Soekarno yang berpengaruh pada rakyat Indonesia. Proklamasi oleh orang lain tak berarti.” Kata Sjahrir (hlm. 23-24).
Namun kala itu, Cirebon tetap melaksanakan upacara proklamasi, Dr. Soedarsono membacakan naskah dari Sjahrir. Alasannya, tidak mungkin menyuruh pulang orang yang telah berkumpul di alun-alun Kajeksan tanpa penjelasan. “Akibatnya ia harus bersembunyi, karena dicari-cari kempetai” (hlm. 25).
Sehari kemudian, 16 Agustus 1945, Soejono “Siegfried” Hadipranoto selaku camat Rengasdengklok mendapat perintah dari Sukarni, eiseidanco Soejtipto Gondoamidjojo, dan cudanco Singgih untuk memroklamirkan kemerdekaan Indonesia di wilayah itu.
Siegfried menyanggupi perintah itu, dibantu para camat lain untuk mengumpulkan warga, terlaksanalah upacara bendera dan proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang diakhiri dengan pekik “merdeka!” (hlm. 38-44).
Napak Tilas Kemerdekaan Indonesia
Judul : 17 Fakta Mencengangkan di Balik Kemerdekaan Indonesia
Penulis : Hendri F Isnaeni
Penerbit : Change Publication
Terbit : I, Juli 2013
Tebal : viii + 208 halaman
Harga : Rp45.000,-
Pengirim:
Muhammad Bagus Irawan, mahasiswa Fakultas ushuluddin IAIN Walisongo Semarang